Kamis, 14 Januari 2010

DAPUS aquakulture

DISKUS, SEVERUM, RAINBOW, NIASA

TTG BUDIDAYA PERIKANAN

PENGENALAN JENIS IKAN HIAS

(DISKUS, SEVERUM, RAINBOW, NIASA)

1. PENDAHULUAN

Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat DKI Jakarta khususnya petani ikan/nelayan telah ditempuh berbagai cara diantaranya memanfaatkan lahan pekarangan dengan usaha pemeliharaan ikan hias. Jumlah ikan hias khususnya ikan hias air tawar yang susah dapat dibudidayakan di Indonesia ada 91 jenis. Dari ke 91 jenis ikan tersebut, ada beberapa jenis ikan hias tersebut yang sangat potensial untuk dikembangakan karena selain dapat dipasarkan didalam negeri juga dapat merupakan komoditas eksport. Jenis-jenis ikan hias yang potensial tersebut antara lain ikan Diskus, Severum, Rainbow, dan Niasa. Untuk lebih mengenal jenis ikan tersebut pada Bab selanjutnya akan dikemukanan sifat dari ikan-ikan tersebut.

2. JENIS IKAN HIAS

1. Diskus
Ikan hias Diskus (Symhysodonodiscus) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari sungai Amazon (Brasil). Jenis ikan tersebut mempunyai nilai ekonomis yang baik dan sangat disenangi di berbagai negara. Di Indonesia ikan Diskus sudah dapat dibudidayakan dan sangat potensil untuk dikembangkan karena selain dapat dipasarkan dipasaran lokal, juga dapat merupakan komoditas ekspor. Ciri khas dari ikan diskus ialah benetuk badannya tubuh pipih, bundar mirip ikan bawal dengan warna dasar coklat kemerah-merahan. Ikan diskus dapat dibudidayakan didalam Aquarium untuk sepasang diskus dapat ditempatkan dalam aquarium berukuran sekitar 75 x 35 x 35 cm kwalitas yang diperlukan untuk hidup dan berkembang ikan diskus yaitu di air yang jernih, temperatur sekitar 28 - 30 ° C pH (derajat keasaman) 5 - 6 selain itu kandungan Oksigen terlarutnya harus cukup tinggi yaitu + lebih besar dari 3 ppm (pxrt per million). Ikan Diskus sudah dapat dikembangbiakan setelah berumur antara 15 - 20 bulan. Adapun makanan yang umum dengan makan yaitu kutu air, cuk, cacing (makanan buatan) yang ada dipasaran.
2. Severum
Ikan severum Cichlosoma severum adalah salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari Amerika Serikat bagian Utara (S. Arhazone). Tubuhnya pendek, gemuk dan gepeng dengan warna dasar tubuh bervariasi yaitu coklat kekuningan, atau hitam kecoklatan. Jenis ikan ini juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Ikan Severum dapat dipelihara didalam aquarium atau bak semen kwalitas air yang diperlukan untuk pemeliharaan ikan severum yaitu: PH. : 5,5 - 7, temperatur air 21 - 25°C. Ikan Severum sudah dapat dipijahkan setelah berumur + tahun dengan ukuran 12 - 15 cm. Induk jantan dari betina dapat dibedakan dari warna dan ukuran induk jantan berwarna lebih cerah dengan induk yang lebih besar dari betina. Makanan yang dapat diberikan jenis ikan ini antara lain: kutu air, cuk, cacing sutera dll.
3. Ikan Rainbow
Ikan Rainbow merupakan jenis ikan hias yang banyak diminati masyarakat karena jenis ikan ini juga dapat merupakan komoditi eksport. Ada 2 jenis rainbow yang cukup terkenal yaitu rainbow Irian (Melano Tacnia maccaulochi dan Rainbow Anlanesi ogilby Telmatherina ladigesi ahl Rainbow Irian warna dasarnya keperak-perakan dengan warna gelap metalik sedangkan rainbow Sulawesi warna dasarnya kuning zaitun, dengan warna bagian bawah kuning jenis ikan ini termasuk ikan bertelur dengan menempelkan telur pada tanaman air. Kwalitas air yang diperlukan untuk kehidupan jenis ikan ini yaitu temperatur air 23 - 26 ° C. Ph. air sebaiknya diatas 7. Jenis ikan ini dapt hidup dan berkembang-biak dalam aquarium maupun bak semen. Ikan ini sudah dapat memijah setelah berumur + 7 bulan dalam ukuran 5 - 7 cm. Makanan yang biasa diberikan dalam pemeliharaan ikan ini yaitu kutu air, cacing zambut atau cuk. Supaya ikan dapat tumbuh dengan baik selama pemeliharaan bertelur, air harus klop memenuhi persyaratan dan dilakukan penggantian air + 1 minggu 1 kali.
4. Ikan Niasa
Psedatropheus auratus Bonlenger atau nama Inggris Auratus. Di DKI jakarta lebih dikenal dengan nama Niasa jenis ikan ini mempunyai tubuh memanjang agak datar, warna dasar kuning keemasan cerah atau hitam pekat. Ikan Niasa sangat agresif gerakannya sehingga harus hati-hati kalau akan dicampur dengan jenis ikan lain. Kwalitas air yang diperlukan untuk hidup dan berkembang ikan Niasa yaitu pH = 7, temperatur 24 - 27°C. Pemeliharaan dapat dilakukan didalam bak semen atau aquarium. Ketinggian air yang diperlukan untuk pemijahan sekitar 30 - 35 cm. Ikan Niasa sudah dapat memijahkan dalam umur 7 bulan dengan ukuran panjang tubuh : 7 cm. Induk jantan dan betina dapat dibedakan dari totol kuning sirip anusnya. Ikan jantan biasanya memiliki totol-totol in, sementara si betina tidak. Makanan yang diberikan antara lain : Cuk, kutu air.

3. SUMBER

Dinas Perikanan, Pemerintah DKI Jakarta, Jakarta, 1996

4. KONTAK HUBUNGAN

Pemerintah DKI Jakarta, Dinas Perikanan
Diposkan oleh mas wira di 19:47 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Cerita orang yang membudidayakan Diskus
Produktif atau Tidak, Tetap Disayang

Hampir dua tahun ini Yusni dikerjai ikan-ikannya. ''Mereka tidak mau produksi,'' katanya sambil memandangi puluhan ikan diskus yang berseliweran di akuariumnya.

Selama dua tahun terakhir ini, dr Ida Yusni Solichin disibukkan urusan remaja yang kecanduan narkoba. Buntutnya, ikan-ikan diskus warna-warni yang biasa diajak bercengkerama tiap pagi dan petang sepulang kantor pun mungkin merasa diabaikan.
''Mereka ngambek, tidak mau menghasilkan,'' katanya,''Bertelur saja ogah, apalagi menggendong anak.'' Akibatnya, dalam kurun waktu itu, tak ada perkembangbiakan yang berarti.

Bukan maksud Yusni memanjakan. Ikan air tawar asal Sungai Amazon, Brazil ini tergolong ikan sensitif dan mungkin juga suka 'gaul'. Bila diajak berkomunikasi, ia akan lebih aktif melenggak-lenggok.

Ikan bulat pipih itu dinamai diskus karena bentuknya seperti cakram. Sekarang, jumlah diskus Yusni sebanyak 22 pasang aneka warna yang terdiri dari jenis-jenis Marlboro, Blue Diamond, Solid Blue, Solid Red, Pigeon Blood, Cobalt, Snake Skin. Ikan-ikan itu menghuni akuarium di ruangan khusus yang terang dan bersih.

Untuk 'rumah' bagi akuarium itu, Yusni dan suaminya, M Solichin, sengaja membongkar taman di samping rumah di kawasan Utan Kayu, Jakarta. ''Sengaja dibuatkan ruangan untuk mereka,'' tutur ibu tiga anak yang kini menjabat Kasubdit Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial itu.

Monogami
Yusni dan Solichin memang penggemar ikan. Mereka berdua juga gemar memancing dan mengikuti berbagai lomba. Sedangkan urusan pemeliharaan ikan diawali suami Yusni dari ikan cupang yang populer sebagai ikan aduan.

Diskus mulai memasuki kehidupan keluarga ini pada tahun 1980-an. Kala itu ikan ini belum lagi populer. Ia membeli 10 ekor jenis Cobalt di Setiabudi, Jakarta. ''Saya ingat betul, dulu masih mahal, harganya Rp 15.000-an,'' kenang Yusni. Jenis yang sama sekarang Rp 2.500.

Untuk lima pasang ikan itu dibuatkan lima akuarium. Mereka pun beranak-pinak sampai ia harus menambah lima akuarium lagi. Suatu hari ada seseorang yang menanyakan apakah Yusni ingin menjual ikan-ikannya. Ia sempat terheran-heran. ''Ternyata laku juga,'' katanya.

Rupiah pun mengucur dari akuarium-akuarium itu. Tiap bulannya, dari sekitar 20-an pasang bisa menghasilkan 500 diskus. Ikan itu diambil eksportir untuk dikirim ke Belanda, AS, dan Singapura. ''Di Singapura ikan itu disortir, dijual lebih mahal,'' katanya. Ia sendiri menjual seharga Rp 20.000-an, untuk Blue Diamond.

Ia mengakui, bila bisnis diskus ini ditekuni, hasilnya lebih besar dari praktek dokter. ''Tapi, ini hobi, bukan bisnis,'' katanya. Itulah sebabnya, meskipun saat ini ikan-ikannya tidak berproduksi, Yusni tetap merawat mereka baik-baik.

Untuk itu pula, psikiater di Rumah Sakit Afia, Jakarta Pusat ini tak segan mengeluarkan sekitar Rp 400.000 untuk makanan ikan. Dengan waktu makan tiga kali sehari, melahap larva blood worm sebanyak 6 ons.

Ikan-ikannya boleh jadi tengah macet berproduksi besar-besaran, tapi Yusni punya rencana lain. Ia ingin menghasilkan ikan dengan warna-warna baru. Salah satunya, ia ingin menghasilkan polos kuning dengan menjodohkan Marlboro dengan Si Blue Diamond. ''Kalau bisa jadi harganya mahal, Rp 10 juta,'' kata bendahara Kelompok Diskus Indonesia, organisasi yang beranggota sekitar 100 orang ini.

Tak cuma warna. Diskus pun dinilai dari rupanya. Semakin bagus dia bila bentuknya semakin mirip cakram. ''Jadi, mulutnya tidak mencuat,'' jelas wanita yang gemar bercocok tanam dan juga menyulam ini.

Menjodohkan diskus, diakuinya, susah-susah gampang. Pasalnya, ikan ini sensitif dan monogamis. Bila pasanganya mati, ia tak mudah pindah 'ke lain hati'. Walhasil, saat diberi pasangan baru, ia marah. ''Pasangan barunya dipukul-pukul pakai ekornya,'' jelas Yusni.

Sekali bertelur, seekor ikan bisa menghasilkan 200 hingga 300. Namun, tak semuanya jadi. Bila telur yang dibuahi menetas, ikan-ikan kecil akan menempel pada tubuh ikan betina. Sebab, ikan muda makan lendir pada tubuh ikan dewasa itu. Namun, seringkali ikan betina itu menyantap ikan-ikan kecil yang menumpang pada badannya.

Untuk menjaga kesehatan ikan-ikannya, air akuarium harus diganti tiap harinya. Airnya pun harus dibersihkan lebih dulu dari kaporit. Kotoran ikan pun harus segera disingkirkan dengan alat penyedot.

Bila dibiarkan, kotoran yang mengandung amoniak ini bisa menghambat pertumbuhan ikan. ''Ikan-ikan itu jadi kerdil,'' katanya. Malam hari pun bukan halangan baginya untuk menyedot kotoran yang menempel di dasar akuarium.

Ikan-ikan Yusni memang indah. Namun, jangan berharap bisa duduk menikmatinya di ruang akuarium. Ruangan berukuran 3x4 meter itu panas dan pengap. Maklum, lubang-lubang anginnya ditutup. ''Udaranya disesuaikan kebutuhan ikan,'' katanya. Diskus yang umurnya bisa mencapai 4 tahun ini membutuhkan suhu 25-27 derajat Celcius.

Yusni mengaku memperoleh ketenangan dari hobi merawat ini. ''Mereka itu indah, gerakannya gemulai, warnanya cantik,'' ujarnya sambil menggerakkan tangannya dengan halus, menirukan gerak peliharaannya.

Ia percaya, memandangi ikan-ikan peliharaan itu bisa mempengaruhi karakter si pemilik. ''Bisa menimbulkan ketenangan.''
Lain halnya, katanya, dengan ikan arwana. ''Dia gagah berani, mencaplok mangsanya dengan tenang. Biasanya mempengaruhi sifat kita, dalam bisnis mencaplok-caplok ha...ha...ha...''
poy ()
Diposkan oleh mas wira di 19:33 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Berbagai Strain Diskus

Gold Diamond


Red Marlboro


Pearl Pigeon


Blue


MarlBoro


Red Pigeon


Snake Fin



Red Ribbon

Diposkan oleh mas wira di 19:31 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Sejarah Singkat diskus

Sebutan Discus bagi ikan ini mengacu pada bentuk tubuhnya yang menyerupai lempengan piring (disk) yang berdiri tegak. Discus termasuk dalam famili Cichlidae, dan tergolong dalam genus Symphysodon. Symphysodon berarti "memiliki gigi pada bagian tengah rahang".

Discus yang pertama kali dikenal adalah Symphysodon discus heckel. Deskripsinya ditulis oleh Heckel pada tahun 1840. Jenis ini dikenal sebagai "Discus Sejati". Discus Heckel berbeda dengan Discus lainnya. Jenis ini memiliki tiga garis vertikal yang lebih jelas,yaitu baris pertama yang melewati kepala, baris kelima yang melewati bagian tengah tubuh, dan garis ke sembilan atau garis ekor. Selain itu S. discus diselimuti oleh marking biru bergelombang pada bagian samping tubuhnya. S.discus berasal dari Rio Negro dan anak-anak sungainya.

Symphysodon aequifasciata aequifasciata, dikenal sebagai Discus Hijau,dideskripsikan pertama kali oleh Pellegrin pada tahun 1904. Ikan ini merupakan jenis Discus kedua yang "ditemukan". Mereka ditemukan di Danau Tefe dan Peruvian Amazonia. Selama tigapuluh tahun kemudian ikan ini terlupakan dan baru dikenal oleh para hobiis setelah diperkenalkan pada sekitar petengahan tahun 1930-an.

Diawal sejarah pembudidayaannya, pengembangbiakan Discus pada awalnya mengacu pada Angel Fish (P. scalare) karena kesamaan dan dekatnya hubungan kedua ikan tersebut, yaitu dengan cara memindahkan telur, menetaskan mereka dalam tempat terpisah kemudian membesarkan burayaknya. Akan tetapi asumsi ini tidak berlaku. karena Discus ternyata diketahui memiliki cara perkembanganbiakkan yang khusus. Pembudidayaan Discus baru "berhasil" pada akhir tahun 1950-an yaitu pada "jaman" Jack Wattley di Amerika dan Eduard Schmidt-Focke di Jerman yang merintis usaha awal pembudidayaan ikan ini.

Pada tahun inilah Discus mulai "ramai" dibicarakan oleh perintis-perintis awal hobiis discus kawakan seperti, selain kedua disebutkan sebelumnya, adalah: Harald Schlutz, Herbet R. Axelrod, Herbet Haertel dll. Pada masa ini tidak jarang ditemukan orang yang frustrasi karena gagal dalam mencoba membudidayakan Dscus, beberapa orang dilaporkan pernah melakukan percobaan bunuh diri, lainnya harus dirawat dibawah pengawasan psiktiater, dan ada pula yang "menghilang". Beberapa orang mengorbankan kolam renangnya sebagai cadangan air bagi discus-nya, yang lain harus merelakan "bath-tube"nya untuk kelangsungah hidup ikan tersebut, dan lain sebagainya. Perjalanan untuk mendapatkan discus di habitat aselinyanyapun, di Amazon, bukan merupakan pekerjaan yang mudah.

Pada tahun 1960, Schultz mendeskripsikan dua sub-spesies Discus lainnya, yaitu: Symphysodon aequifasciata ; S. aequifasciata axelrodi, Discus Coklat dari Belem , dan S. aequifasciata haraldi, Discus Biru, yang ditemukan di dekat Manaus, Brazil. Pengkelasan ini sempat mengundang kontroversi, karena para ahli taksonomi hanya mengakui satu spesies saja, sedang yang dianggap sebagai sub spesies hanyalah disebabkan oleh variasi perbedaan warna yang bersifat regional.

Pada 30 tahun terakhir, berbagai strain Discus telah "dibuat" melalui seleksi di Jerman, Amerika dan Jepang. Disusul kemudian oleh negara-negara lain termasuk Indonesia. Saat ini, berbagai strain Discus dapat ditemui di pasaran dengan harga beragam tergantung pada strain yang bersangkutan.
Diposkan oleh mas wira di 19:31 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Apakah Diskus itu?
Diskus berasal dari Amazona (Brazil), bentuk tubuhnya pipih bundar dengan warna dasar coklat kemerahan dengan garis berombak dan beraneka ragam tak teratur mulai dari dahi sampai samping perut. Matanya berwarna merah dan garis tengah tubuhnya paling besar 15 cm. Salah satu sifatnya yang menonjol adalah ikan ini tidak suka menggangu dan diganggu, oleh sebab itu lebih senang menyendiri atau mengelompok dengan sejenisnya.

Untuk memilih jenis kelamin ikan diskus masih sulit, cara yang terbaik adalah dengan memelihara sekawanan diskus sejak kecil. Setelah berumur 15-20 bulan diskus akan memilih pasangannya sendiri. Pasangan tersebut kita ambil dan dipindahkan untuk dipijahkan.

Pemijahan :
Sediakan akuarium berukuran75x35x35 cm.
Suhu air antara 28°C-30oC dan usahakan pHnya antara 5-6. Air dapat diambil dari sumur PAM yang telah diendapkan selama 24 jam.
Pasang filter dan aerator.
Masukkan induk diskus yang telah berpasangan.
Sediakan paralon/pot di dalam akuarium untuk menempelkan telur.

lnduk yang telah matang telur akan menempelkan telumya pada paralon/pot yang telah disediakan, telur yang baik akan menetas setelah 60 jam. Kemudian larvanya akan dibersihkan dan dipindahkan ke tempat yang aman dan bersih oleh induknya. Setelah 3-4 hari larva ini sudah dapat berenang dan mulai saat ini tubuh si induk akan digelayuti anaknya sambil menghisap lendir di sekujur tubuh induknya sebagai makanan utama. Kemudian setelah berumur 1 minggu anak diskus bisa diberi makanan berupa kutu atau larva artemia. Baru pada umur 1 bulan kita pisahkan dari induknya dan dipindahkan ke tempat lain yang lebih luas atau akuarium ukuran 120x50x50 cm, agar dapat digunakan untuk pemeliharaan selanjutnya.

Keterangan gambar : Discus Cihlids (Symphysodon spp.)




Hak Cipta 2003, Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Diposkan oleh mas wira di 19:28 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Ngomongin Diskus Nyok!
T : Kalau majang diskus itu sendiri atau dengan ikan laen?
J : Bisa aja di campur kok asal ikannya ngga galak dan juga ngga bawa bibit penyakit.

T : Aquariumnya pake aquascape atau gundul aja?
J : Pake aquascape aja, diskus kan habitatnya di lingkungan yang banyak tanaman air

T : Gimana cara ngasih makan diskus?
J : sebaiknya pake pakan alami 2-3 kali sehari

T : Strain apa aja yang ada di pasaran?
J : Di pasaran Indonesia ada empat strain diskus sperti Red Pigeon (warna dasar orange bertotol biru), Cobalt (warna dasar seperti pohon mahoni bertotol biru), Blue (warna dasar biru), Marlboro (warna dasar merah dengan garis garis biru),

T : bagaimana dengan kualitas air?
J : Oksigen (2-5ppm), pH (6.5 untuk pemeliharaan dan 6 untuk pemijahan), Suhu (28 – 30 oC), kesadahan (2-4 DH)
T : Apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemilihan diskus?
J : Bebas penyakit dan bekas penyakit, sisik tersusun rapi, sirip masih utuh, gerakan harus wajar tidak terlalu tenang dan tidak menghentak hentak, Kedua maT ukurannya harus normal, pada diskus seumuran pilih diskus paling besar di akuarium itu.

T : Berapa padat tebarnya?
J : untuk ukuran 6 – 7 cm maka satu ekor ikan membutuhkan air antara 6 – 7 liter. Makin besar ikan maka kebutuhan air makin besar dan padat tebar semakin jarang.

T : Bagaimana cara memijahkan diskus?
J : supaya tidak terlalu mahal sebaiknya memelihara diskus dari remaja. Bisa dimulai dengan membeli 2 lunis (24 ekor) dan di rawat dalam aquarium 135 Liter. Calon indukan itu akan mencari pasangan masing masing.
T : Membedakan Jantan dan betina bagaimana caranya?
J : betina memiliki bibir yang simetris sedangkan jantan memiliki bibir atas yang lebih menonjol atau memble istilah kerennya, warna diskus jantan relatif lebih menarik dari betina,jantan lebih agresif. Cara paling akurat adalah meilhat alat kelaminnya : diskus jantan alat kelaminya lancip dan diskus betina alat kelaminya bulat.

T : Umur berapa diskus bisa memijah?
J : tergantung strain tapi sebagai patokan biasanya diskus 18 bulan sudah bisa dipijahkan
Diposkan oleh mas wira di 19:26 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Kamis, 27 Desember 2007
kedudukan pakan alami


Pakan alami memiliki komposisi gizi yang baik diantaranya protein, lemak, karbohidrat dan mineral. Protein berguna saat proses pertumbuhan dan pengganti sel yang rusak sebagai zat pembangun. Lemak dan karbohidrat berfungsi sebagai pembentuk energy yang akan digunakan tubuh. Vitamin dan mineral akan membantu proses metabolism, mengatur proses fisiologis, membentuk enzim dan hormon serta menjaga kesehahatan tubuh ikan.

Selain itu ikan mengandung berbagai pigmen yang akan memperindah warna ikan hias seperti melanin yang membentuk warna coklat sampai hitam, guanin yang menghasilkan rona cerah pada ikan dankaroten yang membentuk warna merah, kuning, jingga dan mencerahkan warna ikan.

Pakan alami sangat dibutuhkan dunia pembenihan karena pakan alami dapat bergerak aktif dan sehingga mengundang larva ikan untuk memakannya. Pada larva, setelah kuning telur habis perlu diberikan tambahan pakan supaya larva tetap mendapat asupan nutrisi. Masalah yang dihadapi adalah larva belum biasa mendapatkan pakan dan bukaan mulut larva masih sangat kecil. Gerakan yang dibuat pakan alami (contohnya : inforia, Dapnia, Artemia) akan merangsang larva memakannya dan ukurannya yang kecil cocok dengan bukaan mulut larva.

Pada dunia pembesaran pakan alami sering digunakan untuk memacu pertumbuhan ( misalnya cacing sutra ) atau untuk memperbanyak dan memperbaiki kualitas telur (misalnya Bloodworm)

Untuk lebih lanjut silakan search di blog ini
Diposkan oleh mas wira di 14:26 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Keunggunalan pakan alami

Keunggulan pakan alami?

1. Tidak Menurunkan Kualitas Air

Hal ini berlaku terutama untuk jenis pakan alami hidup karena berbeda dengan pakan buatan yang akan mengedap di dasar perairan. Pakan buatan yang tersisa akan terurai menjadi Amonia, Nitrit, Nitrat dan lain lain. Proses Penguraian itu membutuhkan Oksigen sehingga kadar Oksigen di perairan akan menurun. Amonia yang dihasilkan adalah senyawa yang sifatnya racun untuk ikan.

2. Tidak Mudah Rusak

Pakan alami yang berbentuk organism hidup relatif lebih tahan lama dan mudah rusak dengan sarat dipeluhara bukan dalam lingkungan yang sesuai dengan habitat aslinya.

3. Mudah Dicerna Ikan

Pakan alami mudah di cerna dalam saluran pencernaan ikan dan mudah di serap oleh usus halus ikan.

4. Cepat Berkembang Biak

Pakan alami sangat cepat berkembang biak di lingkungan yang kaya bahan organik. Sebaiknya perkembangan pakan alami ini juga diawasi supaya tidak lepas control.

Diposkan oleh mas wira di 14:20 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
red danio - ikan zebra berpendar merah

Keyword : Red danio, Zebra fish, Ikan Zebra, ikan permen

Label : AquaCulture, Akuakultur

ed Zebra Danio (glow in the dark) (FwF Danios Zebra red)

Red Zebra Danio (glow in the dark)

Where do fluorescent zebra fish come from?

Fluorescent zebra fish were specially bred to help detect environmental pollutants. By adding a natural fluorescence gene to the fish, scientists are able to quickly and easily determine when our waterways are contaminated. The first step in developing these pollution detecting fish was to create fish that would be fluorescent all the time. It was only recently that scientists realized the public's interest in sharing the benefits of this research. We call this the GloFish™ fluorescent fish.

Do fluorescent fish glow?

Fluorescent fish absorb light and then re-emit it. This creates the perception that they are glowing, particularly when shining an ultraviolet light on the fish in a dark room.


How common is the use of fluorescent zebra fish in science?

For over a decade, fluorescent zebra fish have been relied upon by scientists worldwide to better understand important questions in genetics, molecular biology, and vertebrate development. Fluorescent zebra fish have been particularly helpful in understanding cellular disease and development, as well as cancer and gene therapy.

What are the differences between fluorescent zebra fish and other zebra fish?

Aside from their brilliant color, fluorescent zebra fish are the same as other zebra fish in every way. This includes everything from general care and temperature preferences to growth rate and life expectancy.

Does the fluorescence harm the fish?

No. The fish are as healthy as other zebra fish in every way. Scientists breed them by adding a natural fluorescence gene to the fish eggs before they hatch. The fish is born with this unique color, and maintains the color throughout its life. The color is also passed on to their offspring.


What will happen if a fluorescent zebra fish escapes into the waterways?

Zebra fish are tropical fish and are unable to survive in non-tropical environments. They have been sold to pet owners worldwide for more than fifty years. Despite all these years of aquarium ownership, zebra fish are only found in tropical environments, such as their native India .

What if a fluorescent zebra fish is eaten?

Eating a fluorescent zebra fish is the same as eating any other zebra fish. Their fluorescence is derived from a naturally occurring gene and is completely safe for the environment. Just as eating a blue fish would not turn a predator blue, eating a fluorescent fish would not make a predator fluoresce.


Are you going to create more fluorescent fish?

Scientists all around the world are working with fluorescent fish, whether it's to help protect the environment or come up with new disease-fighting drug therapies. As more fluorescent fish become available, they may be offered for sale to the public.

How can buying these fish help in the fight against pollution?

These fish have already existed for several years and were developed to help fight pollution. By breeding these existing fish, we will allow people to have their own fluorescent fish while promoting the beneficial scientific goals behind their development. In fact, a portion of the proceeds from sales will go directly to the lab where these fish were created in order to further their research—research we hope will help to protect the environment and save lives.

Diposkan oleh mas wira di 14:08 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Menghindari Kematian Ikan Massal


BUDIDAYA YANG RAMAH LINGKUNGAN STUDY KASUS WADUK CIRATA

Dalam akuakultur atau budidaya perairan, kesehatan lingkungan tempat pemeliharaan ikan merupakan salah satu faktor penentu usaha budidaya menjadi untung atau rugi. Unsur kesehatan lingkungan perairan yang dimaksud seperti polusi dan penyakit.

Khususnya budidaya sistem tertutup, lingkungan perairan yang terpolusi dan berpenyakit memiliki potensi yang sangat besar untuk membunuh ikan secara massal dalam waktu yang singkat. Sistem manajemen budidaya yang baik dan pemeliharaan jenis ikan yang ramah lingkungan diduga merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya kegagalan usaha akuakultur yang disebabkan oleh kematian ikan secara massal.

Bukti pentingnya kesehatan lingkungan untuk mendukung kesinambungan usaha akuakultur dapat terlihat dalam sistem budidaya jaring apung di Waduk Cirata. Dalam beberapa tahun terakhir ini, berita kematian massal ikan di jaring apung Cirata hampir selalu terdengar, terutama pada saat musim hujan. Suhu air hujan yang lebih rendah daripada suhu perairan menyebabkan terjadinya pergerakan massa air dari dasar perairan ke permukaan (up-welling).

Massa air dari lapisan bawah perairan biasanya memiliki kadar oksigen terlarut yang rendah dan kadar polutan (seperti amonia) yang tinggi. Hal inilah yang sering menyebabkan ikan mati secara mendadak dan massal di Cirata. Karena up-welling terjadi secara alamiah dan tidak selalu merugikan, maka faktor alam ini tidak bisa diultimatum sebagai penyebab kematian ikan secara massal dan mendadak tersebut. Mungkin akan lebih bijaksana bila penyebab massa air lapisan bawah memiliki kandungan oksigen terlarut sangat rendah dan kadar polutan tinggi yang diselidiki.

Bila kita bandingkan kondisi budidaya jaring apung di Cirata dengan yang di Danau Kasumigaura di Jepang, maka ditemukan banyak hal yang sangat berbeda, seperti rasio jumlah unit jaring apung dengan luasan perairan dan tingkat kepadatan ikan dalam jaring apung. Dari segi luasan, Danau Kasumigaura (22.000 ha) adalah sekitar 2,8 kali lebih luas dibandingkan dengan Waduk Cirata (sekitar 7.900 ha). Tetapi, jumlah jaring apung dan tingkat produksi ikan di Cirata adalah jauh lebih banyak.

Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat no. 41 tahun 2002, jumlah jaring apung di Waduk Cirata dibatasi sebanyak 12.000 unit. Namun demikian, sampai pertengahan tahun 2004 jumlah tersebut telah meningkat lebih dari 3 kali lipat, yaitu 39.000 unit (Kompas, 26 Juni 2004). Bila pembatasan jumlah unit jaring apung di Cirata tersebut didasarkan pada daya dukung (carrying capacity) perairan, maka diduga bahwa sudah terjadi kelebihan muatan di Cirata. Selanjutnya, dari data tingkat produksi ikan di Cirata yang mencapai sekitar 78.000 ton per tahun, dibandingkan dengan tingkat produksi ikan di Danau Kasumigaura sekitar 5.000 ton per tahun, juga menunjukkan bahwa muatan Waduk Cirata sudah sangat tinggi.

Karena tingkat kepadatan ikan tinggi, maka dibutuhkan pakan dalam jumlah yang banyak untuk mencapai ukuran panen seperti yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu. Bila cara pemberian pakan juga tidak baik, maka jumlah pakan yang tidak dimakan oleh ikan menjadi banyak. Selain itu, bila kualitas pakan yang digunakan kurang bagus, maka banyak unsur nutrisi dari pakan yang hilang sebelum sempat dimakan oleh ikan, atau jumlah unsur nitrogen dan fosfor yang terbuang ke perairan lebih banyak. Telah diketahui bahwa nitrogen dalam bentuk senyawa amonia merupakan racun yang sangat berbahaya bila melebihi batas tertentu. Sedangkan unsur fosfor dapat menyebabkan populasi mikroorganisme menjadi sangat tinggi (blooming)

Selanjutnya, pakan yang tidak sempat dimakan oleh ikan dan jatuh ke dasar perairan akan didekomposisi oleh mikroba, dimana dalam proses dekomposisi ini membutuhkan oksigen. Bila pakan atau bahan pakan yang jatuh ke dasar perairan banyak, maka dibutuhkan oksigen yang banyak juga untuk dekomposisinya. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab rendahnya kadar oksigen terlarut pada massa air lapisan bawah.

Untuk mengatasi masalah kematian massal ikan di Cirata, beberapa cara mungkin bisa ditempuh, seperti mengurangi jumlah unit jaring apung yang ada, menurunkan padat penebaran ikan. Namun demikian kedua faktor ini membutuhkan pengertian dan kerjasama semua pihak, dan juga pengawasan yang ketat. Cara lain yang bisa ditempuh adalah penggunaan pakan ikan yang berkualitas. Pakan ramah lingkungan (environmental-friendly diet) telah berhasil diramu oleh ahli nutrisi Ikan di Universitas Ilmu dan Teknologi Kelautan Tokyo.

Pakan ini dibuat dengan menambahkan asam sitrat atau amino acid-chelated (asam amino yang terikat dengan mineral seperti Zn, Mn dan Cu) sehingga jumlah unsur fosfor yang dilepas ke air menjadi menurun. Dengan menggunakan pakan ikan ini, jumlah unsur fosfor yang tertahan (terakumulasi) di dalam tubuh ikan meningkat sekitar 30% untuk pakan yang ditambahkan asam sitrat atau 16,5% untuk pakan yang disuplementasi dengan amino acid-chelated. Penggunaan pakan ini juga berhasil menurunkan tingkat ekskresi nitrogen oleh ikan, meskipun tidak begitu tinggi.

Khusus untuk masalah polusi amonia yang jauh lebih berbahaya daripada fosfat, baru-baru ini telah dikembangkan strain ikan nila ramah lingkungan melalui pendekatan genetik. Caranya dengan menambah jumlah copy gen pengontrol hormon pertumbuhan ikan nila. Gen yang digunakan adalah berasal dari ikan nila sendiri. Dengan bertambahnya jumlah copy gen ini, aktivitas pertumbuhan jaringan otot ikan meningkat. Dengan kata lain bahwa makanan yang diperoleh sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan sel otot, bukan digunakan sebagai sumber energi. Dengan demikian amonia yang dikeluarkan dari tubuh ikan menjadi menurun, yaitu sekitar 30-40% lebih rendah daripada ikan biasa.

Pada sistem pemeliharaan ikan nila secara tertutup (closed ecological recirculating aquaculture system), jumlah nitrogen yang dilepas oleh ikan ke air mencapai 60% dari total nitrogen yang diperoleh dari makanan. Bila ikan ramah lingkungan ini digunakan, maka jumlah nitrogen yang dikeluarkan dari tubuh ikan ke perairan tersebut bisa dikurangi menjadi 36% dari total nitrogen yang diperoleh dari makanan. Pertumbuhan ikan nila ini juga 2-3 kali lebih cepat daripada ikan nila biasa. Bobotnya bisa mencapai sekitar 1,5 kg dalam waktu 7 bulan. Penambahan jumlah copy gen ini juga telah meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, sekitar 30% lebih tinggi daripada ikan biasa. Dengan karakter-karakter tersebut, maka pemeliharaan ikan ramah lingkungan ini akan baik bagi linkungan dan juga dapat menambah pendapatan petani ikan.

(Sumber : Simposium Nasional Bioteknologi Dalam Akuakultur, Juli 2006)

Dikutip dari :

DKP.go.id
Diposkan oleh mas wira di 14:05 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Rabu, 19 Desember 2007
Budidaya Ikan Bawal (part 2)

PEMBENIHAN IKAN BAWAL AIR TAWAR

( Colossoma macropomum )

I. PENDAHULUAN

Bawal ( Colossoma macropomum ) merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Ikan ini berasal dari Brazil. Pada mulanya ikan bawal diperdagangkan sebagai ikan hias, namun karena pertumbuhannya cepat, dagingnya enak dan dapat mencapai ukuran besar, maka masyarakat menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi. Sebutan lain ikan bawal adalah Gamitama (Peru), Cachama (Venezuela), Red Bally Pacu (Amerika Serikat dan Inggris). Sedangkan di negara asalnya disebut Tambaqui.

Walaupun ketenaran ikan bawal belum dapat disejajarkan dengan komoditas perikanan lainnya, namun permintaan konsumen setiap tahunnya terus meningkat, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Maka tak heran, bila dimasa yang akan datang akan menjadi komoditas unggulan seperti jenis-jenis ikan lainnya.

II. BIOLOGI

* Secara sistematika ikan bawal termasuk kedalam Genus Chacacoid dan species Colossoma macropomum.
* Badan agak bulat, bentuk tubuh pipih, sisik kecil, kepala hampir bulat, lubang hidung agak besar, sirip dada di bawah tutup insang, sirip perut dan sirip dubur terpisah, punggung berwarna abu-abu tua, perut putih abu-abu dan merah.
* Ikan bawal banyak ditemukan di sungai sungai besar seperti Amazon (Brazil), Orinoco (Venezuela). Hidup secara bergerombol di daerah yang airnya tenang.
* Bawal termasuk ikan karnivora, Giginya tajam namun tidak ganas seperti piranha. Makanan yg disukai pada fase larva adalah Brachionus sp., Artemia sp., dan Moina sp.
* Induk bawal sudah mulai dapat dipijahkan pada umur 4 tahun bila pertumbuhannya normal dapat mencapai berat 4 kg.
* Pemijahannya terjadi pada musim penghujan.

Kami juga melayani kegiatan magang atau pelatihan tentang teknik perikanan air tawar....silakan menghubungi kami

III. PEMBENIHAN

A. Pemeliharaan Induk

* Induk-induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 0,5 kg/m2. Setiap hari diberi pakan tambahan berupa pelet sebanyak 3 prosen dari berat tubuh ikan dan diberikan 3-4 kali sehari. Menjelang musim hujan jumlah pakannya ditambah menjadi 4 prosen. Induk betina yang beratnya 4 kg dapat menghasilkan telur sebanyak +400.000 butir.
* Tanda Induk yang matang Gonad.
* Betina: perut buncit, lembek dan lubang kelamin berwarna kemerahanJantan: perut langsing, warna merah dalam ditubuhnya lebih jelas dan bila diurut dari perut kearah kelamin keluar cairan berwarna putih/sperma.

B. Pemijahan.

* Pemijahan ikan bawal air tawar bisa dilakukan secara Induced Spawning, caranya induk betina disuntik hormon LHRH-a sebanyak 3 ?g/kg atau ovaprim 0,75 ml / kg . Induk jantan menggunakan LHRH-a sebanyak 2 ?g/kg atau ovaprim 0,5 ml/kg. LHRH-a dilarutkan dalam larutan 0,7 % NaCl.
* Induk betina disuntik dua kali dengan selang waktu 8-12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan penyuntikan kedua 2/3 nya.
* Induk yang sudah disuntik dimasukkan kedalam bak pemijahan yang dilengkapi dengan hapa. Selama pemijahan air harus tetap mengalir. Pemijahan biasanya terjadi 3 sampai 6 jam setelah penyuntikan kedua.

C. Penetasan

* Setelah memijah telur-telur diambil menggunakan scope net halus, kemudian telur tersebut ditetaskan didalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerasi dan water heater dengan suhu 27 - 29oC. Kepadatan telur antara 100 - 150 butir/liter, biasanya Telur-telur akan menetas dalam waktu 16 - 24 jam.

D. Pemeliharaan Larva

* Larva dipelihara dalam akuarium yang sama, namun sebelumnya 3/4 bagian airnya dibuang. Padat penebaran larva 50 - 100 ekor/liter larva yang berumur 4 hari diberi pakan berupa naupli Artemia, Brachionus atau Moina. Pemeliharaan larva ini berlangsung selama 14 hari. Selama pemeliharaan larva, air harus diganti setiap hari sebanyak 2/3 bagiannya. Setelah berumur 14 hari larva siap ditebar ke kolam pendederan.

E. Pendederan

* Pendederan ikan bawal dilakukan di kolam yang luasnya antara 500 -1.000 m2. Namun kolam tersebut harus disiapkan seminggu sebelum penebaran benih. Persiapan meliputi pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
* Setelah itu kolam dikapur dengan kapur tohor sebanyak 50 - 100 gram/m2 dan dipupuk dengan pupuk organik dengan dosis 500 gram/m2. Kemudian diisi air.
* Bila kolam sudah siap, larva diebar pada pagi hari dengan kepadatan 50 - 100 ekor/m2.
* Setiap hari diberi pakan tambahan berupa pelet halus sebanyak 750 gram/10 ribu ekor larva dengan frekuensi tiga kali sehari.
* Pemeliharaan di kolam pendederan selama 21 hari.

IV. Penyakit

Penyakit yang pernah ditemukan pada ikan bawal air tawar yang berumur satu bulan antara lain disebabkan oleh parasit, bakteri dan Kapang (Jamur)

Parasit
# " Ich " Atau " White spot ", biasanya menyerang ikan apabila suhu media pemeliharaan dingin, cara mengatasinya yaitu dengan menaikkan suhu (dengan water heater) sampai kurang lebih 29 derajat Celcius dan pemberian formalin 25 ppm. Pada media pemeliharaannya.

Bakteri.
# Streptococus sp. dan Kurthia sp. cara mengatasinya yaitu dengan menggunakan antibiotik tetrasiklin dengan dosis 10 ppm.

Kapang (Jamur)
# Jamur ini merupakan akibat dari adanya luka yang disebabkan penanganan ( Handling ) yang kurang hati-hati. Cara mengatasinya dengan menggunakan Kalium Permanganat ( PK ) dengan dosis 2-3 ppm.
dikutip dari
http://bbat-sukabumi.tripod.com/biak.html
Diposkan oleh mas wira di 10:16 2 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Budidaya Ikan Bawal


* PENDAHULUAN

Usaha pembesaran dilakukan dengan maksud untuk memperoleh ikan ukuran konsumsi atau ukuran yang disenangi oleh konsumen. Pembesaran ikan bawal dapat dilakukan di kolam tanah maupun kolam permanen, baik secara monokultur maupun polikultur. Bawal air tawar saat ini banyak diminati sebagai ikan konsumsi dan cocok untuk dibudidayakan di Kabupaten Magelang. Ikan Bawal mempunyai beberapa keistimewaan antara lain : Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik. Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai daging ikan Gurami.

* PERSIAPAN KOLAM

Kolam untuk pemeliharaan ikan bawal dipersiapkan seperti halnya ikan air tawar lainnya. Persiapan kolam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan makanan alami dalam jumlah yang cukup. Setelah dasar kolam benar-benar kering dasar kolam perlu dikapur dengan kapur tohor maupun dolomit dengan dosis 25 kg per 100 meter persegi. Hal ini untuk meningkatkan pH tanah, juga dapat untuk membunuh hama maupun patogen yang masih tahan terhadap proses pengeringan. Kolam pembesaran tidak mutlak harus dipupuk. Ini dikarenakan makanan ikan bawal sebagian besar diperoleh dari makanan tambahan atau buatan. Tapi bila dipupuk dapat menggunakan pupuk kandang 25 - 50 kg/100 m2 dan TSP 3 kg/100 m2. Pupuk kandang yang digunakan harus benar-benar yang sudah matang, agar tidak menjadi racun bagi ikan. Setelah pekerjaan pemupukan selesai, kolam diisi air setinggi 2-3 cm dan dibiarkan selama 2-3 hari, kemudian air kolam ditambah sedikit demi sedikit sampai kedalaman awal 40-60 cm dan terus diatur sampai ketinggian 80-120 cm tergantung kepadatan ikan. Jika warna air sudah hijau terang, baru benih ikan ditebar (biasanya 7~10 hari setelah pemupukan).

* PEMILIHAN DAN PENEBARAN BENIH.

Pemilihan benih. Pemilihan benih mutlak penting, karena hanya dengan benih yang baik ikan akan hidup dan tumbuh dengan baik. Penebaran benih Sebelum benih ditebar perlu diadaptasikan, dengan tujuan agar benih ikan tidak dalam kondisi stres saat berada dalam kolam. Cara adaptasi : ikan yang masih terbungkus dalam plastik yang masih tertutup rapat dimasukan kedalam kolam, biarkan sampai dinding plastik mengembun. Ini tandanya air kolam dan air dalam plastik sudah sama suhunya, setelah itu dibuka plastiknya dan air dalam kolam masukkan sedikit demi sedikit kedalam plastik tempat benih sampai benih terlihat dalam kondisi baik. Selanjutnya benih ditebar/dilepaskan dalam kolam secara perlahan-lahan.

* KUALITAS PAKAN DAN CARA PEMBERIAN

Kualitas dan kuantitas pakan sangat penting dalam budidaya ikan, karena hanya dengan pakan yang baik ikan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang kita inginkan. Kualitas pakan yang baik adalah pakan yanq mempunyai gizi yang seimbang baik protein, karbohidrat maupun lemak serta vitamin dan mineral. Karena ikan bawal bersifat omnivora maka makanan yang diberikan bisa berupa daun-daunan maupun berupa pelet. Pakan diberikan 3-5 % berat badan (perkiraan jumlah total berat ikan yang dipelihara). Pemberian pakan dapat ditebar secara langsung.

* PEMUNGUTAN HASIL

Pemungutan hasil usaha pembesaran dapat dilakukan setelah ikan bawal dipelihara 4-6 bulan, waktu tersebut ikan bawal telah mencapai ukuran kurang lebih 500 gram/ekor, dengan kepadatan 4 ekor/m 2 . Biasanya alat yang digunakan berupa waring bemata lebar. Ikan bawal hasil pemanenan sebaiknya penampungannya dilakukan ditempat yang luas (tidak sempit) dan keadaan airnya selalu mengalir.


dikutip dari :

http://dinaskukm.jakarta.go.id/info.php?id=5
Diposkan oleh mas wira di 10:16 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Fish farming



Main article: Fish farming

Fish farming is the principal form of aquaculture, while other methods may fall under mariculture. It involves raising fish commercially in tanks or enclosures, usually for food. A facility that releases juvenile fish into the wild for recreational fishing or to supplement a species' natural numbers is generally referred to as a fish hatchery. Fish species raised by fish farms include salmon, catfish, tilapia, cod, carp, trout and others.

Increasing demands on wild fisheries by commercial fishing operations have caused widespread overfishing. Fish farming offers an alternative solution to the increasing market demand for fish and fish protein.
Diposkan oleh mas wira di 10:13 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Algaculture
from : Wikipedia.org

Main article: Algaculture

An open pond Spirulina farm
An open pond Spirulina farm

Algaculture is a form of aquaculture involving the farming of species of algae. The majority of algae that are intentionally cultivated fall into the category of microalgae, also referred to as phytoplankton, microphytes, or planktonic algae.

Macroalgae, commonly know as seaweed, also have many commercial and industrial uses, but due to their size and the specific requirements of the environment in which they need to grow, they do not lend themselves as readily to cultivation on a large scale as microalgae and are most often harvested wild from the ocean.
Diposkan oleh mas wira di 10:12 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Senin, 17 Desember 2007
Budidaya Ikan Mas Koki Mutiara

BUDIDAYA IKAN HIAS MAS KOKI MUTIARA
1. PENDAHULUAN
Ikan koki mutiara merupakan jenis ikan mas yang mempunyai tubuh bulat dengan kepala kecil dan ekor lebar. Ikan ini berasal dari daratan cina, namun di Indonesia sudah lama dapat dibudidayakan.
Pemasaran ikan ini selain di dalam negeri juga merupakan jenis ikan yang di eksport dan harganyapun cukup tinggi.
2. PEMIJAHAN


1)
Pemilihan induk

a.
Induk yang baik untuk dipijahkan sudah berumur + 8 bulan, dengan ukuran minimum sebesar telur itik.
b. Pilih induk yang berkepala kecil dengan tubuh bulat, sisik utuh dan tersusun rapih. Jika ikan sedang bergerak, ekor dan sirip akan kelihatan tegak.
c. Untuk mendapatkan keturunan yang berwarna, maka calon induk yang akan dipijahkan berwarna polos. Gunakan induk jantan berwarna putih dan betina berwarna hitam atau hijau lumut atau sebaliknya.

2)
Perbedaan jantan dan betina
INDUK JANTAN

INDUK BETINA
Pada sirip dada terdapat bintik-bintik bulat menonjol dan jika diraba terasa kasar.
Pada sirip dada terdapat bintik-bintik dan terasa halus jika diraba.
Induk yang telah matang jika diurut pelan kerarah lubang genital akan keluar cairan berwarna putih Jika diurut, keluar cairan kuning bening. Pada induk yang telah matang, perut terasa lembek dan lubang genital kemerah-merahan.
3) Cara pemijahan

a.
Bak/aquarium yang telah bersih diisi dengan air yang telah diendapkan + 24 jam, kemudian letakkan eceng gondok untuk melekatkan telurnya.
b. Pilihlah induk yang telah matang telur, masukkan kedalam bak pada sore hari. Bila pemilihan induk dilakukan dengan cermat, biasanya keesokan harinya telur sudah menempel pada akar eceng gondok.
c. Karena telur tidak perlu dierami, induk dapat segera dipindahkan ke kolam penampungan induk, untuk menunggu sampai saat pemijahan berikutnya. Jika perawatannya baik, maka 3 ~ 4 minggu kemudian induk sudah dapat dipijahkan kembali.
3. PEMELIHARAAN BENIH


1)


Setelah 2 ~ 3 hari telur akan menetas, sampai berumur 2 ~ 3 hari benih belum diberi makan, karena masih mempunyai persediaan makanan pada yolk sac-nya (kuning telur).
2) Pada hari ke 3 ~ 4 benih sudah dapat diberi makanan kutu air yang telah disaring.
3) Setelah berumur + 15 hari benih mulai dicoba diberi cacing rambut disamping masih diberi kutu air, sampai benih keseluruhannya mampu memakan cacing rambut baru pemberian kutu air dihentikan.
4) Untuk telur yang ditetaskan di aquarium maka sebainya setelah benih berumur + 1 minggu dipindahkan ke bak/kolam yang lebih luas.
5) Ketinggian air dalam bak 10 ~ 15 cm dengan pergantian air 5 ~ 7 hari sekali. Setiap pergantian air gunakan air yang telah diendapkan lebih dahulu.
6) Untuk menghindari sinar matahari yang terlalu terik diperlukan beberapa tanaman pelindung berupa eceng gondok.
4. PEMBESARAN


1)


Pembesaran ikan dilakukan setelah benih berumur lebih dari 1 bulan sampai induk.
2) Jenis koki mutiara ini memerlukan banyak sinar matahari, untuk itu tanaman eceng gondok dapat dikurangi atau dihilangi.
3) Untuk tahap pertama pembesaran dapat ditebar + 1.000 ekor ikan dalam bak berukuran 1,5 x 2 m. Kemudian penjarangan dapat dilakukan setiap 2 minggu dengan dibagi 2.
4) Pergantian air dapat dilakukan 3 ~ 5 hari sekali, juga dengan air yang telah diendapkan.
5) Makanan yang diberikan berupa cacing rambut. Makanan diberikan pada pagi hari secara adlibitum (secukupnya). Jika pada sore hari makanan masih tersisa, segera diangkat/dibersihkan.
6) Setelah berumur 4 bulan ikan sudah merupakan calon induk. Untuk itu jantan dan betina segera dipisahkan sampai berumur 8 bulan yang telah siap dipijahkan. Untuk induk ikan sebaiknya makanan yang diberikan yaitu berupa jentik nyamuk (cuk).
7) Sepasang induk dapat menghasilkan telur 2.000 s/d 3.000 butir untuk sekali pemijahan.
5. PENUTUP
Ikan mas koki mutiara mempunyai nilai ekonimis tinggi. Untuk benih berumur 1 bulan harganya berkisar Rp. 30,- s/d Rp. 50,- sedangkan sepasang induk berkisar Rp. 5.000,- s/d 10.000,-

Dengan cara pemeliharaan yang tepat disertai ketekunan dapat diharapkan penghasilan yang lumayan.
6. SUMBER
Dinas Perikanan DKI Jakarta, Jakarta, 1996
7. KONTAK HUBUNGAN
Dinas Perikanan DKI Jakarta

dikutip dari :
http://warintek.bantul.go.id/web.php?mod=basisdata&kat=1&sub=3&file=65
Diposkan oleh mas wira di 18:18 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Budidaya Udang Windu

BUDIDAYA UDANG WINDU
( Palaemonidae / Penaeidae )

BUDIDAYA UDANG WINDU
1. SEJARAH SINGKAT
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli.

Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.
2. SENTRA PERIKANAN
Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
3. JENIS
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub Kelas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Super Ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub Ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
4. MANFAAT


1.
Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
2. Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.
3. Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
4. Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
5. Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
6. Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.
5. PERSYARATAN LOKASI


1.


Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 derajat C.
2. Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah.
3. Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).
4. Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
5. Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat C; kadar garam/salinitas=0- 35 permil dan optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan secchi disk)
6. Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) <>
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Syarat konstruksi tambak:

1)
Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari bantara sungai.
2) Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.
3) Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air.
4) Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga.
5) Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.
6) Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.
7) Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air. Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif.

1. Tambak Ekstensif atau Tradisional

a)
Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.
b) Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.
c) Luasnya antara 3-10 ha per petak.
d) Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50 cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
e) Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.
f) Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.
g) Pada tambak ini tidak ada pemupukan.

2. Tambak Semi Intensif

a)
Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha/petakan.
b) Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan.
c) Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen.
d) Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.
e) Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.
f) Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.

3. Tambak Intensif

a)
Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah.
b) Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah.
c) Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.
d) Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak.
e) Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di sudut petak.
f) Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.
g) Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa.

Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:

1. Petakan Tambak

a)
Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak pengairannya berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga macam petakan: petak pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak pembesaran dengan perbandingan luas 1:9:90.
b) Selain itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang terdalam. Dari petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian air untuk pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai pintu air sendiri, yang dinamakan pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan. Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut juga saluran pembagi air.
c) Setiap petakan terdiri dari caren dan pelataran.

2. Pematang/Tanggul

a)
Ada dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara.
b) Pematang utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit yang bersangkutan dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.
c) Pematang antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang satu dengan yang lain dalam satu unit.
d) Ukurannya tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas 0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1. Pematang dibuat dengan menggali saluran keliling yang jaraknya dari pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm.

3. Saluran dan Pintu Air

a)
Saluran air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan sejajar dengan permukaan air surut terrendah. Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebagai pelindung.
b) Ada dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder (tokoan/pintu air petakan).
c) Pintu air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke dalam tambak yang termasuk dalam satu unit.
d) Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar saluran keliling,serta sejajar dengan dasar saluran pemasukan air.
e) Bahan pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu (kayu besi, kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll)
f) Setiap pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di antaranya diisi tanah yang disebut lemahan.
g) Pintu air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang menghadap ke saluran air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan tambak. Saringan terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk.

4. Pelindung:

a)
Sebagai bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat dipasang rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang pematang juga dapat digunakan sebagai pelindung.
b) Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsi juga untuk mencegah hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk pada salah satu sudut karena tiupan angin.

5. Pemasangan kincir:

a)
Kincir biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan air.
b) Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran kincir itu mencapai 75-90%.

6.2. Pembibitan

1. Menyiapkan Benih (Benur)
Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam.
Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya, yaitu :

a)
Benih yang masih halus, yang disebut post larva.
Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas.
b) Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil.
Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selangseling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru.

Cara Penangkapan Benur:

a)
Benih yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabar dan seser.
- Belabar adalah rangkaian memanjang dari ikatan-ikatan daun pisang kering, rumput-rumputan, merang, atau pun bahan-bahan lainnya.
- Kegiatan penangkapan dilakukan apabila air pasang.
- Belabar dipasang tegak lurus pantai, dikaitkan pada dua buah patok, sehingga terayun-ayun di permukaan air pasang.
- Atau hanya diikatkan pada patok di salah satu ujungnya, sedang ujung yang lain ditarik oleh si penyeser sambil dilingkarkan mendekati ujung yang terikat. Setelah lingkaran cukup kecil, penyeseran dilakukan di sekitar belabar.
b) Benih kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara langsung diseser atau dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat dari ranting pohon yang ditancapkan ke dasar perairan. Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon.

Pembenihan secara alami dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke dalam tambak. Biasanya dilakukan oleh petambak tradisional.

Benih udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah benur yang bermutu baik. Adapun sifat dan ciri benur yang bermutu baik yang didapat dari tempat pembibitan adalah:

a)
Umur dan ukuran benur harus seragam.
b) Bila dikejutkan benur sehat akan melentik.
c) Benur berwarna tidak pucat.
d) Badan benur tidak bengkok dan tidak cacat.

2. Perlakuan dan Perawatan Benih

a)
Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah Pemeliharaan larva yang baik adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam diatomae, kolam induk, dan kolam larva dipisahkan.
- Kolam Diatomae
Diatomae untuk makanan larva udang yang merupakan hasil pemupukan adalah spesies Chaetoceros, Skeletonema dan Tetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter.
Spesies diatomae yang agak besar diberikan kepada larva periode mysis, walaupun lebih menyukai zooplankton.
- Kolam Induk
Kolam yang berukuran 500 liter ini berisi induk udang yang mengandung telur yang diperoleh dari laut/nelayan. Telur biasanya keluar pada malam hari. Telur yang sudah dibuahi dan sudah menetas menjadi nauplius, dipindahkan.
- Kolam Larva
Kolam larva berukuran 2.000-80.000 liter. Artemia/zooplankton diambil dari kolam diatomae dan diberikan kepada larva udang mysis dan post larva (PL5-PL6).
Artemia kering dan udang kering diberikan kepada larva periode zoa sampai (PL6). Larva periode PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran dengan kepadatan 32-1000 ekor/m2, yang setiap kalidiberi makan artemia atau makanan buatan, kemudian PL20-PL30 benur dapat dijual atau ditebar ke dalam tambak.
b) Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan
- Petak pendederan benur merupakan sebagian dari petak pembesaran udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang terletak di salah satu sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm, suhu 26-31derajat C dan kadar garam 5-25 permil.
- Petak terbuat dari daun kelapa atau daun nipah, agar benur yang masih lemah terlindung dari terik matahari atau hujan.
- Benih yang baru datang, diaklitimasikan dulu. Benih dimasukkan dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang kadar garam dan suhunya hampir sama dengan keadaan selama pengangkutan. Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut dikeluarkan dan diganti dengan
air dari petak pendederan.
- Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau ikan yang dihaluskan.
- Pakan tambahan berupa pellet udang yang dihaluskan. Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat benih udang per hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih halus ± 0,003 gram dan berat benih kasar ± 0,5-0,8 g.
- Pellet dapat terbuat dari tepung rebon 40%, dedak halus 20 %, bungkil kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%.
- Pakan yang diperlukan: secangkir pakan untuk petak pengipukan /pendederan seluas 100 m2 atau untuk 100.000 ekor benur dan diberikan 3-4 kali sehari.
c) Cara Pengipukan di dalam Hapa
- Hapa adalah kotak yang dibuat dari jaring nilon dengan mata jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos.
- Hapa dipasang terendam dan tidak menyentuh dasar tambak di dalam petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah dilakukan, dengan cara mengikatnya pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar petak tambak itu. Beberapa buah hapa dapat dipasang berderet-deret pada suatu petak tambak.
- Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kehendak, misalnya panjang 4- 6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.
- Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000 ekor/m2.
- Pakan benur dapat berupa kelekap atau lumut-lumut dari petakan tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan berupa pelet udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk.
- Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4 minggu, sampai panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.
- Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan seminggu sekali.
- Hapa sangat berguna bagi petani tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup.
d) Cara pengangkutan:
Pengangkutan menggunakan kantong plastik:
- Kantong plastik yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih 1000 ekor.
- Kantong plastik diberi zat asam sampai menggelembung dan diikat dengan tali.
- Kantong plastik tersebut dimasukkan dalam kotak kardus yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10% dari berat airnya.
- Benih dapat diangkut pada suhu 27-30 derajat C selama 10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%.
Pengangkutan dengan menggunakan jerigen plastik:
- Jerigen yang digunakan yang berukuran 20 liter.
- Jerigen diisi air setengah bagiannya dan sebagian lagi diisi zat asam bertekanan lebih.
- Jumlah benih yang dapat diangkut antara 500-700 ekor/liter. Selama 6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%.
- Dalam perjalanan jerigen harus ditidurkan, agar permukaannya menjadi luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk.
- Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan es batu.
e) Waktu Penebaran Benur
Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh.

6.3. Pemeliharaan Pembesaran

1. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu: kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
Cara pemupukan:

a)
Untuk pertumbuhan kelekap

-
Tanah yang sudah rata dan dikeringkan ditaburi dengan dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.
- Kemudian ditaburi pupuk kandang (kotoran ayam, kerbau, kuda, dll), atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
- Tambak diairi sampai 5-10 cm, dibiarkan tergenang dan menguap sampai kering.
- Setelah itu tambak diairi lagi sampai 5-10 cm, dan ditaburi pupuk kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
- Pada saat itu ditambahkan pula pupuk anorganik, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.
- Sesudah 5 hari kemudian, kelekap mulai tumbuh. Air dapat ditinggikan lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya 40 cm di atas pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.
- Selama pemeliharaan, diadakan pemupukan susulan sebanyak 1-2 kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha.
b) Untuk pertumbuhan lumut

-
Tanah yang telah dikeringkan, diisi air untuk melembabkannya, kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke dalam lumpur.
- Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm, kemudian dipupuk dengan urea 14 kg/ha dan TSP 8 kg/ha.
- Air ditinggikan sampai 40 cm setelah satu minggu.
- Mulai minggu kedua, setiap seminggu dipupuk lagi dengan urea dan TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya.
- Lumut yang kurang pupuk akan berwarna kekuningan, sedangkan yang dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut yang terlalu lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu lumut hanya digunakan untuk pemeliharaan udang yang dicampur dengan ikan yang lain.
c) Untuk pertumbuhan Diatomae

-
Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk fosfor (P) menghendaki perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya mendekati 1:1, yang tumbuh adalah Dinoflagellata.
- Sebagai sumber N, pupuk yang mengandung nitrat lebih baik daripada pupuk yang mengandung amonium, karena dapat terlarut lebih lama dalam air.
- Contoh pupuk:
* Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.
* Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase N=21.
* Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase N=25
* Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37
* Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase N=17
* Double superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase P=26
* Triple superphosphate-P2O5: prosentase P=39
- Pemupukan diulangi sebanyak beberapa kali, sedikit demi sedikit setiap 7-10 hari sekali.

-
Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm N dan 0,11 ppm P. Apabila luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm, membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan 25-50 kg TSP.
- Pertumbuhan plankton diamati dengan secci disc. Pertumbuhan cukup bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah kelihatan.
- Takaran pupuk dikurangi bila secci disc tidak terlihat pada kedalaman 25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak kelihatan pada kedalaman 35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah.

2. Pemberian Pakan
Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari:

a)
Makanan alami:

-
Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong telurnya.
- Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).
- Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda), dll.
- Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain makanan di atas juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip, anak udanngudangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membususk).
- Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.
- Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
b) Makanan Tambahan
Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:

-
Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.
- Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan udangudangan.
- Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5 cm2, kemudian ditusuk sate.
- Sisa-sisa pemotongan katak.

-
Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.
- Makanan anak ayam.
- Daging kerang dan remis.
- Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya.
c) Makanan Buatan (Pelet):

-
Tepung kepala udang atau tepung ikan 20 %.

-
Dedak halus 40 %.
- Tepung bungkil kelapa 20 %.
- Tepung kanji 19 %.
- Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.
Cara pembuatan:

-
Tepung kanji diencerkan dengan air secukupnya, lalu dipanaskan sampai mengental.

-
Bahan-bahan yang dicampurkan dengan kanji diaduk-aduk dan diremas-remas sampai merata.
- Setelah merata, dibentuk bulat-bulat dan digiling dengan alat penggiling daging. Hasil gilingan dijemur sampai kering, kemudian diremas-remas sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.
Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:

a)
Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.
b) Jumlah pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari.
c) Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.
d) Pemberian pakan dilakukan pada sore hari lebih baik.

3. Pemeliharaan Kolam/Tambak

a)
Penggantian Air. Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya melalui lapisan atas, sedangkan pemasukannya melalui bagian bawah.
b) Pengadukan secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan pengadukan, air dapat memperoleh tambahan zat asam, atau tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin.
c) Penambahan bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4). Takaran 5-10 ppm (5-10 gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak 200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2.
d) Penambahan volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume air dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung.
e) Menghentikan pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan pemberian pakan dihentikan apabila udang nampak menderita dan tambak dalam kondisi buruk.
f) Singkirkan ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat penyerok.
g) Penambahan pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan alami normal kembali.

Perbaikan teknis yang diperlukan:

a)
Perbaikan saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan tambak memperoleh air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya, selama masa pemeliharaan.
b) Pompanisasi, bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang surutnya rendah (kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan pergantian air ke dalam atau keluar tambak.
c) Perbaikan konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan tanggul tidak longsor.
d) Perbaikan manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat penebaran yang optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara pemantauan terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

1.
Lumut
Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
2. Bangsa ketam
Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoranbocoran.
3. Udang tanah (Thalassina anomala),
Membuat lubang di pematang.
4. Hewan-hewan penggerek kayu pintu air
Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain.
5. Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.)
Menempel pada bangunan-bangunan pintu air.

Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut.
Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung, termasuk golongan buas, antara lain:

1.
Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.
2. Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
3. Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
4. Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
5. Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata).

Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.

1.
Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium telescopium).
2. Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
3. Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.
4. Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan lain-lain.

Pengendalian:

1.
Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung racun saponin.

a.
Bungkil biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji teh yang diperas minyaknya dan banyak diproduksi di Cina.
b. Kadar saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang dipelihara.
c. Daya racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar daripada terhadap udang.
d. Daya racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah diracun dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu dibuang, sebab residu bungkil itu dapat menambah kesuburan tambaknya.
e. Daya racun saponin berkurang apabila digunakan pada air dengan kadar garam rendah. Tambak dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air tambak > 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.
f. Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00.
g. Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi tepung, kemudian direndam dalam air selama beberapa jam atau semalam. Setelah itu air tersebut dipercik-percikan ke seluruh tambak. Sementara menabur bungkil, kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.
2. Rotenon dari akar deris (tuba).

a.
Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon. Akar yang masih kecil lebih banyak mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
b. Dalam air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang berkadar garam tinggi.
c. Sebelum digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air selama 24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai air berwarna putih susu.
d. Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon sudah hilang setelah 4 hari.
3. Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200- 400 kg/Ha.

a.
Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10 cm.
b. Setelah ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh hama. Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
c. Setelah itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.
4. Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama trisipan.

a.
Brestan-60 adalah semacam bahan kimia yang berupa bubuk berwarna krem dan hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
b. Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya 28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah kadar garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak.
c. Daya racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.
d. Cara penggunaan:
- Air dalam petakan disurutkan sampai ± 10 cm. Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
- Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian dipercik-percikkan ke permukaan air.
- Air dibiarkan menggenang selama 4-10 hari, agar siputnya mati semua.
- Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali, dengan memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.
5. Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan untuk meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas asetilen yang timbul akan membunuh kepiting.
Abu sekam yang dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat mematikan.
6. Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan.
7. Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua. Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam.
7.2. Penyakit asal Virus.

1.
Monodon Baculo Virus (MBV)
Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam pembesaran.
2. Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)
Gejala: (1) udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata; (2) bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam; (3) udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting; (4) pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna putih keruh; (5) permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur; (6) pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada mukosa usus depan dan tengah.
Pengendalian: perbaikan kualitas air.
3. Hepatopancreatic Parvo-like Virus
Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut.
Pengendalian: perbaikan kualitas air.
4. Cytoplamic Reo-like Virus
Gejala: (1) udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air; (2) kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di kolam post larva umur 18 hari.
Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang penting adalah perbaikan kualitas air.
5. Ricketsiae
Gejala: (1) udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah; (2) udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian tengah (mid gut); (3) adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat; (4) kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen.
Pengendalian: menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun, kematian akan timbul lagi.
7.3. Penyakit Asal Bakteri

1.
Bakteri nekrosis
Penyebab: (1) bakteri dari genus Vibrio; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
Gejala: (1) muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya; (2) usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
Pengendalian: Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2) Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan; (3) pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
2. Bakteri Septikemia
Penyebab: (1) Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas sp.; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
Gejala: (1) menyerang larva dan post larva; (2) terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
Pengendalian: (1) pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2) pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
7.4. Penyakit Asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan kemandulan (Bopyrid).

1.
Bakteri nekrosis
Parasit cacing Cacing Cestoda, yaitu
- Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
- Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan intertubuler hepatopankreas.
Cacing Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding proventriculus dan usus.
Cacing Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas udang yang hidup secara alamiah.
2. Parasit Isopoda
Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada udang.
7.5. Penyakit Asal Parasit
Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu 24 jam.
Penyebab: (1) Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium; (2) penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
Pengendalian: (1) pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01 pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang sehat; (2) jalan filtrasi air laut untuk pembenihan; (3) pencucian telur udang berkali-kali dengan air laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin, karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.
8. P A N E N
Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu:
1) ukurannya besar
2) kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
3) masih dalam keadaan hidup dan segar.
8.1. Penangkapan

1.
Penangkapan Sebagian
a. Dengan menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
b. Dengan menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut seragam.
c. Dengan menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
2. Penangkapan Total
a. Penangkapan total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak.
Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak
ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari
menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahanlahan
waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai
caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm.
b. Dengan menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur
dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika
diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara
tersebut dilakukan berulang-ulang.
c. Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.
d. Dengan menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan
lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramairamai
oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju
ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya.
Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah
ditangkap.
e. Dengan memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di
saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir
perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi
dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring
yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.
f. Dengan menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah
kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut
kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di
lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di
permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang
dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di
dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang
akan meloncat dan masuk ke dalam jaring.
8.2. Pembersihan
Udang yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih. Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama dan tidak cacat.
9. PASCA PANEN

Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen:
1) Alat-alat yang digunakan harus bersih.
2) Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
3) Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
4) Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
5) Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air
bersih.
6) Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
7) Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
8) Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha pembesaran Udang Galah di Desa Tangkil Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Selama 2 musim (1 tahun) pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1) Biaya produksi
a. Lahan
- Sewa lahan 2 tahun
- Pengolahan lahan
Rp. 3.200.000,-
Rp. 125.000,-
b. Bibit
- Benur 60.000 ekor Rp. 16,-
Rp. 960.000,-
c. Pakan
- UG 801 86,40 kg @ Rp 2.600,-
- UG 802 590,40 Kg Rp. 2.400,-
- UG 803 1.882,57 kg Rp. 2.300,-
Rp. 224.460,-
Rp. 1.416.960,-
Rp. 4.329.900,-
d. Obat-obatan dan pupuk
- BCK 4 liter @ Rp. 12.500,-
- Sanponin 40 kg @ Rp 1500,-
- Urea 10 kg @ Rp 2000,-
- KCL 10 kg @ Rp 2.500,-
- Pupuk kandang 20 kg @ Rp 500,-
- Kapur 100 kg @ Rp. 1000,-
Rp 50.000,-
Rp. 60.000,-
Rp. 20.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 10.000,-
Rp. 100.000,-
e. Alat
- Timbangan 1 Unit @ Rp. 100.000,-
- pH Pen 1 Unit @ Rp. 50.000,-
- Jala/Jaring 2 Unit @ Rp. 25000,-
- Cangkul 3 Unit @ Rp. 6.000,-
- Skoop 1 Unit @ Rp. 6.000,-
- Serok 3 Unit @ Rp. 4.500,-
- Plastik 20 meter @ Rp. 2.000,-
- Saringan 10 meter @ Rp. 2.500,-
- Ember Plastik 3 unit @ Rp. 5.000,-
- Keranjang 5 unit @ Rp. 5.500,-
Rp. 100.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 18.000,-
Rp. 6.000,-
Rp. 13.500,-
Rp. 40.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 15.000,-
Rp. 16.500,-
f. Tenaga kerja
- Tenaga Tetap 12 MM @ Rp 250.000,-
- Tenaga Tak Tetap 10 OH @ Rp 8.000,00
Rp. 1.500.000,-
Rp. 80.000,-
g. Lain-lain
- Rekening Listrik 6 bulan @ Rp 15.000,-
- Transportasi
Rp. 90.000,-
Rp. 20.000,-
h. Biaya tak terduga 10% Rp. 1.254.532,-
Jumlah biaya produksi Rp. 12.545.320,-

2. Pendapatan 2 musim/th:1912,3 kg @ Rp 19.000,- Rp.34.463.700,-
3. Keuntungan per tahun/2 musim
Keuntungan per musim (6 bulan) Rp.21.918.380,-
Rp. 4.686.530,-
4. Parameter kelayakan
a. B/C ratio per musim
b. Atas dasar Unit
c. Atas dasar Sales
= 1,37
: BEP = FC/P-V 206,4 kg
: BEP = FC/1-(VC/R) Rp 3.688.540,-
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Sampai saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai prospek cukup baik, baik untuk komsumsi dalam negeri maupun komsumsi luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk udang.
11. DAFTAR PUSTAKA

1. Brahmono. 1994. Limbah Udang Untuk Pembuatan Tepung. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
2. Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.
3. Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.
4. Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan Pasca Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai Tambah. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
5. Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta.
6. __________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
7. __________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
8. Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Yogyakarta.
9. Purnomo. 1994. Limbah Udang Potensial untuk Industri. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
10. Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS; Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Diposkan oleh mas wira di 18:16 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Budidaya Tawes
PEMBENIHAN IKAN TAWES

(Puntius Javanicus. Blkr)
1. PENDAHULUAN

Penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah cukup dan kontinyu merupakan faktor penting dalam upaya pengembangan budidaya ikan konsumsi.
Usaha pembenihan banyak dilakukan di Kabupaten Magelang, seperti di Desa Paremono Kecamatan Mungkid oleh karena didukung ketersediaan air cukup baik musim kemarau maupun penghujan. Disamping itu usaha pembenihan dirasa lebih rnenguntungkan karena waktu yang digunakan relatif singkat kurang lebih 3 minggu - 1 bulan, serta pemasarannya pun mudah.
Pembenihan ikan tawes ada beberapa cara yaitu pembenihan ikan di kolam, pembenihan di sawah dan pembenihan di hapa. Pengalaman Pembenihan Ikan Tawes di kolam yang dilakukan oleh MARZANI KTNA Paremono Mungkid ternyata cukup menggembirakan.
2. PEMILIHAN INDUK



1)
Untuk mendapatkan benih yang berkualitas dan jumlah yang banyak dalam pembenihan Tawes perlu dipilih induk yang baik dengan ciri-ciri :
a. Letak lubang dubur terletak relatif lebih dekat ke pangkal ekor
b. Kepala relatif lebih kecil dan meruncing
c. Sisik-sisiknya besar dan teratur
d. Pangkal ekor lebar dan kokoh
2) Pada umumnya ikan tawes jantan mulai dipijahkan pada umur kurang lebih 1
tahun, dan induk tawes betina pada umur kurang lebih 1,5 tahun. Untuk
mengetahui bahwa induk ikan tawes telah matang kelamin dan siap untuk
dipijahkan dengan tanda-tanda sebagai berikut :

a.
Induk betina

a.
Induk betina
- Perutnya mengembang kearah genetal (pelepasan) bila diraba
lebih lembek
- Lubang dubur berwarna agak kemerah-merahan
- Tutup insang bila diraba lebih licin
- Bila perut diurut dari arah kepala ke anus akan keluar cairan
kehitam-hitaman.
b. lnduk jantan
- Bila perut diurut dari arah kepala ke anus akan keluar cairan
berwarna keputih-putihan (sperma)
- Tutup insang bila diraba terasa kasar
b. lnduk jantan
- Bila perut diurut dari arah kepala ke anus akan keluar cairan
berwarna keputih-putihan (sperma)
- Tutup insang bila diraba terasa kasar
3. PERSIAPAN KOLAM



1. Kolam pemijahan ikan tawes sekaligus merupakan kolam penetasan dan kolam pendederan. Sebelum dipergunakan untuk pemijahan, kolam dikeringkan.

2. Perbaikan pematang dan dasar kolam dibuat saluran memanjang (caren/kamalir) dari pemasukan air kearah pengeluaran air dengan lebar 40 cm dan dalamnya 20-30 cm.

4. PELEPASAN INDUK



1)


Induk ikan tawes yang telah terpilih untuk dipijahkan kemudian diberok, pemberokan dengan penempatan induk jantan dan betina secara terpisah selama 4-5 hari
2) Setelah diberok kemudian induk ikan dimasukkan ke kolam pemijahan yang telah dipersiapkan
3) Pemasukan induk ke kolam pada saat air mencapai kurang lebih 20 cm
4) Jumlah induk yang dilepas induk betina 25 ekor dan induk jantan 50 ekor
5) Pada sore hari kurang lebih pukul 16.00 air yang masuk ke kolam diperbesar sehingga aliran air lebih deras.
6) Biasanya induk ikan tawes memijah pada pukul 19.00-22.00
7) Induk yang akan memijah biasanya pada siang hari sudah mulai berkejarkejaran di sekitar tempat pemasukan air.
5. PENETASAN TELUR



1)


Setelah induk ikan tawes bertelur, air yang masuk ke kolam diperkecil agar telur-telur tidak terbawa arus, penetasan dilakukan di kolam pemijahan juga
2) Pagi hari diperiksa bila ada telur-telur yang rnenumpuk di sekitar kolam atau bagian lahan yang dangkal disebarkan dengan mengayun-ayunkan sapu lidi di dasar kolam
3) Telur ikan tawes biasanya menetas semua setelah 2-3 hari
4) Dari ikan hasil penetasan dipelihara di kolam tersebut selama kurang lebih 21 hari.
6. PEMUNGUTAN HASIL BENIH IKAN



1)


Panen dilakukan pada pagi hari
2) Menyurutkan/mengeringkan kolam
3) Setelah benih berada dikamalir/dicaren, benih ditangkap dengan menggunakan waring atau seser
4) Benih ditampung di hapa yang telah ditempatkan di saluran air mengalir dengan aliran air tidak deras
5) Benih lersebut selanjutnya dipelihara lagi di kolam pendederan atau dijual.
7. PENDEDERAN



1)


Mula-mula kolam dikeringkan selama 2-3 hari
2) Perbaikan pematang, pembuatan caren/saluran
3) Dasar kolam diolah dicangkul, kemudian dipupuk dengan Urea & SP 36 1 0 gr/m2 dan pupuk kandang 1 - 1,5 kg/m2 tergantung kesuburannya.
4) Setelah kolam dipupuk kemudian diairi setinggi 2-3 cm dan dibiarkan 2-3 hari kemudian air kolam ditambah sedikit demi sedikit sampai kedalaman 50 cm
5) Kemudian benih ditebar di kolam pendederan dengan padat tebar 10-20 ekor/m2
6) Pemeliharaan dilakukan kurang lebih 3 minggu - 1 bulan.
7) Selanjutnya dapat dipanen dan hasil benih dapat dijual atau ditebar lagi di kolam pendederan II.
8. SUMBER

Balai Informasi Penyuluh Pertanian Magelang; Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001
9. KONTAK HUBUGAN



1)


Balai Informasi Penyuluh Pertanian Magelang; Jln. Sendangsono, KM. 0,5 Progowati Mungkid Magelang, 56511; Tel. (0293) 789455; Fax.(0293) 789455; bipp@magelang.wasantara.net.id
2) Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Diposkan oleh mas wira di 18:09 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Budidaya Udang Galah

Dikutip dari :

http://warintek.bantul.go.id/web.php?mod=basisdata&kat=1&sub=3&file=61


OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN
INTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR
KHUSUSNYA PEMBENIHAN DAN BUDIDAYA UDANG GALAH
SKALA RUMAH TANGGA

Oleh
YUS WARSENO, S.Pi
1. DASAR PEMIKIRAN
Budidaya perikanan memiliki potensi dan peluang usaha menjanjikan keuntungan, selain finansial juga berdampak terhadap pembangunan daerah cukup besar, antara lain:

1.
Pertumbuhan ekonomi di daerah sentra produksi.
2. Penyerapan tenaga kerja
3. Pendapatan Daerah seperti PAD dan devisa negara dapat meningkat
4. Pemanfaatan lahan dapat maksimal
5. Memacu perkembangan sektor lain seperti perkembangan pemukiman penduduk dan Pariwisata
6. Dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya

Namun demikian perlu penanganan yang serius dari PEMERINTAH, dukungan PERBANKAN dan Pelaku perikanan (Pembudidaya ikan: Inti dan plasma)
2. PELUANG PENGEMBANGAN


1.
Budidaya udang galah saat ini memiliki prospek peluang menguntungkan untuk dikembangkan
2. Untuk memenuhi kebutuhan local khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta masih kekurangan, baik jumlah, ukuran dan kontinyuitasnya.
3. Permintaan ekspor belum mampu dipenuhi, karena ketersediaan udang galah yang diperoleh dari alam sudah sedikit dan hasil budidaya jumlahnya masih sangat terbatas.
4. Tehnik budidaya udang galah, sederhana dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat luas, baik dikolam pekarangan, maupun di kolam sawah.
5. Margin keuntungan hasil budidaya udang galah masih lumayan jika dibandingkan dengan keuntungan dari hasil budidaya ikan air tawar yang lain seperti: lele, gurame, nila, mas, dan tawes.
6. Potensi Sumberdaya alam untuk ketersediaan lahan pengembangan di negara Indonesia terbentang sangat luas
3. PERMASALAHAN UMUM YANG ADA DI MASYARAKAT PEMBUDIDAYA IKAN


1.
Penguasaan dan aplikasi tehnologi budidaya oleh masyarakat pembudidaya ikan masih lemah
2. Inovasi atau Proses alih tehnologi lambat
3. SDM trampil terbatas
4. Ketersediaan benih/ikan konsumsi disuatu wilayah pada umunya masih banyak yang didatangkan dari luar daerah, akibatnya biaya transport dan mortalitas selama pengangkutan menambah beban cost produksi
5. Harga pakan pabrik dipasaran relatif mahal dan cenderung naik hingga tak seimbang dengan pendapatan petani (+ 60 % beban biaya produksi adalah pembelian pakan)
6. Pengelolaan usaha budidaya perikanan oleh petani kebanyakan masih tradisional dan bersifat sambilan
7. Pemasaran hasil produksi masih sering mengalami kesulitan karena pada umumnya belum terbentuk jaringan pasar yang jelas
8. Pengembangan budidaya perikanan budidaya air tawar pada umumnya belum terkonsentrasi, mengakibatkan beberapa kesulitan: tranfer tehnologi, penanganan pasca panen, dan pemasaran
4. V I S I
Memasyarakatkan budidaya udang galah untuk memberdayakan ekonomi rakyat melalui optimalisasi pemanfaatan lahan (lahan sawah, lahan marginal atau lahan pekarangan).
5. TUJUAN


1.
Memberdayakan lahan Sawah, lahan marginal atau lahan pekarangan, sekaligus menciptakan model pengembangan untuk meningkatkan pendapatan rakyat dengan berbudidaya ikan/udang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
2. Meningkatkan komoditas perikanan kualitas ekspor, baik penyediaan benih dan konsumsi
3. Mendukung pengembangan wisata mina dengan kegiatan: Pusat jajan serba ikan, pemancingan dan wisata air
4. Mendukung pengembangan kegiatan pertanian terpadu
5. Mengajak kelompok pembudidaya ikan/udang ketingkat usaha yang professional dan berbadan hukum (minimal tergabung dalam koperasi)
6. TAHAP PENGEMBANGAN PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR (UDANG GALAH)


Untuk mendukung pengembangan budidaya perikanan air tawar berkualitas ekspor, beberpa hal yang perlu ditempuh adalah:

1.
Menentukan lokasi disetiap wilayah/daerah yang berpotensi perikanan sebagai sentral untuk kegiatan budidaya air tawar: ikan, udang (Tugas Pemerintah)
2. Mempromosikan kepada investor untuk menanamkan modalnya sekaligus sebagai inti pengembangan budidaya air tawar. Dan memberdayakan kelompok masyarakat setempat untuk dididik/dilatih sebagai plasma pembudidaya ikan/udang air tawar (Tugas Pemerintah)
3. Melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana budidaya air tawar, guna mencukupi kebutuhan benih dan ikan/udang konsumsi dalam rangka memenuhi pasar lokal, luar daerah maupun ekspor (Tugas Pemerintah dan Investor)
4. Membentuk pola kerjasama antara Perbankan, Swasta sebagai perusahaan inti, dan Koperasi kelompok masyarakat pembudidaya ikan/udang sebagai plasma.
5. Membentuk jaringan pemasaran baik dalam maupun luar negeri dengan MOU (Tugas Pemerintah dan Investor)
6. Mengupayakan Penyediaan Benih ikan/udang dan pakan murah bagi pembudidaya ikan/udang (Tugas Pemerintah dan Investor)
7. Penyediaan Unit Pelayanan Kesehatan Ikan
a. Panti kesehatan ikan yang bertempat di daerah Sentra produksi
b. Unit kesehatan ikan keliling
(Tugas Pemerintah dan Investor)
7. POLA KERJASAMA INTI PLASMA




Pengembangan Usaha Budidaya Udang Galah Pola Inti Plasma, antara lain melibatkan 4 pihak Perusahaan Inti, Pembudidaya ikan/udang sebagai plasma, Koperasi Kelompok Pembudidaya ikan/udang, dan Bank pemberi kredit. Masing-masing pihak memiliki peran yang sesuai dengan bidangnya sebagai berikut :

a.
Pembudidaya Plasma


1.
Mengelola kolam yang telah dipersiapkan oleh perusahaan inti dengan dana dari Bank/Pemerintah
2. Membeli benih udang dari perusahaan inti dan membeli pakan dari Koperasi
3. Menebar dan memanen udang galah secara berkelompok.
4. Mengelola kolam mengikuti petunjuk dari konsultan perusahaan inti.
5. Hasil panen dari pembudidaya dijual kepada perusahaan inti pada tingkat harga yang wajar sesuai dengan harga pasar yang disepakati. Hasil penjualan, setelah dikurangi dengan pinjaman modal (Investasi dan modal kerja) menjadi penerimaan pembudidaya. Sisa hasil penerimaan sebaiknya disisihkan untuk ditabung sebagai dana pengembangan kolam (usaha)
6. Membayar kewajiban angsuran hutang dan bunga kepada Bank melalui Koperasi.
b. Perusahaan Inti


1.
Melakukan seleksi yang ketat terhadap calon pembudidaya plasma
2. Melaksanakan pelatihan terhadap calon pembudidaya yang terpilih
3. Menyediakan bibit udang yang berkualitas tinggi
4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap jalanya produksi
5. Menyediakan tenaga ahli yang berpengalaman dalam budidaya ikan/udang
6. Membeli seluruh hasil produksi ikan/udang dari pembudidaya plasma
7. Membangun dan menyediakan sarana pendukung dan sosial lainnya
8. Membantu mencari dana pinjaman dari Bank untu operasional Pembudidaya Plasma
9. Mencari pembudidaya baru/pengganti jika pembudidaya plasma mengundurkan diri dari kegiatan budidaya ikan/udang sebelum pinjamannya lunas terbayar.
c. Koperasi


1.
Mengusahakan saprodi/bahan kebutuhan pokok dan menyalurkannya bagi pembudidaya plasma
2. Bersama dengan perusahaan inti mengawasi pengelolaan pembudidaya plasma
3. Mengatministrasikan pinjaman pembudidaya plasma
4. Bersama dengan perusahaan inti mengawasi dan mengelola pelaksanaan produksi, panen dan penjualan hasil produksi ikan/udang kepada Perusahaan Inti
5. Menangkap dan menyalurkan aspirasi pembudidaya plasma kepada perusahaan inti
d. Bank/Pemerintah
Berdasarkan kelayakan usaha dalam kerjasama Pola Inti – Plasma, diharapkan Bank/Pemerintah dapat melibatkan diri untuk memberikan kredit kepada pembudidaya ikan/udang, Koperasi dan Perusahaan Inti, baik kredit investasi maupun kredit modal kerja. Dalam mengadakan evaluasi, disamping pengamatan terhadap kelyakan aspek teknis budidaya ikan/udang dan kelayakan finansial juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan hingga dapat menunjang keberhasilan kegiatan bersama.

Dalam pelaksanaannya, Bank harus dapat mengtur cara pembudidaya plasma mencairkan kredit, mempergunakannya untuk keperluan operasional dan menetapkan tatacara membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk itu, Bank dapat membuat perjanjian kerja sama dengan pihak perusahaan inti. Berdasarkan kesepakatan pihak Pembudidaya/Kelompok/Koperasi, perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan ikan/udang dari plasma sebanyak yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah disepakati pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh Pembudidaya Plasma dengan Bank/Pemerintah.
8. ASPEK TEKNIS
BUDIDAYA UDANG GALAH SKALA RUMAH TANGGA DI KOLAM SAWAH
SYARAT-SYARAT KOLAM SAWAH YANG BAIK

a.
Lokasi


1.
Kolam sawah dekat sumber air dan mudah mendapatkan air tawar yang bersih, bebas dari pencemaran limbah industri, obat-obatan pertanian dan lain-lain.
2. Fasilitas transportasi (jalan atau sungai) yang memadai untuk mempermudah pengangkutan sarana produksi (pakan, benur), hasil panen dan lain-lain
3. Lokasi Kolam sawah sebaiknya terhindar dari daerah: banjir, pengendapan lumpur, kelebihan air tawar pada waktu musim hujan.
b. Sumber air


1.
Air tawar bebas/bersih dari bahan pencemaran dan perlu disaring/diendapkan sebelum dimasukan kedalam kolam sawah (menghindari masuknya jasad kompetitor dan predator).
2. Air tawar berasal dari sungai maupun air bawah tanah (pengeboran) yang bebas pencemaran.
c.

Fasilitas, Peralatan dan Mesin


1.
Tersedianya kolam sawah pemeliharaan yang bentuk dan luasnya disesuaikan, kolam cadangan air, pintu air pembuangan dan pemasukan yang terpisah dan memadai, peralatan uji kualitas air, gudang penyimpanan pakan, jaring dan lain-lain.
2. Sumber tenaga untuk penggerak air seperti pompa air, kincir air dan perlengkapan penunjang lainnya (Jika diperlukan sesuai padat penebaran).
3. Kapasitas sumber tenaga hendaknya disesuaikan dengan tingkat kebutuhan.
d.

Ukuran dan Dasar kolam sawah


1.
Ukuran kolam sawah yang disesuaikan luas standar + 500 – 1.000 m2 per petak untuk memudahkan pemanenan, perawatan, penggantian air dan pengawasanya.
2. Dasar kolam/sawah yang baik terdiri dari kombinasi tanah lumpur dan pasir.
3. Udang galah mempunyai daerah produktif dibagian pinggir kolam dekat tanggul, sehingga makin panjang bentuk kolam, maka makin luas daerah produktifnya.
9. SISTEM PEMELIHARAAN


a.
Tahap Persiapan


1.
Perbaikan pematang, pembuatan kemalir dan perbaikan kemiringan kolam dari pintu pemasukan air kearah pintu pengeluaran air, pemasangan saringan pada pintu masuk untuk menghindari masuknya kotoran atau binatang pemangsa.
2. Pengeringan dan pengolahan tanah sangat dianjurkan. Apabila dalam pengeringan mengalami kesulitan, pemberian kapur tohor guna memperbaiki struktur tanah perlu dilakukan (dosis disesuaikan dengan pH tanah dan jenis tanah)
3. Pemberantasan hama dan penyakit dapat menggunakan Saponin, Brestan 60, Rotenon dan zat-zat pemberantasan lainnya yang dianjurkan.
4. Untuk meningkatkan produktivitas lahan perlu pemberian pupuk/bahan organik (kompos dan lain-lain) diperlukan guna merangsang pertumbuhan jasad renik untuk makanan alami benur udang galah, penggunaan disesuaikan dengan daya dukung lahan:
a. Penggunaan pupuk:
• Pupuk kandang : 100 – 200 gr/m2
• Pupuk Urea : 5 – 10 gr/m2
• Pupuk TSP : 10 – 20 gr/m2
• Kapur Tohor : 100 – 200 gr/m2
b. Pemupukan susulan dilakukan setiap 1 – 2 Minggu sekali dengan dosis:
• Pupuk kandang : 25 - 50 gr/m2
• Pupuk Urea : 3 – 5 gr/m2
• Pupuk TSP : 5 - 10 gr/m2
c. Pengisian air secara bertahap untuk disesuaikan dengan tahap pertumbuhan udang (tahap pendederan: 30-60 cm, pembesaran: 1-1,5 m). Setelah kondisi warna air stabil benur dapat ditebarkan.
d. Pemberian rumpon/shelter sebagai tempat berlindung/ berpijak, berupa daun kelapa, dan nipah, ranting bambu/ bambu belah dll.
5. Penebaran Benur :
a. Pilih benur yang baik dan sehat (baik dari alami maupun panti pembenihan) dengan tanda sebagai berikut; gerakan lincah, warna coklat/hitam cerah, ukuran seragam (homogen) dan lain-lain.
b. Benur ditebarkan ketempat yang telah dipersiapkan misal kolam pendederan, ataupun langsung ke kolam pemeliharaan yang telah dibebas hamakan sebelumnya. Penebaran sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari agar udang tidak mengalami stress.
6. Kepadatan Benur :

Kepadatan benur yang dianjurkan disesuaikan dengan tehnologi/pola usaha yang digunakan :
• Penebaran benur udang galah menurut pengalaman petani dilakukan penebaran dengan kepadatan untuk ukuran Juvenil: 10 - 20 ekor/m2 dan untuk Tokolan kepadatan 5 – 10 ekor/m2, mengingat tehnologi dan pola budidaya yang digunakan dikatagorikan masih sangat sederhana (tradisional).
• Untuk teknologi yang menggunakan pola tanam intensif, kepadatan benur yang ditebar berkisar 20 ekor/m2 ke atas, dan sangat tergantung dari daya dukung lahan, fasilitas/sarana/prasarana budidaya yang dimiliki serta kemampuan skil dan permodalan pembudidaya.
b. Pengendalian Kualitas Air


1.
Kadar Garam (Salinitas)
• Kadar garam yang baik untuk pertumbuhan udang galah berkisar antara 0 - 5 ppt (diukur dengan salinometer atau refractometer).
2.

Warna dan Kekeruhan Air
a. Warna air hijau dan coklat adalah warna plankton atau jasad renik makanan alami udang galah. Perubahan warna secara mendadak akibat lingkungan kurang baik segera deperiksa guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
b. Kekeruhan akibat blomming plankton perlu dicegah dengan mempertahankan kejernihan sedalam 25-35 cm (diukur dengan Seichi Disk). Apabila kekeruhan lebih dangkal dari ketentuan diatas perlu ditambahkan air bersih bersamaan dengan pembuangan air.
3.

Kandungan pH :
a. pH air yang baik sekitar 7,5- 8,5 yang diukur secara tetap
b. Apabila pH rendah perlu ditambahkan kapur, dan pH tinggi perlu penambahan air bersih baru (diukur dengan kertas lakmus atau pH pen).
4.

Kandungan Oksigen :
a. Apabila kandungan Oksigen rendah; udang akan berenang kepermukaan air atau pinggir tambak. Apabila diganggu atau terkena bayangan orang, udang tersebut tidak segera masuk ke permukaan yang lebih dalam.
b. Kandungan oksigen yang baik minimum 4 ppm (diukur dengan DO meter).
c. Untuk menghindari hal-hal tersebut:
• Gunakan blower/kincir air dalam jumlah yang cukup
• Tambahkan air segar
• Jagalah warna dan kualitas air tetap stabil.
• Rubahlah jumlah makanan yang diberikan agar tidak terkumpul didasar
5.

Temperatur air :
Temperatur air yang baik 25º – 30º C (diukur dengan termometer), apabila temperatur air turun sampai 18º C, maka udang akan kehilangan nafsu makan, dan apabila lebih dari 32º C dapat mengakibatkan kematian udang.
10. CIRI-CIRI PAKAN UDANG YANG BAIK


a.
Pakan memiliki Kandungan gizi yang sempurna
• Pakan mengandung nutrisi yang lengkap dalam kadar yang seimbang, mudah dicerna dan diserap oleh tubuh udang dengan sangat cepat dan menghasilkan pertumbuhan yang cepat
b.

Pakan memiliki daya tarik yang sempurna terhadap udang peliharaan.
• Ditinjau dari nafsu makan udang dan kebiasaan makan dapat membuat udang tumbuh dengan pesat dan sama besa
c.

Pakan mampu menhasilkan kulit udang yang keras
• Pakan mengandung jumlah Kalcium yang mencukupi untuk memproduksi kulit yang keras dan tahan terhadap lingkungan luar, sehingga dapat mengakibatkan berat udang akan cepat naik
d.

Pakan tidak mudah merusak kualitas air
• Pakan yang baik akan memiliki bentuk, ukuran, tidak cepat rusak/membusuk, sehingga kualitas air tetap terjamin, dan dasar kolam tetap dalam keadaan baik, merupakan dua hal yang penting untuk mencapai pertumbuhan udang berkualitas
e.

Kualitas Pakan Stabil
• Pakan memiliki kandungan air sangat rendah, mudah untuk disimpan, tidak cepat rusak/jamuran atau tidak mudah membusuk, sehingga kandungan nutrisi pakan tetap stabil.
11. CONTOH PEDOMAN PEMBERIAN PAKAN UNTUK 10.000 EKOR BENUR

Umur Udang
(hari)

BERAT
RATA ²
UDANG
(Gr/Ekor)

%
UDANG
HIDUP

JUMLAH
UDANG
HIDUP
(Ekor)

FREKUENSI
PEMBERIAN PAKAN
(Kali/hari)

PAKAN

VOLUME PAKAN

KOMULATIF
PAKAN
(Kg)
Kode

%

(Kg/Hari)

(Kg/15 Hari)

1

0,04

100

10.000

3

801

40

0,16

2,40

2,40
15

0,10

95

9.500

3

801

20

0,20

3,00

5,40

30

0,40

90

9.000

3

801+2

7

0,25

3,75

9,15
45

1,00

85

8.500

3

801+2

7

0,60

9,00

18,15
60

2,00

80

8.000

3

802

6

1,00

15,00

33,15
75

3,00

77,5

7.750

3

802

6

1,40

21,00

54,15
90

5,00

75

7.500

3

802

5

1,90

28,50

82,65
105

8,00

72,5

7.250

3

802

4,5

2,60

39,00

121,65
120

12,00

70

7.000

4

802

4

3,40

51,00

172,65
135

19,00

67,5

6.750

4

803

3,5

4,50

67,50

240,65
150

28,00

65

6.500

4

803

3

5,50

82,50

322,65
165

35,00

62,5

6.250

4

803

3

6,60

99,00

421,65
180

50,00

60

6.000

4

803

3

9,00

135,00

556,65

KETERANGAN:

* Pemeliharaan udang kolam sawah berkisar selama 4 - 6 bulan
* Total pakan yang diberikan disesuai dengan jumlah biota yang dipelihara, waktu pemeliharaan pagi, siang, sore dan malam dengan porsi pakan paling banyak pada malam hari.
* Berat udang rata-rata sesuai dengan waktu pemeliharaan diukur melalui sampling sekaligus berfungsi untuk menentukan prosentase pakan yang akan diberikan.

12. KONSTRUKSI KOLAM DAN PERLENGKAPANNYA


a.
Penampang Kolam


Keterangan :
a. Pematang
c. Current
e. Permukaan air b. Bambu berlubang sebagai Inlet sekaligus aerasi
d. Plataran
f. Paralon (Out let)

Bambu berlubang sebagai inlet berfungsi untuk membantu adanya difusi Oksigen dari udara (semakin banyak in let bambu oksigen yang dihasilkan semakin banyak, dan kemiringan pematang serta plataran berfungsi untuk memberikan kondisi optimum bagi udang saat terjadi molting. Untuk mempermudah pengeringan kemiringan kolam dari in let ke arah out let dibuat + 5 º, jika diperlukan didepan out let dibuatkan tempat penampungan udang saat pemanenan.

Luas kolam untuk budidaya udang galah yang ideal berukuran antara 500 – 1.000 m2
b.

Shellter

Shellter dibuat dari potongan bilah bambu utuh yang dibelah dua kemudian dirangkai seperti kere, disusun berjajar dan dipasang dengan menggunakan pancang, shellter berfungsi untuk berlindung bagi udang dan mengurangi terjadinya kanibal dengan harapan survival rate (SR) akan tinggi. Menurut pengalaman semakin banyak shellter yang dipasang SR akan semakin tinggi.
13. RAB PENGEMBANGAN USAHA BUIDAYA UDANG GALAH


a.
Investasi :
a. Sewa lahan 1 Ha, 5 tahun
b. Konstruksi
c. Alat
d. Rumah Jaga 1 Unit 4 x 4 m2
e. MCK, 1 unit
f. Instalasi listrik
g. Peralatan masak, alat tidur

:
:
:
:
:
:
:

25.000.000
18.083.500
894.500
3.200.000
300.000
1.700.000
1.000.000
Sub Jumlah
:

50.178.000

b.

Biaya tetap pertahun

:

16.711.200

c.

Modal Kerja Operasional

:

68.600.000
Total Biaya/tahun
:

85.311.200
d.

Analisa produksi kolam
• Total luas lahan budidaya 1 Ha (10.000 m2)
• Jumlah kolam 10 petak @ 1.000 m2
• Asumsi produktivitas kolam 0,15 – 0,19 Kg/m2
• Maka kapasitas produksi untuk 10 kolam sebesar 1,5 – 1,9 ton/siklus (3,4 ton/tahun) (Tradisional Plus)
e.

Informasi harga udang galah konsumsi size 30 – 35, Rp.30.000 – 35.000 per kilo gram (Yogyakarta dan sekitarnya).
14. ASPEK TEKNIS


a.


TEHNIK PEMBENIHAN UDANG GALAH SKALA RUMAH TANGGA

Sehubungan dengan telah disederhanakannya teknologi yang diterapkan pada pembenihan udang galah skala rumah tangga, maka sarana yang diperlukan juga disederhanakan terutama dalam hal kuantitas, fungsi dan input produksi.
1.1. Bak Pemeliharaan Larva


Bak pemeliharaan larva untuk pembenihan skala rumah tangga dapat dibuat dalam berbagai dimensi serta bahan utama seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Jenis Dan Dimensi Bak Pemeliharaan Larva
No.

Bahan Pembuatan

Dimensi
1.
Dinding batu bata/batako, pasir, semen ( 2 x 1,1 x 1,2 ) m ( P x L x T )
(Kapasitas air 2 ton), bentuk dasar setengah lingkaran dan oval dinding licin
Keterangan : P = Panjang ; L = Lebar; T = Tinggi

1.2.
Sistem Pengairan

Sebuah pembenihan udang galah skala rumah tangga tidak memerlukan sistem pengairan yang terlalu rumit karena yang diperlukan hanyalah pipa pengeluaran dari dalam bak, pipa penguras air dan selang pensuplai air serta sebuah pompa portable kecil.

1.3.
Sistem Aerasi

Bak pemeliharaan larva memerlukan aerasi sebagai sumber oksigen dan sumber penggerak massa air. Aerasi diperoleh melalui pemasangan aerator akuarium beberapa unit atau melalui blower mini.

Bila menggunakan blower mini maka bak pemeliharaan perlu dilengkapi dengan pipa penyalur udara (dari pipa PVC 1/2 inch) yang diberi lubang sesuai dengan diameter dan jumlah selang udara yang akan dipergunakan. Untuk mengatur agar pengeluaran udara sama besar juga diperlukan batu aerasi dan kran pengatur aerasi. Jumlah ideal titik aerasi dalam satu bak adalah 2,5 x luas bak dalam meter persegi permukaan air sehingga diperlukan minimal 6 – 8 buah batu aerasi seluas 2,2 meter persegi bak pemeliharaan larva. Batu aerasi sebaiknya mencapai kedalaman sekitar 5 cm di atas dasar bak sehingga penyediaan oksigen akan lebih merata.
1.4. Alat-alat Penunjang


Dalam masa operasional pemeliharaan sejak penebaran nauplius udang galah hingga pemanenan post larva (PL) udang galah diperlukan ala-alat penunjang seperti yang diuraikan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Daftar Alat Penunjang Yang Diperlukan
No.

Keperluan

Alat

Ukuran
1.
Pindah Larva Serok halus
Serok besar
Ember lebar 20 micron
0,5 mm #
20 liter
2.


Saringan Air
Kantong saring
Keranjang saring
10 micron
0,5 mm
3.
Pemberian pakan:
Larva dan PL Saringan kelapa kecil, sedang, besar
4.


Alat Penyimpan pakan
Kulkas Portable
5.
Penetasan Artemia Corong penetasan
Saringan atemia
15 liter
10 micron
6.
Pengukuran suhu Termometer Celcius
7.
Pengukuran salinitas Salino meter/
Refractometer

8.
Alat pensuplay air Pompa DAB 1 inch
9.
Saluran air/udara Pipa PVC 1 inch
10.
Suplay Oksigen Aerator
Selang plastik
Batu aerasi
Pemberat timbal
Kran aerasi
Mini
0,5 cm (“ D “)
11.


Tutup bak
Terpal Plastik Sesuai Bak
12.
Pembersih Bak Spon
Sikat lantai
13.
Pembersih kotoran Larva/suplay air Selang sipon/spiral


Ember plastik 0,5 inch
3/4 inch
1 inch
30 Liter
14.
Pembuatan pakan Buatan Kompor
Dandang/Soblok
Baskom
Timbangan kue
Sendok sayur
Mixer/blander
Gayung pakan
15.
Treatmen air/ pengobatan Ember plastik
Gayung plastik
Pipet ukur
Timbangan
Gelas ukur 15 liter
0,5 liter
1 - 10 ml
minimal 2 digit
- 500 ml
- 2000 ml
16.
Pembangkit listrik PLN
Genset 1300 watt
1000 watt
17.
Packing larva Kantong Palstik
Karet
Tabung gas O2 25 x 30 cm
18.
Alat Penunjang Lainnya Transportasi
Komunikasi

Catatan : saringan yang berukuran dibawah 250 mikron biasanya menggunakan kain sablon
1.5. Bahan Penunjang


Dalam masa operasional pemeliharaan sejak penebaran nauplius udang galah hingga pemanenan post larva (PL) udang galah diperlukan ala-alat penunjang seperti yang diuraikan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Daftar Alat Penunjang Yang Diperlukan
No.

Jenis Bahan

Keterangan Pemakaian
1.
Larva Udang Galah 100 s/d 150 ekor/liter
2.


Pakan:
a. Pakan buatan:
- Skim
- Terigu
- Cumi-cumi
- Telur ayam/bebek
- Vitamin/mineral

b. Alami:
- Artemia
- Dapnia
Dibuat sesuai kebutuhan








5 s/d 40 ekor artemia per larva s/d PL atau 1,5 kaleng/ bak/ siklus
Dikultur terlebih dahulu diberikan untuk PL
3.


Obat-obatan:
a. Forazolidon
b. Prefuran
c. EDTA
d. Kaporit
e. Clorin
f. Natrium Tio Sulfat

g. Formalin
h. Malachite green

Media Kultur:
- Air tawar
- Air asin
- Air payau



1 - 2 ppm (Untuk Bacteri)
1 - 2 ppm (Untuk Bacteri)
0,5 - 1 ppm (desinfectan /treatmen air)
5 - 150 ppm (desinfectan)
5 - 150 ppm (desinfectan)
Penetraliser Kaporit/Clorin digunakan 2/3 ppm dari bahan terpakai (kaporit/clorin)
25 - 250 ppm (protozoa)
<>


Digunakan untuk budidaya larva dan pencucian
Cultur artemia
Cultur Larva (6 - 10 promil)


b.



PENGELOLAAN UNIT OPERASIONAL
1.1. Pengelolaan Air


Air pemeliharaan larva udang galah skala rumah tangga harus memiliki salinitas diantara 6 hingga 10 promil. Kejernihan air mutlak diperlukan agar tidak menggangu proses pemberian pakan dan pemantauan kualitas air. Air diganti hanya sebanyak air yang terbuang pada saat pembersihan dasar bak (Penyifonan) sehingga kejutan akibat pergantian air dihindari sedapat mungkin. Bak perlu ditutup agar sinar matahari tidak langsung menyinari bak yang dapat menimbulkan pertumbuhan lumut yang berbahaya.

1.2.
Pemeliharaan Larva

Benih Udang Galah yang baru menetas (Larva) dapat diperoleh dari pembenihan skala besar ataupun dari petani tambak. Pembelian dari pembenihan yang besar biasanya dilakukan dalam jumlah 1 (satu) juta benih dengan keuntungan bahwa larva sudah jelas mutu dan jumlahnya sejak awal walaupun harganya mahal.

Pasca larva yang dapat dihasilkan seauai kapasitas bak berdasarkan pengalaman di Hatchery skala rumah tangga, cukup bervariasi antara 5 % hingga 40 % tergantung kecermatan/keahlian dalam pemeliharaan dan dukungan cuaca pada saat pemeliharaan.

Larva dipelihara dalam bak sistem tertutup (in door) didalam ruangan dengan suhu yang panas berkisar 29 ? C - 31 ? C atau di ruang terbuka (out door) hanya dengan penutup terpal, kelemahannya suhu dalam bak sangat berfluktuasi bisa sangat panas bahkan sebaliknya amat dingin pada saat musim penghujan namun jika dikelola dengan cermat masih dapat menghasilkan survival rate (SR) yang menguntungkan.

1.3.


Pemberian Pakan

Pakan larva diberikan dalam jumlah yang sangat bervariatif sesuai nafsu makan udang galah yang dari hari ke hari atau dari jam ke jam mengalami perubahan sesuai dengan tingkat perubahan metabolismenya. Frekuensi pemberian pakan sebaiknya 1 (satu) s/d 2 (dua) jam sekali setiap hari dan berakhir setelah udang galah dipanen. Pemberian pakan dilakukan dengan mematikan aerasi dan larva udang yang sehat akan segera naik ke permukaan air lalu pakan ditebar merata di seluruh permukaan air. Setelah larva udang seluruhnya tampak memegang pakan yang diberikan, kemudian aerasi dihidupkan kembali. Pemberian pakan tidak boleh berlebihan sebab akan merusak kualitas air yang dapat mengakibatkan kematian larva yang dipelihara.

Pakan alami (artemia) mulai diberikan, setelah sebelumnya ditetaskan terlebih dahulu selama + 14 jam atau lebih dalam bak berbentuk kerucut/konikel tank yang diaerasi dengan cara kultur menurut petunjuk Produck Artemia. Pada awal pemberian, artemia sebaiknya dilemahkan terlebih dahulu agar mudah ditangkap oleh larva Udang Galah yang dipelihara. Artemia sebaiknya dipanen dan diberikan bila mana pemberian pakan buatan tidak diberikan lagi. Hal tersebut disamping menghemat biaya juga untuk menekan mortalitas udang akibat kanibalisme sesama larva. Mengingat harga artemia amat mahal, Jumlah artemia yang diberikan pada larva s/d Posca larva berkisar antara 5 s/d 40 ekor/larva/PL per hari sesuai umur.
1.4. Pembuatan Media Kultur


Media kultur (air payau) dibuat dengan cara mencampur air tawar dengan air asin menggunakan rumus sebagai berikut:
a.
Pengenceran S = S1. V1 + S2 . V2
V1 + V2
S = Salinitas yang dikehendaki …………. ?o
S1 = Salinitas tinggi (air laut) ……………. %o
( Diukur dengan salino meter/refrakto meter)
S2 = Salinitas rendah (air tawar) ………… %o
V1 = Volume air salinitas tinggi …………. m3/ton
V2 = Volume air salinitas rendah ………… m3/ton
b. Pengenceran : V1 x N1 = V2 x N2

* V1 = Volume air laut
* N1 = Salinitas air laut mula-mula
* V2 = Volume setelah pengenceran (air payau)
* N2 = Salinitas setelah pengenceran (air payau yang diperlukan)

Misal = V1 x N1 = V2 x N2
= 10 x 30 = V2 x 6
= V2 = 300/6 = 50 liter
= 10 + … = 50 liter --? 50 – 10 = 40 liter
= 1 + …. = 5 liter ……….. 1 : 4 = air asin : air tawar

Media larva perlu dipersiapkan 24 jam sebelum digunakan selama waktu tersebut ditreatmen dengan larutan desinfektan seperti Kaporit/Chlorin dengan dosis 1,5 ppm s/d 5 ppm dan sebelum digunakan dinetralisir dengan larutan Natrium Tio Sulfat + 2/3 dari dosis Kaporit yang digunakan (Dengan catatan jika dosis Kaporit yang digunakan cukup tinggi).
1.5. Pakan Buatan

a.
Peralatan
- Mixer
- Dandang/Soblok
- Kompor
- Sendok
- Baskom
- Saringan teh/kelapa
- Alat lain yang menunjang.
b. Bahan
- Skim 0,25 kg
- Telur 1 kg
- Terigu 80 gr
- Vitamin/Mineral (Calsidol/AD Plek)
c.
Cara Pembuatan
1. Telur dipecahkan dan kuning telur dengan putih telurnya dipisahkan.
2. Kuning telur dikocok dan ditambahkan air secukupnya + 1 liter.
3. Kemudian masukkan skim dan terigu lalu dikocok sampai merata.
4. Adonan tersebut dibungkus dalam plastik dan dikukus sampai masak.
5. Setelah masak dan didinginkan baru ditambahkan vitamin/mineral
6. Adonan tersebut disimpan dalam almari es (Kulkas)
7. Sebelum pemberian pakan pada larva udang, terlebih dahulu pakan disaring sesuai ukuran larva yang akan diberi pakan dengan saringan teh/kelapa (ukuran kecil, sedang, dan besar). Ukuran 16 mesh/cm untuk larva berumur 12 - 13 hari dan ukuran 8 mesh/cm untuk umur 14 - 35 hari sampai dengan Pasca Larva.
15. PANEN DAN DISTRIBUSI


a.


Panen

Bila kondisi pemeliharaan baik, maka waktu yang dibutuhkan untuk pemeliharaan larva cukup singkat, yaitu berkisar 35 hari atau 90 % larva sudah menjadi PL (Post Larva) dapat dilakukan panen, Cara panen dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Aerasi dimatikan
2. Ditunggu beberapa saat sampai larva berada di permukaan air.
3. Larva yang berada dipermukaan air dipindahkan dengan saringan larva (seser) ke tempat lain sebagai penampungan sementara.
4. Saringan pasca larva dipasang dalam bak, kemudian kran aerasi dibuka.
5. Dilakukan pemisahan antara pasca larva dengan larva yang ikut terbawa.
6. Pasca Larva yang diperoleh dihitung dengan cara sampling atau dihitung satu persatu, apabila jumlahnya tidak terlalu banyak.
7. Larva yang ditampung ditempat penampungan sementara, kemudian dikembalikan lagi ke dalam bak larva.
8. Pasca larva yang diperoleh ditampung dalam bak penampungan.
9. Pasca larva selanjutnya diadaptasikan dilingkungan air tawar dengan jalan penurunan salinitas secara betahap 2 %o setiap hari agar tidak terjadi stress pada larva
10. Selama adaptasi didalam bak pasca larva dipasang shelter plastik gelombang + 80 % dari luas dasar bak.
11. Jika pasca larva sudah teradaptasi dengan air tawar maka pasca larva siap di perjual belikan.
b.

Transportasi Pasca Larva

Transportasi pasca larva dapat dibedakan menurut jarak dan sarana jalan yang ada:
1. Jarak dekat dengan prasarana jalan yang baik dapat menggunakan sistem terbuka.
2. Jarak jauh yang memerlukan waktu cukup lama dapat menggunakan sistem tertutup

1.

Sistem Terbuka
Peralatan yang diperlukan antara lain:

* Ember dengan volume air + 70 liter
* Satu set aerator batery
* Lembaran plastik sebagai shelter
* Air tawar bersih
* Jika perjalanan kurang dari 1 jam sebaiknya kepadatan berkisar antara 50 - 100 ekor /liter.
* Sebaiknya suhu air diturunkan hingga 15 - 20 ? C dengan menggunakan es balok.

2.

Sistem Tertutup
Alat dan bahan yang diperlukan antara lain:

* Kantong plastik
* Jerigen
* Dus pengemas
* Gas oksigen
* Shelter dari rafia
* Pakan alami “ Artemia”
* Karet pengikat
* Es balok
* Kepadatan benih 500 ekor/liter (ukuran benih 5 - 8 cm) dan 750 ekor/liter (ukuran benih 3 - 5 cm) serta 1.000 ekor/liter ( ukuran benih 1 - 3 cm)
* Oksigen dimasukkan ke dalam plastik dengan perbandingan lebih dari 1 : 5 (satu bagian air dan lima bagian oksigen)
* Kemudian plastik diikat erat dan dikemas dalam dus/karton berlakban rapat.
* Pengangkutan ketempat tujuan telah siap diberangkatkan.

16.
ANALISA USAHA PEMBENIHAN UDANG GALAH
SKALA RUMAH TANGGA
a. Modal Investasi

1.

1.1 Bangunan 1 unit Hatchery terdiri dari:
- Bangunan in door ukuran 4 m x 6 m = 24 m2 x
standar bangunan Rp. 350.000,00 termasuk:
• Bangunan bak larva ukuran 2,5 ton
atau ukuran : (2 x 1,1 x 1,2) x 1 m sebanyak 5 buah
Rp. 8.400.000
1.2 Bangunan Bak Media (Air Payau) ukuran 4 ton atauukuran (2 x 2 x 1) x 1 m
Rp. 1.000.000
1.3 Pemasangan Jaringan Listrik (PLN) Rp. 1.500.000

Jumlah 01
Rp. 10.900.000
2. Alat Penunjang Pembenihan udang galah:
- Serok halus 150 micron 1 buah Rp. 19.000
- Serok besar 0,5 mm 1 buah Rp. 15.000
- Ember besar ukuran 20 liter 2 buah @ Rp.15.000,00 Rp. 30.000
- Saringan air ukuran 10 micron 0,25 m/T150 Rp. 75.000
- Saringan kelapa (staenlees) ukuran lubang:
* Kecil
* Sedang
* Besar
Rp. 9.000
Rp. 11.000
Rp. 19.500
- Kulkas Portable 1 buah Rp. 900.000
- Saringan artemia 50 micron 0,5 m/T90 Rp. 56.250
- Corong penetasan 2 buah @ Rp. 32.500,00 Rp. 65.000
- Termometer derajad Celcius 1 buah Rp. 6.000
- Salinometer 1 buah Rp. 11.000
- Pompa DAB 1,5 inch Rp. 600.000
- Aerator merek Resun/orca 3 buah @ Rp. 350.000,00 Rp. 1.050.000
- Selang plastik 1 rol @ Rp. 80.000,00 Rp. 80.000
- Batu aerasi 60 buah @ Rp.1.500 Rp. 90.000
- Timbal pemberat 1 kg @ Rp.7.000,00 Rp. 7.000
- Sok selang aerasi 1 pak @ Rp.6.000,00 Rp. 6.000
- Terpal plastik ukuran 2,5 x 1,5 m2 sebanyak 5 buah @ Rp. 5.000,00
Rp. 65.000
- Busa tebal 0,5 m, Rp. 30.000,00/m Rp. 15.000
- Sikat lantai 1 buah Rp. 9.000
- - Selang sipon/spiral ukuran:
* 0,5 inch 5 m @ Rp.7.000,00/m
* 0,75 inch 6 m @ Rp. 10.000,00/m
* 1 inch 5 m @ Rp.15.000,00/m
Rp. 35.000
Rp. 60.000
Rp. 75.000
- Ember plastik ukuran 30 liter 1 buah Rp. 20.000
- Kompor minyak 1 buah Rp. 60.000
- Dandang/soblok 1 buah Rp. 26.000
- Baskom plastik 1 buah Rp. 7.000
- Timbangan kue ukuran 1.000 gram, 1 buah Rp. 39.000
- Sendok sayur bahan plastik warna putih 1 buah Rp. 2.500
- Mixer 1 tangkai 1 buah Rp. 250.000
- Gayung pakan 1 buah Rp. 4.000
- Ember plastik ukuran 15 liter, 1 buah Rp. 12.500
- Gayung plastik 0,5 liter 3 buah @ Rp.5.500,00 Rp. 16.500
- Pipet uku ukuran 10 ml, 1 buah Rp. 11.000
- Gelas ukur dari plastik, ukuran:
* 500 ml, 1 buah
* 2.000 ml, 1 buah
Rp. 15.000
Rp. 17.500
- Genset 1000 KVA buatan Rakyat Cina Rp. 1.700.000
- Tabung gas Oksigen Rp. 790.000

Jumlah 01
Rp. 6.280.250

Sub Total A (1 + 2)
Rp. 17.180.250

b. Modal Kerja/Biaya Operasional

1.
Biaya pembelian air laut/siklus Rp. 150.000
2.

Biaya penggunaan tenaga listrik/siklus
Rp. 50.000
3. Operasional genset/siklus Rp. 20.000
4.

Pembelian nauplius Udang galah sebanyak 1.250.000 ekor
Per sejuta @ Rp.300.000,00

Rp. 375.000
5. Pemakaian obat-obatan/siklus (EDTA, Kaporit, Natrium Tio
Sulfat, Forazolidon dll)/siklus
Rp. 75.000
6. Pembelian Artemia, 3 Kaleng @ Rp. 520.000,00 Rp. 1.560.000
7. Plastik panen ukuran 20 x 40 cm 2 rol @ Rp.20.000,00 Rp. 40.000
8. Karet gelang 0,25 kg @ Rp.9.000/m Rp. 2.250
9. Telur bebek sebanyak 106 butir/siklus @ Rp. 700,00 Rp. 74.200
10. Tepung terigu 1,25 kg/siklus @ Rp. 3.500,00 Rp. 4.375
11. Skim 3,125 kg/siklus @ Rp. 25.000,00 Rp. 78.125
12. Biaya lain-lain sampai panen (Wartel, Konsumsi dll.) Rp. 100.000

Sub Total B
Rp. 2.528.950

c. Upah tenaga kerja 1 orang
Rp.300.000,00 x 12 bulan = Rp. 3600.000 : 8 Siklus
Rp. 450.000
d. Total Biaya Operasional ( B + C) Rp. 2.978.950
e. Penyusutan Modal Investasi
1.


Bangunan Hatchery diperhitungkan selama 15 tahun, maka
Perhitungan untuk persiklus =
Rp. 10.900.000,00 : pertahun 8 siklus x 15 tahun = Rp. 10.900.000,00 : 120 siklus =
2. Peralatan Hatchery diperhitungkan selama 3 tahun, maka
Perhitungan untuk/siklus= Rp.6.280..250 : 8 siklus x 3 tahun = Rp.6.280.250 : 24 siklus =




Rp. 90.833


Rp. 261.677

Sub Total (1 + 2)
Rp. 352.510
f. Total Biaya pengeluaran (D + E) Rp. 3.331.460
g. Penerimaan: Survival rate (SR)
10 % x 1.250.000 ekor nauplius
= 125.000 Post Larva (PL) x Rp.45


Rp. 5.625.000
h. Laba Operasional ( G – D) Rp. 2.646.050
i. Laba bersih sebelum dikurangi biaya sewa tanah, pajak atau Bunga Bank jika modal diperoleh dari pinjaman Bank (G – F)


Rp. 2.293.540
j. Laba bersih dalam 1 tahun (8 siklus)
= Rp.2.293.540 x 8 siklus =
Rp.18.348.320
k. Analisa biaya manfaat = B/C ratio = ( G : (B + C) ) 1,9 > 1



ooO||O00
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
N a m a

:
YUS WARSENO, S.Pi
Tempat/Tanggal Lahir
:
Solo, 11 Juni 1964
N I P
:
080 106 240
Pangkat/Golongan
:
Penata /Golongan III/c
J a b a t a n
:
Staf Dinas Peternakan, Kelautan Dan Perikanan
Kabupaten Bantul.
Jl. Dr. WahidinSudirohusodo No. 72 Jebukan Bantul
Telp. 0274 367338, Fax. 0274 367504
Tempat Tinggal
:
Perum Bangunjiwo Grahayasa Blok A 19 RT/RW. 10/24 Desa Bangunjiwo, Kecamatan
Kasihan, Kabupaten Bantul HP.08156700256
Pendidikan

:
a. Sekolah Dasar, (1979)
b. Sekolah Menengah Pertama, (1982)
c. Sekolah Menengah Atas, (1985)
d. DIKLAT Ahli Usaha Perikanan (AUP), 1988, Angkatan XXI Jurusan PSDP
e. S1 (Sarjana Perikanan), 1994
Pendidikan dan Latihan
:
a. Ahli Pembenihan Udang
b. Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) A & Evaluator (AMDAL) C
c. Menejemen Proyek dan Sistem Informasi Monitoring Proyek
d. ADUM
f. Pengelolaan Sumberdaya Ikan
g. Menejemen Kualitas Genetik Induk Ikan
h. Kewidyaiswaraan Berjenjang TK. I (LAN)
Seminar
:
Work shop Revitalisasi Budidaya Tambak Udang Indonesia
Riwayat Pekerjaan
:


1. Tehnisi PT. Fega Meryculture, PT. Samudera Farmindo Luas, PT. Bayumas Utan Windu, PT. Yasamas, PT. Benur Alam Samudera dan beberapa Perusahaan lain yang bergerak dalam usaha budidaya Udang.
2. Konsultan perencana pengembangan Pembenihan dan budidaya udang galah di Agro Techno Park (ATP) Kementrian Riset Dan Tehnologi di Palembang TA. 2003/2004
3. Anggota Tim Tehnis Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Bengkulu
4. Pemimpin Proyek APBN Tahun Anggaran 1997/1998 dan Tahun Anggaran 1998/1999
5. Plh. Kasie Penangkapan Ikan, Dinas Perikanan Propinsi Dati I Bengkulu
6. Pimpinan Balai Benih Udang Galah (BBUG) Samas, Kabupaten Bantul
7. Staf. Pembinaan dan Pengembangan, Dinas Perikanan Dan Kelautan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
8. Staf. Ekonomi Pembangunan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul
9. Staf Bina Program, Dinas Peternakan, Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Bantul






Bantul, September 2004

Ttd.

YUS WARSENO, S.Pi
NIP. 080 106 240
Diposkan oleh mas wira di 17:33 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Polyculture dengan mina padi

PEMELIHARAAN IKAN
DENGAN SISTEM MINA PADI
1. PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Nasional diantaranya adalah meningkatkan pendapatan petani. Salah satu caranya ialah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, seperti dengan menerapkan teknologi mina padi pada lahan persawahan.

Sistem pemeliharaan mina padi adalah ikan dipelihara bersama 30 hari dan benih ikan mencapai ukuran 30-40 ekor/kg dari waktu tanamn hingga
penyiangan pertama atau kedua.
2. TUJUAN

Tujuan sistim mina padi adalah untuk:

1)
Mendukung peningkatan produksivitas lahan.
2) Meningkatan pendapatan petani.
3) Meningkatan kualitas makanan bagi penduduk pedesaan.
3. PERSYARATAN



1)


Petakan sawah mempunyai pematang keliling yang kuat, dapat menahan air dan tidak bocor. Lebar pematang 30-50 cm dan tingginya 40-50 cm.
2) Saluran pemasukan dan pengeluaran dilengkapidengan saringan (kawat, bambu dan lainnya).
3) Bentuk parit atau kemalir dan lebarnya disesuaikan dengan luas petakan sawah, yaitu 2-3 %. Dalam kemalir adalah 20-30 cm. Berbagai bentuk kemalir adalah sebagai berikut:


Gambar 1. Bentuk Kemalir
4) Penanaman padi aturannya disesuaikan dengan ketentuan 10 (sepuluh) unsur paket teknologi, yaitu:
a. Pengelolaan tanah meliputi: penggenangan, perbaikan pematang, pembabadan jerami, pembajakan dan pencangkulan serta pemerataan permukaan tanah.
b. Tataguna air yang sesuai dengan jumlah dan waktu kebutuhan tanaman dan diatur secara bergiliran.
c. Menggunakan benih berlabel biru dan memilih yang tahan terhadap genangan.
d. Pemupukan berimbang, dimana dosis per hektar adalah UREA (200 kg), TSP (100 kg), KCL (75 kg), dan ZA(100 kg).
e. Pengendalian hama secara terpadu tanpa membahayakan bagi kehidupan ikan.
f. Pengaturan jarak tanam, pada musim hujan adalah 30 x 15 cm dan 22 x 22 cm untuk musim kemarau. Tiap rumpun padi terdiri dari 3 batang.
g. Pengaturan pola tanam bertujuan untuk memotong siklus hidup hama.
h. Pergiliran varietas padi yang ditanam.
i. Penen dan pascapanen yang meliputi waktu panen, cara panen, perontokan, pembersihan, pengeringan dan penyimpanan.
j. Penggunaan pupuk pelengkap cair atau zat pengatur tumbuh.
5) Penanaman ikan.
a. Jenis ikan yang paling umum dipelihara adalah ikan mas.
b. Penebaran ikan dilakukan lebih kurang 4 hari setelah penanaman padi.
c. Padat penebaran ikan adalah :
- ukuran (2-3) cm sebanyak 2-3 ekor/m2,
- ukuran (3-5) cm sebanyak 1-2 ekor/m2.
d. Pemberian makanan tambahan dapat berupa dedak sebanyak 2-4 kg/ha/hari.
4. PRODUKSI

Produksi ikan yang dapat dicapai setelah 30-40 hari pada masa pemeliharaan adalah:

1)
Benih (2-3) cm dengan derajat kelangsungan hidup (RS) 50-65 % ukuran yang dicapai (3-5) cm.
2) Benih (3-5) cm, SR nya 60-70 % dan ukuran yang dicapai (5-8) cm.
5. HASIL PENANAMAN IKAN

Keuntungan yang diperoleh berasal dari penanaman padi dan juga dari penanaman ikan. Keuntungan yang dilakukansatu kali musim tanam padi per ha adalah sebagai berikut:

1)
Biaya pengeluaran
a. Benih ikan 6 pinggan @ Rp. 4000,-
b. Pakan dedak 100 kg @ Rp. 125,-
Jumlah
Rp. 24.000,-
Rp. 12.500,-
Rp. 36.500,-
2) Pendapatan
a. Produksi ikan 70 kg @ Rp. Rp. 2000,-
Rp. 140.000,-
3) Keuntungan bersih Rp. 103.500,-
Keterangan:
1 pinggan = 3000 ekor
1 kg = 166 ekor (ukuran (3-5) cm dengan SR 65 %.
6. SUMBER

Brosur Pemeliharaan Ikan dengan Sistem Mina Padi, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi- Indonesia, 1995
7. KONTAK HUBUNGAN

Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Air Tawar, Jl. Salabintana No. 17 Kotak pos 67, Sukabumi 43101, Tel. 0266 81211, 81240.

Dikutip dari
http://warintek.bantul.go.id/web.php?mod=basisdata&kat=1&sub=3&file=68
Diposkan oleh mas wira di 17:29 0 komentar Link ke posting ini
Label: Aquaculture
Pakan Alami

PAKAN IKAN

PAKAN IKAN
1. SEJARAH SINGKAT
Di Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan alami dari hasil kultur murni. Bibit-bibit pakan ikan alami umumnya merupakan hasil percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi kebutuhan penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat kesenjangan yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan penggunanya, khususnya petani ikan.

Bagi masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami, tetapi juga bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi pedesaan dan dalam pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.
2. SENTRA PERIKANAN
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. JENIS


1.
Pakan Alami
Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang dibudidayakan adalah : (a) Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; (d) Diatomae; (e) Spirulina; (f) Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j) Jentik-jentik Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong
2. Pakan Buatan
Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.
a) Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30 hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu dengan air pelarutnya.
b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.
c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80 hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan.
d) Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung (berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi butiran kasar.
e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat > 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
f) Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas.
4. MANFAAT


1.
Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau hasil perikanan lainnya, baik dalam
bentuk bibit maupun dewasa.
b) Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya
zooplankton.
c) Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan hias, yang dapat
mencermelangkan kulitnya.
d) Pakan buatan dapat melengkapi keberadaan pakan alami, baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas.
2. Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.
3. Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
4. Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
5. Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
6. Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.
5. PERSYARATAN LOKASI


1.


Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada 40 derajat C.
2. Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan kisaran suhu 15-35 derajat C.
3. Dunaliella: salinitas optimum 18-22 % NaCl, untuk produksi carotenoid > 27% NaCl, dan masih bertahan pada 31% NaCl; suhu optimal 20-40 derajat C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.
4. Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C dan intensitas cahaya 1000 luks.
5. Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C; tahan kadar garam tinggi, yaitu sampai dengan 85 gram /liter.
6. Brachionus: suhu optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30 derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt, yang betina dapat tahan sampai 98 ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal 7,5-8.
7. Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C dan untuk Artemia kering -273-100 derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt, untuk menghasilkan kista: 100 permil; kandungan O2 optimal adalah >3 mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar amonia yang baik <>
8. Kutu Air: suhu optimal 22-31 derajat C, dan pH optimal 6,6-7,4.
9. Cacing Tubifex: cacing tubifex menyukai perairan yang berlumpur dan banyak mengandung bahan organik.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Bibit

1. Tahapan dalam kultur Phytoplankton sebelum dibudidayakan :

1)
Koleksi
Bertujuan untuk mendapatkan satu/beberapa jenis phytoplankton dari alam untuk dikultur secara murni. Koleksi diperoleh dari alam dengan menggunakan plankton net dan dijaga tetap hidup sampai di laboratorium.
2) Isolasi
Dapat dilakukan dengan cara: (1) Metode Isolasi secara Biologis, dengan menggunakan pengaruh sifat phototaksis organisme yang akan diisolasi; (2) Metode Isolasi Pengenceran Berseri, digunakan bila jumlah jenis organisme banyak dan ada spesies dominan, memindahkan sampel ke dalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan yang akan diisolasi; (3) Metode Isolasi pengulangan Sub Kultur, hampir sama dengan Metode Isolasi Pengenceran Berseri, tapi jumlah dan jenis organisme yang terkumpul sedikit; (4) Metode Isolasi Pipet Kapiler, dimana sampel 10-15 tetes diteteskan di tengah cawan petri, dan sekelilingnya ditetesi 6-8 tetes medium; dan (5) Metode Isolasi Goresan, untuk mengisolasi phytoplankton tunggal dengan menggunakan media agar-agar.

2. Infusoria

1)
Bibit diambil dari alam menggunakan pipet panjang dan berujung halus, selanjutnya diperiksa di mikroskop.
2) Penangkaran bibit dapat menggunakan media air rebusan 70 gram jerami dalam air suling selama 15 menit. Setelah dingin, disaring dan diencerkan sampai volumenya 1,5 liter.
3) Media yang dapat digunakan selain jerami adalah kacang panjang, kacang hijau, dan daun selada.
4) Ambil 10 ml medium dan diencerkan dalam cawan petri yang ditutup kain sutra dan disimpan di tempat gelap pada suhu 28 derajat C selama 1-2 minggu.

3. Brachionus

1)
Bibit diambil dari alam.
2) Air medium yang digunakan adalah air rebusan kotoran kuda/pupuk kandang lainnya, yaitu 800 ml kotoran kering dalam 1 liter air selama 1 jam. Setelah dingin, disaring dan diencerkan dengan air hujan yang telah direbus dengan perbandingan 1 : 2.
3 Air medium dimasukkan dalam botol 1 galon dan ditulari bibit Protozoa dan ganggang renik sebagai makanan Brachionus selama 7 hari. 1-2 minggu kemudian Brachionus akan tumbuh.
4) Cara lain adalah menularkan bibit ke dalam medium air hijau yang berisi phytoplankton.

4. Kutu Air

1)
Bibit dapat diperoleh dari panti pembenihan udang/ikan, Balai Budidaya Air Tawar milik pemerintah.
2) Penangkaran bibit dari alam dilakukan dengan cara memberi pupuk pada media dengan pupuk kandang 1-2 kali seminggu sebanyak 0,2 kg/m2.

5. Artemia

1)
Bibit dapat berasal dari telur kering yang sudah dikalengkan. Dalam hal ini dapat berhubungan dengan Dinas Perikanan Daerah setempat, Direktorat Jendral Perikanan Jakarta, atau Balai Budidaya Air Payau Jepara (Jawa Tengah). Di Jakarta sudah ada badan usaha yang melayani kebutuhan telur Artemia, yaitu PT. Ulam Dedana, Jl. Hayam Wuruk no. 4-PX, telepon 352922-357563.
2) Penetasan telur Artemia dilakukan di wadah bening dengan dasar berbentuk kerucut, dengan ukuran 3-75 liter. Wadah dapat dibuat sendiri dari kantong plastik 3-5 liter, yang dilapisi dengan kertas plastik kaca dan disetrika untuk melekatkannya.
3) Air media diperoleh dari pengenceran air laut (30 permil) sampai kadar garamnya 5 permil dan ditambahi NaHCO3 2 gram/liter agar pH-nya 8-9.
4) Atau air tiruan (kadar garam 5 permil) yang dapat dibuat dari beberapa bahan kimia, yaitu :
- Garam dapur NaCl = 5 gram
- Magnesium sulfat MgSO4 = 1,3 gram
- Magnesium klorida MgCl2 = 1 gram
- Kalsium klorida CaCl2 = 0,3 gram
- Kalium klorida KCl = 0,2 gram
- Natrium hidrokarbonat NaHCO3 = 2 gram
- Air tawar = dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NAHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah sebelum digunakan.
5) Telur-telur yang akan ditetaskan direndam dalam air tawar selama 1 jam, kemudian disaring dengan kain saringan 125 mikron, sambil disemprot air, dan ditiriskan.
6) Kondisi yang mendukung penetasan telur, yaitu : suhu 25-30 derajat C, kadar O2 > 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu neon dengan kekuatan cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding wadah).
7) Telur menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam, dan harus ditangkap paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia disedot dengan slang plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron, kemudian dicuci.

6. Jentik-jentik Nyamuk

1)
Telur nyamuk dapat diperoleh dengan menggunakan wadah berdiameter 30 cm dan diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang banyak nyamuknya. Wadah diberi atap setinggi 10 cm.
2) 2-3 hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur yang dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5 cm.
3) Telur diambil dengan lidi yang salah satu sisinya diratakan.

7. Cacing Tubifex
Bibit diambil dari perairan alam.

8. Ulat Hongkong
Bibit untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan. Selanjutnya bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah jadi kepompong.

6.2. Bahan-Bahan Untuk Pakan Buatan

1. Bahan Hewani

a)
Tepung Ikan
Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis) yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan difermentasikan menjadi bekasem untuk meningkatkan bau khas yang dapat merangsang nafsu makan ikan. Lama penyimpanan < 11-12 bulan, bila lebih dapat ditumbuhi cendawan atau bakteri, serta dapat menurunkan kandungan lisin yang merupakan asam amino essensial yang paling essensial sampai 8%. Kandungan gizi: protein=22,65%; lemak=15,38%; Abu=26,65%; Serat=1,80%; Air=10,72%; Nilai ubah=1,5– 3.
Cara pembuatannya:
1. Ikan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas.
2. Air perasan ditampung untuk dibuat petis/diambil minyaknya.
3. Ampasnya dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
b) Tepung Rebon dan Benawa
Rebon adalah sejenis udang kecil yang merupakan bahan baku pembuatan terasi. Benawa adalah anak kepiting laut. Rebon dan Benawa muncul pada awal musim hujan di sekitar muara sungai, mengerumuni benda yang terapung. Cara pembuatan: (1) Bahan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas; (2) Ampasnya dikeringkan dan digiling menjadi tepung. Kandungan gizi: Protein: Udang rebon=59,4% (udang rebon), 23,38% (benawa); Lemak =3,6% (Udang rebon), 25,33% (Benawa); Karbohidrat 3,2% (Udang rebon), 0,06% (benawa); Abu=11,41% (Benawa); Serat=11,82% (Benawa); Air=21,6% (Udang rebon); 5,43% Benawa ,Nilai ubah: Benawa=4–6
c) Tepung Kepala Udang
1. Bahan yang digunakan adalah kepala udang, limbah pada proses pengolahan udang untuk ekspor.
2. Cara pembuatannya: (1) Bahan direbus, dijemur sampai kering dan digiling; (2) Tepung diayak untuk membuang bagian-bagian yang kasar dan banyak mengandung kitin.
3. Kandungan gizinya: Protein= 53,74%; Lemak= 6,65%; Karbohidrat= 0%; Abu= 7,72%; Serat kasar= 14,61%; Air= 17,28%.
d) Tepung Anak Ayam
1. Bahan: anak ayam jantan dari perusahaan pembibitan ayam petelur.
2. Cara pembuatan:
- Anak-anak ayam dimatikan secara masal, bulu-bulunya dibakar dengan lampu semprot. Kemudian direbus sampai kaku (setengah masak).
- Diangin-anginkan sampai kering dan digiling beberapa kali sampai halus. Hasil gilingan yang masih basah disebut pastadan dapat langsung digunakan.
- Pasta dapat dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein=61,65%, Lemak=27,30%, Abu=2,34%, Air=8,80%, Nilai ubah=5–8. Juga mengandung hormon, enzim, vitamin, dan mineral yang dapat merangsang nafsu makan dan pertumbuhan.
e) Tepung Kepompong Ulat Sutra
1. Bahan: kepompong ulat sutra yang merupakan limbah industri pemintalan benang sutra alam.
2. Kandungan gizinya: Protein= 46,74%, Lemak= 29,75%, Abu= 4,86%, Serat= 8,89%, Air= 9,76%, Nilai ubah= 1,8.
f) Ampas Minyak Hati Ikan
1. Bahan: amapas hati ikan yang telah diperas minyaknya.
2. Cara pembuatannya: (1) digunakan sebagai pasta, karena kandungan lemaknya tinggi, sehingga sukar dikeringkan. (2) Digiling halus sampai bentuknya seperti pellet.
3. Kandungan gizinya: Protein= 25,08%, lemak= 56,75%, Abu= 6,60%, Air=12,06%, Nilai ubah= 8.
g) Tepung Darah
1. Bahan: darah, limbah dari rumah pemotongan ternak.
2. Cara pembuatanny: darah beku yang masih mentah dimasak dan dikeringkan, kemudian digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein= 71,45%, Lemak= 0,42%,Karbohidrat= 13,12%, Abu= 5,45%, Serat= 7,95%, Air= 5,19. Proteinnya sukar dicerna, sehingga penggunaannya untuk ikan <>
h) Silase Ikan
1. Bahan: ikan rucah dan limbah pengolahan.
2. Silase adalah hasil olahan cair dari bahan baku asal ikan/limbahnya.
3. Cara pembuatan: (1) Bahan dicuci, dicincang kecil-kecil, kemudian digiling. Hasil gilingan direndam dalam larutan asam formiat 3% 24 jam, kemudian diperas. (2) Air perasan ditampung dan lapisan minyak yang mengapung di lapisan atas disingkirkan. (3) Cairan yang bebas minyak dicampur dengan ampas dan ditambah asam propionat 1%, untuk mencegah tumbuhnya bakteri/cendawan dan menambah daya awet ± 3 bulan dengan pH ± 4,5. (4) Bahan diperam selama 4 hari dan diaduk 3- 4 kali sehari. (5) Bahan cair yang bersifat asam dapat dicampur dengan dedak, ketela pohon/tepung jagung dengan perbandingan 1:1, dikeringkan dan digunakan untuk campuran dalam ramuan makanan.
4. Kandungan gizinya: Protein=18-20%, Lemak=1-2%, Abu=4-6%, Air=70- 75%, Kapur=1-3%, Fosfor=0,3-0,9%.
i) Arang Bulu Ayam dan Tepung Tulang
1. Bahan: arang bulu ayam, tulang ternak.
2. Cara pembuatan: Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama 2-4 jam dengan suhu 100 derajat C, kemudian dihancurkan hingga menjadi serpihan-serpihan sepanjang 1-3 cm. Serpihan tulang direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan air tawar. Pemisahan selatin dengan jalan pemanasan 3 tahap, yaitu pada suhu 60 derajat C selama 4 jam, suhu 70 derajat C selama 4 jam, dan 100 derajat C selama 5 jam. Pemrosesan selatin. Tulang dikeringkan pada suhu 100 derajat C, sampai kadar airnya tinggal 5% dan digiling hingga menjadi tepung. Pengemasan dan penyimpanan.
3. Kandungan gizinya: Protein=25,54%, Lemak=3,80%, Abu=61,60%, Serat=1,80%, Air=5,52%.
j) Tepung Bekicot
1. Bahan: daging bekicot mentah dan daging bekicot rebus.
2. Cara pembuatan: Daging bekicot dikeringkan lalu digiling. Untuk campuran makanan sebesar 5-15%.
3. Kandungan gizi: Protein=54,29%, Lemak=4,18%, Karbohidrat=30,45%, Abu=4,07%, Kapur=8,3%, Fosfor=20,3%, Air=7,01.
k) Tepung Cacing Tanah
1. Dapat menggantikan tepung ikan, dapat diternak secara masal.
2. Jumlah penggunaan dalam ramuan 10-25%.
3. Cara pembuatan: Cacing dikeringkan lalu digiling.
4. Kandungan proteinnya 72% dan mudah diserap dinding usus.
l) Tepung Artemia
1. Dapat menggantikan tepung ikan/kepala udang.
2. Kandungan protein (asam amino essensial) untuk burayak 42% dan dewasa 60%, sedangkan asam lemak tak jenuh untuk burayak 20% dan dewasa 10%. Daya cernanya tinggi.
m) Telur Ayam dan Itik
1. Bahan: telur mentah atau telur rebus.
2. Penggunaan: Telur mentah langsung dikopyok dan dicampur dengan bahan lain. Telur rebus, diambil kuningnya, dihaluskan dan dilarutkan sampai membentuk emulsi atau suspensi.
3. Kandungan gizinya: Protein=12,8%, Lemak=11,5%, Karbohidrat=0,7%, Air=74%.
n) Susu
1. Bahan: tepung susu tak berlemak (skim).
2. Kandungan gizi: Protein=35,6% Lemak=1,0% Karbohidrat=52,0%, Air=3,5%

2. Bahan Nabati

a)
Dedak
Bahan dedak padi ada 2, yaitu dedak halus (katul) dan dedak kasar. Dedak yang paling baik adalah dedak halus yang didapat dari proses penyosohan beras, dengan kandungan gizi: Protein=11,35%, Lemak=12,15%, Karbohidrat=28,62%, Abu=10,5%, Serat kasar=24,46%, Air=10,15%, Nilai ubah= 8.
b) Dedak Gandum
Bahan: hasil samping perusahaan tepung terigu. Tepung yang paling baik untuk pakan ikan adalah “wheat pollard” dengan kandungan gizi: Protein=11,99%, Lemak=1,48%, Karbohidrat=64,75%, Abu=0,64%, Serat kasar=3,75%, Air=17,35%, Nilai ubah=2-3.
c) Jagung
Terdapat 2 jenis, yaitu: (1) Jagung kuning, mengandung protein dan energi tinggi, daya lekatnya rendah; (2) Jagung putih, mengandung protein dan energi rendah, daya lekatnya tinggi. Sukar dicerna ikan, sehingga jarang digunakan.
d) Cantel/Sorgum
Berwarna merah, putih, kecoklatan. Warna putih lebih banyak digunakan. Mempunyai zat tanin yang dapat menghambat pertumbuhan, sehingga harus ditambah metionin/penyosohan yang lebih baik.
Kandungan gizi: Protein=13,0%, Lemak=2,05%, Karbohidrat=47,85%, Abu=12,6%, Serat kasar= 13,5%, Air=10,64%, Nilai ubah2-5.
e) Tepung Terigu
Berasal dari biji gandum, berfungsi sebagai bahan perekat dengan kandungan gizi: Protein=8,9%; Lemak=1,3%; Karbohidrat=77,3%; Abu=0,06%; Air=13,25%.
f) Tepung Kedele
Keuntungan: mengandung lisin asam amino essensial yang paling essensial dan aroma makanan lebih sedap, penggunaannya ± 10%.
Kekurangan: mengandung zat yang dapat menghambat enzim tripsin, dapat dikendalikan dengan cara memasak.
Kandungan gizi: Protein: 39,6%, Lemak=14,3%, Karbohidrat=29,5%, Abu=5,4%, Serat=2,8%, Air=8,4%, Nilai ubah=3-5.
g) Tepung Ampas Tahu
Kandungan gizinya: Protein=23,55%, Lemak=5,54%, Karbohidrat=26,92%, Abu=17,03%, Serat kasar=16,53%, Air=10,43%.
h) Tepung Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah ampas pembuatan minyak kacang.
Kelemahannya: dapat menyebabkan penyakit kurang vitamin, dengan gejala sirip tidak normal dan dapat dicegah dengan membatasi penggunaannya.
Kandungan gizi: Protein=47,9%, Lemak=10,9%, Karbohidrat =25,0%, Abu=4,8%, Serat kasar=3,6%, Air=7,8%, Nilai ubah=2,7-4.
i) Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah ampas dari proses pembuatan minyak kelapa. Sebagai bahan ramuan dapat dipakai sampai 20%.
Kandungan gizi: Protein=17,09%, Lemak=9,44%, Karbohidrat=23,77%, Abu=5,92%, Serat kasar=30,4%, Air=13,35%.
j) Biji Kapuk/Randu
Bahan: bungkil kapuk yang telah diambil minyaknya.
Kelemahannya: Mengandung zat siklo-propenoid yang bersifat racun bius. Penggunaannya < 5%.
Kandungan gizinya: Protein=27,4%, Lemak=5,6%, Karbohidrat=18,6%, Abu=7,3%, Serat kasa=25,3%, Air=6,1 %.
k) Biji Kapas
Bahan: bungkil dari pembuatan minyak.
Kelemahannya: mengandung zat gosipol yang bersifat sebagai racun, yaitu merusak hati dan perdarahan/pembengkakan jaringan tubuh. Untuk penggunaannya harus dimasak dulu.
Kandungan gizi: Protein=19,4%, Lemak=19,5%, Asam lemak linoleat=47,8%, Asam lemak palmitat=23,4%, Asam lemak oleat=22,9%.
l) Tepung Daun Turi
Kelemahannya: mengandung senyawa beracun : asam biru (HCN), lusein, dan alkoloid-alkoloid lainnya.
Kandungan gizinya: Protein=27,54%, Lemak=4,73%, Karbohidrat=21,30%, Abu=20,45%, Serat kasar=14,01%, Air=11,97 %.
m) Tepung Daun Lamtoro
Kelemahannya: mengandung mimosin, dalam pemakaiannya < 5% saja.
Kandungan gizinya: Protein=36,82%, Lemak=5,4%, Karbohidrat=16,08%, Abu=1,31%, Serat kasar=18,14%, Air=8,8%.
n) Tepung Daun Ketela Pohon
Kelemahannya: racun HCN/asam biru.
Kandungan gizi: Protein=34,21%, Lemak=4,6%, Karbohidrat=14,69%, Air=0,12.
o) Isi Perut Besar Hewan Memamah biak
Bahan: dari rumah pemotongan ternak.
Cara pembuatan: dikeringkan, digiling sampai menjadi tepung.
Kandungan gizinya: Protein=8,39%, Lemak=5,54%, Karbohidrat=33,51%, Abu=17,32%, Serat kasar=20,34%, Air=14,9%, Nilai ubah=2.

3. Bahan Vitamin

a)
Vitamin dan Mineral
1. Cara memperoleh: dari toko penjual makanan ayam (poultry shop) yang sudah dikemas dalam bentuk premiks (premix).
2. Premix tersebut mengandung vitamin, mineral, dan asam-asam amino tertentu.
3. Contoh-contoh merek dagang:

-
Top mix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), 2 asam amino essensial (metionin dan lisin) dan 6 mineral (Mn, Fe, J, Zn, Co dan Cu), serta antioksidan (BHT)
- Rhodiamix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), asam amino essensia metionin, dan 8 mineral (Mg, Fe, Mo, Ca, J, Zn, Co dan Cu), serta antioksidan.
- Mineral B12: mengandung tepung tulang, CaCO3, FeSO4, MnSO4, KI, CuSO4, dan ZnCO3, serta vitamin B12 (sianokobalamin).
- Merek lain: Aquamix, Rajamix U, Pfizer Premix A, Pfizer Premix B.
4. Penggunaannya :
Untuk ikan 1-2% dan untuk udang 10-15%.
b) Garam Dapur (NaCl)
1. Fungsi: sebagai bahan pelezat (gurih), mencegah terjadinya proses pencucian zat-zat lain yang terdapat dalam ramuan makanan ikan.
2. Penggunaannya cukup 2%.
c) Bahan Perekat
1. Contoh bahan perekat: agar-agar, gelatin, tepung terigu, tepung sagu, dll. Yang paling baik adalah tepung kanji dan tapioka.
2. Penggunaannya cukup 10%.
d) Antioksidan
1. Bahan: fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikulin (1,2dihydro-6-etoksi- 2,2,4 trimethyquinoline), BHT (butylated hydroxytoluena), dan BHA (butylated hydroxyanisole).
2. Penggunaannya: etoksikulin 150 ppm, BHT dan BHA 200 ppm.
e) Ragi dan Ampas Bir
1. Ragi adalah sejenis cendawan yang dapat merubah karbohidrat menjadi alkohol dan CO2.
2. Macam ragi: ragi tape, ragi roti, dan bir.
3. Kandungan gizi: Protein=59,2%, Lemak=0, Karbohidrat=38,93%, Abu=4,95%, Serat kasar=0, Air=6,12%.
4. Ampas bir merupakan limbah pengolahan bir.
5. Kandungan gizinya: Protein=25,9%, Serat kasar=15%
6. Penggunaannya: ampas bir basah 3-6% dan kering 10%.

6.3. Penyiapan Peralatan

1. Pakan Alami

a)
Chlorella
1. Alat-alat yang akan digunakan dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas dengan larutan klorin 150 ppm.
2. Dalam wadah 1 galon:
- Menggunakan stoples atau botol “carboys”, slang aerasi, dan batu aerasi.
- Botol diisi medium ± 3 liter, untuk Chlorella air laut menggunakan medium dengan kadar garam 15 permil, dan untuk Chlorella menggunakan air tawar. Air medium disaring dengan kain saringan 15 mikron.
- Disterilkan dengan cara mendidihkan, klorinasi, atau penyinaran dengan lampu ultraviolet.
- Pemupukan dengan menggunakan ramuan Allen-Miguel, yang terdiri dari 2 larutan, yaitu: (1) Larutan A, terdiri dari 20 gram KNO3 dalam 100 ml air suling; (2) Larutan B, terdiri dari: 4 gram Na2HPO4.12H2O; 2 gram CaCl2.6H2O; 2 gram FeCl3; dan 2 ml HCl; semuanya dilarutkan dalam 80 ml air suling.
- Setiap 1liter medium, menggunakan 2 ml larutan A dan 1 ml larutan B.
3. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton
- Wadah dicuci dan dibebashamakan. Air untuk medium harus disaring. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran: 100 mg/liter pupuk 21-0-0, Urea sebanyak 10-15 mg/liter dan pupuk 16-20-0 sebanyak 10-15 mg/l
- Untuk pertumbuhan dalam wadah besar (1ton) cukup menggunakan urea dengan takaran 50 gram/m3.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton.
- Wadah diisi air medium dengan kadar garam 28 permil yang telah disaring dengan saringan 15 mikron. Kemudian disterilkan dengan cara direbus, diklorin 60 ppm dan dinetralkan dengan 20 ppm Na2S2O3, atau disinari lampu ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Natrium nitrat – NaNO3 = 84 mg/l
2. Natrium dihidrofosfat-NaH2PO4 = 10 mg/l atau Natrium fosfat-Na3PO4 = 27,6 mg/l atau Kalsium fosfat-Ca3(PO4)2 = 11,2 mg/l
3. Besi klorida – FeCl3 = 2,9 mg/l
4. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 10 mg/l
5. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 9,2 mg/l
6. Biotin = 1 mikrogram/l
7. Vitamin B12 = 1mikrogram/l
8. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
9. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
10. Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
11. Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
12. Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter):
- Dapat menggunakan botol “carboys” atau stoples.
- Persiapan sama dengan dalam wadah 1 liter.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Agrimin = 1 mg/l
4. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
5. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
6. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
7. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter dapat menggunakan akuarium, dan untuk 1 ton menggunakan bak dari kayu, bak semen, atau bak fiberglass.
- Persiapan lain sama.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/liter
2. Pupuk 16-20-0 = 5 mg/liter
3. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 5 mg/liter atau Kalium dihidrofosfat-K2H2PO4 = 5 mg/liter
4. Agrimin = 1 mg/liter
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/liter
- Untuk wadah 1 ton dapat hanya menggunakan urea 60-100 mg/liter dan TSP 20-50 mg/liter.
c) Dunaliella
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar garam 18-22 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/liter, kemudian diaerasi dan dibiarkan sebentar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton.
- Wadah diisi air medium yang telah disaring dengan saringan 15 mikron sampai 300-500 ml, dan berkadar garam 28-35 untuk Diatomae laut dan air tawar untuk Diatomae tawar. Kemudian disterilkan dengan cara direbus, diklorin, atau disinari lampu ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
a) Larutan A= KNO3 20,2 gram + Air suling 100 ml
b) Larutan B= Na2HPO4 2,0 gram + Air suling 100 ml
c) Larutan C= Na2SiO3 1,0 gram + Air suling 100
d) Larutan D= FeCl3) 1,0 gram + Air suling 20 ml
- Setiap 1 liter medium diberi larutan A, B, C, sebanyak 1 ml dan larutan D 4 tetes. Kemudian diaerasi dengan batu aerasi dan sumber udara dapat berasal dari mesin blower, kompressor atau aerator.
- Pupuk lain yang dapat ditambahkan:
1. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid)=10 mg/l
2. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 0,2 mg/l
3. Biotin = 1,0 mg/l
4. Vitamin B12 = 1,0 mg/l
5. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
6. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
7. Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
8. Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
9. Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter):
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
1. Urea = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
7. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
8. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. K2HPO4 atau KH2PO4 = 5 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. 16-20-0 = 5 mg/l
e) Spirulina
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar garam 15-20 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/l, kemudian diaerasi dan dibiarkan sebentar.
f) Brachionus
1. Dengan Pemupukan
- Wadah yang digunakan berukuran 1-10 ton atau 10-100 ton yang telah dicuci dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton. Wadah diisi air melalui kain saringan halus.
- Pemupukan menggunakan kotoran sapi kering 20 mg/l, pupuk urea dan TSP masing–masing 2 mg/l, kemudian didiamkan 4-5 hari, sampai tumbuh jasad-jasad renik makanan Brachionus, yaitu jenis Diatomae, seperti Cyclotella, Melosira, Asterionella, Nitzschia, dan Amphora. Tumbuhnya Diatomae ditandai dengan warna coklat
perang.
2. Dengan Pemberian Makanan
- Wadah yang digunakan berukuran 1 ton, yang terbuat dari papan kayu yang dilapisi lembaran plastik, bahan semen, atau fiberglass, yang dicuci biasa. Wadah diisi air medium, tergantung jenis Brachionus. Wadah diletakkan di luar ruangan, di bawah atap bening.
- Pemupukan menggunakan 100 mg/l urea, 20 mg/l TSP, dan 2 mg/l FeCl3, untuk menumbuhkan algae planktonik (Chlorella dan Tetraselmis). Medium diudarai untuk meratakan pupuk dan algae.
g) Artemia
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak berbentuk empat persegi panjang dengan sudut tegak lurus, menyerong, atau melengkung. Ukurannya 300 liter, 2 ton, 5 ton, dsb.
2. Di tengah bak dipasang penyekat terbuat dari papan/lembaran plastik dengan arah membujur sejajar dengan sisi bak yang panjang. Jarak antara ujung penyekat tengah dengan sisi bak yang pendek 2/3 kali jarak antara penyekat tengah dengan sisi bak yang panjang, dan jarak sisi bawah dengan dasar bak 2-5 cm.
3. Dalam bak dipasang "air water lift (AWL)" yang terbuat dari pipa-pipa PVC untuk menimbulkan putaran.
- Kedalaman 20 cm, diameter pipa AWL= 25 mm
- Kedalaman 40 cm, diameter pipa AWL= 40 mm
- Kedalaman 75 cm, diameter pipa AWL= 50 mm
- Kedalaman 100 cm, diameter pipa AWL= 60 mm
4. Pipa AWL dipotong miring 30-45 derajat pada ujung bawahnya dan dipasang menyentuh dasar bak. Pipa AWL diikat pada kedua belah sisi penyekat tengah dan ujung -ujung bagian atasnya dibuat menyerong 30-45 derajat. Jarak antara AWL 25-40 cm dengan arah berlawanan.
5. Slang plastik berdiameter 6 mm dimasukkan pada AWL untuk saluran udara, yang dihubungkan dengan tabung pembagi udara terbuat dari pipa PVC berdiameter 5 cm dan diikat pada atas penyekat tengah.
6. Tabung dihubungkan dengan pipa udara yang mengalirkan udara dari mesin penghembus udara (Blower).
7. Air untuk pemeliharaan adalah air laut (kadar garam 30-35 permil) atau air tiruan (kadar garam 30 permil) yang dapat dibuat dari beberapa bahan kimia, yaitu:
- Garam dapur (NaCl) = 31,08 gram
- Magnesium sifat (MgSO4) = 7,74 gram
- Magnesium klorida (MgCl2) = 6,09 gram
- Kalsium klorida (CaCl2) = 1,53 gram
- Kalium klorida (KCl) = 0,97 gram
- Natrium hidrokarbonat (NaHCO3) = 2 gram
- Air tawar dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NaHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah sebelum digunakan.
8. Penyaringan air dilakukan untuk mengurangi timbunan kotoran.
Penyaringan air dilakukan dengan kotak keping penyaring berbentuk kotak persegi empat yang terbagi 2 bagian, yaitu bagian pertama untuk pemasukan air dan bagian kedua untuk pengendapan. Ukuran kotak 10% dari bak dan terbuat dari kayu yang dicat dengan epoxy. Alat ini dibersihkan 2 hari sekali.
h) Infusoria
1. Penangkaran dapat dilakukan secara berurutan dalam wadah 1 liter, 1 galon, 200 liter, dan 1 ton. Untuk wadah 1 liter dan 1 galon, menggunakan air rebusan jerami sebagi medium, dan untuk wadah yang lebih besar menggunakan air mentah.
2. Air mentah dimasukkan dalam wadah 200 liter dan 1 ton (tergantung jenis Ciliatanya) dan ditambah potongan-potongan jerami atau rumput kering, daun selada, atau kulit pisang kering, kemudian air diaerasi.
i) Kutu Air
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak dengan ukuran 1 ton (1 m3). Bak diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung.
2. Wadah diisi air tawar sampai 60 cm dan diudarai dengan batu 1-2 aerasi per 2,5 m2.
3. Pemupukan menggunakan kotoran ayam kering yang dilarutkan dalam air samapi konsentrasinya 10% dan bungkil kelapa yang ditumbuk halus dan diayak dengan saringan 500 mikron.
4. Pemupukan pertama menggunakan kotoran ayam 1000 ml/ton dan bubuk bungkil kelapa 200 gram/ton yang dicampur dan dimasukkan dalam kantong yang diperas di atas bak pemeliharaan, sehingga air perasan langsung jatuh ke bak.
5. Pemupukan kedua dilakukan 4 hari kemudian, dan pemupukan ketiga dilakukan bila perlu.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Wadah penetasan yang juga merupakan wadah pemeliharaan dapat berupa pengaron, ember plastik, atau wadah bukan logam yang lainnya. Air medium menggunakan air leri atau air biasa.
2. Setelah telur cukup, wadah dimasukkan dalam kandan yang diberi dinding kelambu.
k) Cacing Tubifex
1. Lahan dibuat dengan bentuk mirip kolam dengan luas 10x10 cm atau lebih, dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air.
2. Dasar kolam dibuat petakan-petakan (blok) lumpur, berjarak 20 cm, setinggi 10 cm dengan luas 1x2 m dan dasarnya dilapisi papan kayu atau dibentuk cetakan.
3. Pemupukan menggunakan dedak halus (200-250 gram/m2) atau kotoran ayam yang telah dibersihkan dan dihaluskan sebanyak 300 gram/m2. Pupuk ditebar di lahan dan direndam air 5 cm selama 4 hari bila menggunakan dedak dan 3 hari bila menggunakan kotoran ayam.
l) Ulat Hongkong
1. Pemeliharaan skala kecil dapat menggunakan beberapa kotak kayu/tripleks berukuran 40x40x20 cm yang dilapisi selotip/isolasi pada bagian bibirnya, atau ember plastik, baki, atau waskom.
2. Bagian atas tempat pemeliharaan dibiarkan terbuka untuk memudahkan panen. Kemudian wadah ditempatkan pada rak dan diletakkan dalam ruang gelap dan tidak kena sinar matahari.
3. Medium pemeliharaan yang berupa campuran dedak halus dan ampas tahu kering atau tepung jagung yang dicampur tepung tulang dan tepung ikan yang telah disaring/diayak, ditebar pada dasar wadah setebal 2-3 cm.

2. Pakan Buatan
Alat-alat yang diperlukan :

a)
Alat Penggiling dan Pengayak
b) Alat Penimbang dan Penakar
c) Alat Pengaduk dan Pencampur
d) Alat Pemasak
e) Alat Pengering
f) Alat Penyimpan

6.4. Pemeliharaan Pakan Alami

a)
Chlorella
1. Dalam wadah 1 galon :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, sampai airnya berwarna agak kehijau-hijauan. Bibit yang masuk disaring dengan saringan 15 mikron.
- Wadah disimpan di dalam ruang laboratorium di bawah penyinaran lampu neon, dan air diudarai terus-menerus.
- Setelah ± 5 hari, Chlorella sudah tumbuh dengan kepadatan sekitar 10 juta sel/ml. Airnya berwarna hijau segar.
- Hasil penumbuhan ini digunakan sebagai bibit pada penumbuhan dalam wadah yang lebih besar.
2. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton :
- Untuk wadah 60 liter membutuhkan 1 galon bibit dan untuk wadah 1 ton membutuhkan 5 galon bibit.
- Selain dipupuk, dapat dilepaskan ikan mujair besar 4-5 ekor/m2 yang diberi makan pelet secukupnya, bertujuan sebagai penghasil pupuk organik dari kotorannya.
- Wadah disimpan dalam ruangan yang kena sinar matahari langsung.
- Setelah 5 hari pertumbuhan terjadi dan pada puncaknya dapat mencapai kepadatan 5 juta sel/ml.
- Secara berkala medium perlu dipupuk susulan, penambahan air baru, dan pemberian obat pemberantas hama.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000 sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
- Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml, hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml.
- Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton 100 liter.
- Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat digunakan sebagai pakan.
c) Dunaliella
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah pupuk tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/3 bagian. Wadah ditutup kapas atau stirofoam yang telah diberi slang untuk mencegah kontaminasi.
3. Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada wadah yang lebih besar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 70.000 sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 3-4 hari telah berkembang dengan kepadatan 6-7 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter):
- Bibit ditebar sebanyak 100 ml. Wadah ditaruh di dalam ruangan ber- AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus.
- MSetelah 2 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-6 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton 100 liter.
- Dalam wadah 200 ml, waktu 2 hari mencapai puncak perkembangan dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml, sedangkan wadah 1 liter, dalam 3 hari mencapai 2-3 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat digunakan sebagai pakan.
e) Spirulina
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/5-1/10 bagian. Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada wadah yang lebih besar.
f) Brachionus
Dengan Pemupukan: Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan, sebanyak 10 ekor/ml. 5-7 hari kemudian, Brachionus berkembang dengan kepadatan sekitar 100 ekor/l dan dapat digunakan sebagai pakan ikan.
Dengan Pemberian Pakan:
1. Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan, sebanyak 10 ekor/ml. Wadah setiap hari pagi diaduk sebagai ganti pengudaraan.
2. Pemberian makanan berupa algae dapat diganti dengan ragi roti sebanyak 1-2 gram berat basah per 1 juta ekor per hari pada suhu 25 derajat C atau 2-3 gram pada suhu lebih dari 25 derajat C. Takaran untuk ragi kering adalah 1/3-1/2 takaran berat basah
3. Apabila campuran algae tidak bisa diberikan terus-menerus, maka 1-2 jam sebelum panen harus diberi makanan algae secukupnya.
- Ragi laut (Rhodotorula) dapat juga diberikan sebagai makanan Brachionus. Ragi laut dapat diperoleh dari saluran pembuangan pembenihan ikan dan udang laut.
- Ragi laut dapat ditumbuhkan dengan memupuknya dengan 10 g gula, 1 g (NH4)2SO4, dan 0,1 g KH2PO4 atau K2HPO4 untuk setiap 1 liter air laut, dan ditambah HCl untuk mencapai pH 4. Dalam wadah 500-1000 liter, kepadatannya 100 juta sel/ml.
- Brachionus yang diberi makan ragi laut mencapai kepadatan 80-120 ekor/ml dalam masa pemeliharaan 25 hari.
g) Artemia
1. Makanan utama Artemia adalah katul padi (dedak halus) yang berukuran <>
2. Dedak dilarutkan sebanyak 50-150 gram/l air garam (150 gram dalam 1 liter air), kemudian diblender dan disaring dengan kain saring halus 50 mikron. Larutan dedak diwadahi kantong plastik berdasar kerucut dan diberi slang plastik yang dilengkapi kran untuk pemberian pakan.
3. Jumlah pemberian pakan ditentukan berdasarkan kekeruhan medium, Artemia dewasa (>2 minggu) kekeruhannya 20-25 cm, dan Artemia berumur <>

Usaha Pembesaran
1. Benih berupa burayak tingkat nauplius instar I yang masih belum perlu makan dengan padat penebaran 1000-3000 ekor/l yang dilakukan pada senja hari.
2. Pemberian makan untuk umur 1-5 hari, ditandai dengan kekeruhan 15-20 cm dan untuk umur > 6 hari 20-25 cm.
3. Alat penyaring air mulai dipasang dengan mata saringan yang berangsur-angsur diperbesar sesuai umur Artemia, yaitu 200, 250, 350, dan 450
mikron.
4. Kadar O2, pH, dan suhu air diamati secara rutin. Aerasi ditambah bila O2 <>

Produksi Nauplius
1. Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
2. Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak secara ovovivipar (melahirkan nauplius), yaitu kadar garam 40-50 permil, suhu 25-30 derajat C, kadar O2 4 mg/l, dan pH 7,5-8,5.
3. Umur 3 minggu Artemia mulai kawin dan setiap 4-5 hari sekali akan beranak dengan jumlah 100-300 ekor. Umur induk dapat mencapai 6 bulan.

Produksi Telur
- Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
- Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak secara ovipar (bertelur), yaitu peningkatan kadar garam dan penurunan kadar O2 .
- Setelah Artemia dewasa kadar garam dinaikkan sampai 90 permil dengan cara menambah larutan garam pekat secara berangsur-angsur tiap hari.
- Setelah berumur 4 minggu, ditambah EDTA sampai kadarnya 25 mg/l dalam waktu 1 minggu.
- Minggu ke-5, kadar O2 diturunkan dengan cara memutuskan aerasi tiap 1 jam selama 10 menit. 1-2 minggu kemudian induk Artemia mulai mengandung telur.
h) Infusoria
1. Penebaran bibit Ciliata dilakukan setelah makanan tumbuh, yaitu ±1 minggu setelah persiapan wadah.
2. Ciliata dapat berkembang biak dalam waktu seminggu, ditandai dengan warna air medium yang berubah jadi keputih-putihan.
3. Apabila medium budidaya berbau busuk, dilakukan pergantian air secara bertahap dengan menggunakan slang air.
i) Kutu Air
1. Pemasukan biibt dilakukan 18-24 jam sesudah pemupukan awal dengan padat penebaran 30 ekor/l.
2. Perkembangannya akan mencapai puncak dalam waktu 7-10 hari dengan kepadatan 3000-5000 ekor/l.
3. Makanan kutu air terdiri dari tumbuhan renik dan detritus.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Makanan diberikan secara berkala yang terdiri dari ragi, kotoran kelinci dan susu bubuk, atau detritus kering yang berasal dari alam.
2. Dinding wadah yang ditumbuhi bakteri/lendir harus dibersihkan.
k) Cacing Tubifex
Penebaran bibit dilakukan dalam lubang-lubang kecil di atas bedengan (petakan /blok) yang berjarak 10-15 cm dengan jumlah 10 ekor /lubang. Masa pemeliharaan cacing sekitar 10 hari.
l) Ulat Hongkong
1. Pemberian pakan tambahan berupa buah-buahan dan sayuran yang masih segar.
2. Pembersihan tempat dilakukan bila media hidup berubah warna jadi agak hitam. Caranya dengan menyaring/mengayak sel media dan ulatnya dengan ukuran saringan tergantung ukuran ulat. Untuk membersihkan kotoran yang agak besar dilakukan dengan menampi.
3. Dalam waktu 2 minggu, ulat berubah bentuk menjadi kepompong, kemudian kumbang dan membutuhkan makanan lebih banyak.
4. Kumbang berwarna agak keputihan, kemudian berubah kehitam-hitaman. Setelah 3 minggu kumbang bertelur sebanyak 1000 butir/ekor dan akan menetas 5-6 hari kemudian. Umur induk hanya 1 bulan setelah bertelur.
5. Ulat yang menetas baru terlihat setelah 2 minggu. Pakan tambahan yang diberikan, terutama sawi putih/sayuran lain yang banyak kandungan airnya.
6.5. Pembuatan Pakan Buatan
Dalam menyusun ramuan untuk pakan buatan harus memperhatikan kadar zat-zat dari masing-masing bahan baku dan disesuaikan dengan kebutuhan.

a)
Bentuk Larutan Emulsi
1. Sebutir telur itik direbus sampai masak, kemudian diambil kuningnya dan dilarutkan dalam 200 ml air.
2. Sambil diaduk, tambahkan 40 g tepung kedele halus, 5 g sagu, dan akhirnya 1 g vitamin.
3. Panaskan larutan sambil tetap diaduk, sampai diperoleh cairan kental seperti lem yang encer. Larutan siap digunakan setelah dingin.
4. Masa simpan larutan 10 jam dan digunakan untuk makanan burayak ikan yang berumur 3-20 hari.
b) Bentuk Larutan Suspensi
1. 20 g kedele direbus sampai masak, agar zat penghambat tumbuhnya hilang, dihaluskan dan diberi air sedikit demi sedikit, kemudian disaring dengan kain mori halus. Telur itik diberi perlakukan serupa dan yang digunakan hanya bagian yang kuning.
2. Larutan sari kedele dan larutan sari kuning telur dicampur dan diaduk merata.
3. Digunakan untuk makanan burayak.
c) Bentuk Roti Kukus
1. Telur itik dikopyok sampai lumat dan berbuih. Secara berangsur-angsur ditambahkan tepung ikan, tepung terigu, dan tepung susu, sampil terus diaduk dan diberi air sedikit demi sedikit.
2. Adonan dikukus sampai masak selama 30 menit. Roti yang sudah masak didinginkan dengan kipas angin.
3. Vitamin B dan C dihaluskan, ditambah tetrasiklin yang telah dibuang kapsulnya dan beberapa tetes vitamin A+D-pleks dan Kalsidol.
4. Roti kukus yang telah dingin, dibentuk menjadi gumpalan kecil-kecil, kemudian dioleskan pada campuran vitamin dan antibiotik, sambil diremas-remas sampai campuran merata. Roti dapat disimpan dalam lemari es selama 3 hari.
5. Sebelum digunakan sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan melarutkannya dalam air melalui kain saringan halus yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran burayak yang akan diberi makan.
d) Bentuk Pellet
1. Bahan untuk membuat pelet ada 2 macam, yaitu berupa: tepung kering dan gumpalan (pasta).
2. Bahan perekat dapat dicampur langsung dengan bahan lainnya saat masih kering, atau disendirikan. Bila disendirikan, bahan tersebut diseduh dulu dengan air mendidih sampai mengental seperti lem encer. Setelah itu bahan perekat dicampur dengan bahan-bahan lainnya.
3. Pencampuran bahan dimulai dengan bahan yang jumlahnya sedikit dan diakhiri dengan bahan yang jumlahnya paling banyak. Bahan yang berupa pasta dicampurkan paling akhir. Bahan perekat yang dibuat adonan tersendiri, dicampurkan paling akhir. Adonan yang masih kurang basah dapat ditambah air sedikit demi sedikit.
4. Apabila bahan perekat dicampur langsung dengan bahan-bahan lainnya, maka pembuatan adonan dilakukan dengan air panas sebanyak ± 1/4 berat bahan baku. Pengadukan dilakukan di atas api kecil, agar air tidak cepat dingin.
5. Pengadukan adonan dilakukan sampai terjadi perubahan warna.
6. Adonan didinginkan di atas tampir. Apabila menggunakan ragi, maka pencampurannya dilakukan setelah adonan dingin.
7. Bahan baku yang telah dingin dicetak dengan penggiling daging dan akan diperoleh bentuk batangan-batangan. Batangan basah tersebut dipotongpotong sepanjang 3 cm.
8. Pelet basah yang telah dipotong-potong dijemur sampai kadar airnya 10- 20%. Pengeringan dihentikan apabila pelet kering, keras dan mudah patah.
e) Bentuk Remah dan Tepung
1. Keduanya berasal dari pellet yang sudah kering. Pellet digiling lagi dengan penggiling kopi. Besar kecilnya ukuran butiran tergantung kendor kencangnya setelan gigi-gigi penggilas alat penggiling.
2. Tepung kasar dan halus dipisahkan dengan ayakan.
- Untuk benih berumur 20-40 hari, mata saringnya 40-75 sampai 75-105 mikron.
- Untuk benih berumur 40-80 hari, mata saringnya > 105 mikron.
f) Bentuk Lembaran
1. Kuning telur ayam dikopyok sampai lumat, sambil berangsur-angsur ditambah air 100 ml, kemudian ditambah 20 gram tepung terigu.
2. Adonan dipanaskan sambil terus diaduk sampai adonan mengental menjadi emulsiarutan emulsi yang masih panas dan encer, dioleskan tipistipis dan tipis-tipis di atas lempeng aluminium, kemudian dipanggang sampai mengering dan akan mengelupas sendiri.
3. Lapisan yang telah mengelupas, dikumpulkan. Dalam keadaan demikian mudah pecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.
7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama dan Penyakit Pakan Alami

a)
Chlorella
1. Untuk mencegah berkembangnya hama dan pengganggu, medium dibubuhi dengan larutan tembaga sulfat atau trusi (CuSO4) sebanyak 1,5 mg/l. Selain itu air baru yang akan ditambahkan harus disaring dengan kain saringan 15 mikron.
2. Hama yang sering mengganggu adalah Brachionus, Copepoda, dll. Untuk memberantas hama tersebut dalam wadah 60 liter atau 1 ton dapat dilepas ikan mujair 4-5 ekor.
b) Kutu Air
1. Moina yang bergerombol di permukaan menunjukkan mutu medium menurun.
2. Cendawan yang meningkat pada hari ke-3. Bila cendawan sudah banyak, budidaya dihentikan dan bak dikeringkan.
3. Bila muncul Brachionus dan Ciliata, budidaya dihentikan dan kolam dicuci dengan larutan klorin 100 ml/m3 dan dikeringkan.
c) Jentik-jentik nyamuk tari (Chironomus) dicegah dengan menutup bak dengan kasa nyamuk.
d) Ulat Hongkong
Hama yang mengganggu, antara lain : semut, cecak, dan tikus. Pencegahan dilakukan dengan mengolesi wadah dengan minyak mesin (Oli).
7.2. Gangguan pada pakan buatan
1. Bahan kimia yang sering mengotori bahan baku adalah obat-obatan pemberantas hama pertanian, terutama pestisida organoklorin.
2. Kotoran-kotoran, seperti : limbah industri, kotoran dari mesin-mesin pengolahan.
3. Bahan kimia beracun yang secara alami terdapat dalam bahan baku.
8. P A N E N (Panen Pakan Alami)

a. Chlorella
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung diumpankan pada ikan.
b. Tetraselmis
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1 ton.
c. Dunaliella
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1 ton.
d. Diatomae
1. Pemanenan menggunakan alat penyaring pasir yang terbuat dari ember plastik 60 l, yang bagian bawahnya dipasang pipa PVC (d = 5 cm) yang berlubang-lubang kecil sebagai saluran pembuangan air.
2. Ember diisi kerikil yang berukuran 2-5 mm dan pasir (d = 0,2 mm, koefisien keseragaman 1,80). Tinggi lapisan pasir ± 4/5 bagian dari jumlah seluruh isi pasir dan kerikil, dan ± 8 cm diatas permukaan pasir dibuat lubang perluapan.
3. Diatomae dari bak pemeliharaan dimasukkan ke dalam bak penyaring pasir dengan pompa air dan akan tersaring oleh lapisan pasir.
4. Dari lubang pengurasan dipompakan air yang akan menembus lapisan kerikil dan pasir dan meluapkan air beserta Diatomae melalui lubang peluapan kemudian ditampung dalam sebuah wadah.
e. Brachionus
1. Panen Brachionus dilakukan pada waktu kepadatannya mencapai 100 ekor/ml dalam jangka waktu 5-7 hari atau 2 minggu kemudian dengan kepadatan 500-700 ekor / ml.
2. Panen sebagian dapat dilakukan selama 45 hari, dimana 1-2 jam sebelum penangkapan, air diaduk , kemudian didiamkan. Brachionus yang berkumpul di permukaan diseser dengan kain nilon no 200 / kain plankton 60 mikron.
3. Panen total dilakukan dengan menyedot air dengan selang plastik dan disisakan 1/3 bagian kemudian disaring dengan kain nilon 200 atau kain plankton 60 mikron.
4. Hasil tangkapan dicuci bersih dan sudah dapat dimanfaatkan.
f. Artemia
1. Usaha Pembesaran
- Panen dilakukan pada umur 2 minggu dan ukuran Artemia mencapai 8 mm. Sebelum penangkapan, aerasi dihentikan selama 30 menit, lalu Artemia yang naik ke permukaan diserok dengan seser kain halus.
- Artemia dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam freezer.
2. Produksi Nauplius
Penangkapan dilakukan dengan memanfaatkan kotak keping penyaring yang dilengkapi saringan 200 mikron pada ujung pipa peluapannya. Nauplius diambil setelah yang terkumpul dalam jumlah banyak.
3. Produksi Telur
- Cara penangkapan sama dengan produksi nauplius
- Telur dicuci bersih dan direndam 1 jam dalam larutan garam 115 permil, dikeringkan selama 24 jam, 35-40 derajat C.
- Penyimpanan dilakukan di kantong plastik yang diisi gas N2/kaleng hampa udara.
g. Infusoria
Infusoria dipanen dalam waktu 1 minggu, ditandai dengan perubahan warna medium menjadi keputih-putihan.
h. Kutu Air
Pemanenan dilakukan dengan menghentikan aerasi, penyedotan dan penyaringan medium dengan saringan ukuran 200-250 mikron dan 800-1500 mikron untuk memisahkan dari jentik-jentik nyamuk.
i. Cacing Tubifex
1. Panen dilakukan setelah 10 hari dengan cara memungutnya dengan tangan beserta lumpurnya, kemudian dicuci.
2. Panen total dilakukan apabila kondisi tanah dan medium tidak dapat menyediakan makanan lagi.
j. Ulat Hongkong
Pemanenan dilakukan jika larva ulat berumur 2 bulan dan berukuran 1,5-2 cm. Caranya dengan menggunakan alat penyaring/ayakan dengan agak besar.
9. PASCA PANEN (Pakan Alami)

a. Hasil panen phytoplankton dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam bentuk basah/kering, setelah dikonsentratkan dengan plankton net, plate separate, atau centrifuge.
b. Penyimpanan stok murni phytoplankton dilakukan dalam media cair/agar dan disimpan dalam lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan produksi perikanan mendorong berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya di Indonesia. Hal ini berarti kebutuhan benih semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut, telah diterapkan teknologi manipulasi pembenihan. Kebutuhan pakannya pun dipenuhi dari luar dengan maksud agar jumlah dan kualitas benih yang dihasilkannya bisa maksimal.

Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut adalah pakan buatan. Akan tetapi, sebagai pakan benih ikan, jenis pakan buatan mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga para pembenih ikan cenderung lebih menyukai pakan alami. Kebutuhan ini sulit terpenuhi, karena belum ada pengusaha yang menanamkan modalnya secara khusus dalam produksi pakan ikan alami.
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Pakan ikan alami yang digunakan sebagai makanan benih ikan/udang, sebagian besar dibuat sendiri dalam satu unit pembenihan. Hal ini dirasa kurang praktis dan tidak ekonomis, sehingga masih terbuka kesempatan yang sangat luas untuk membuka usaha produksi ikan alami. Untuk sementara waktu, sasaran utama produksi pakan ikan alami adalah para mahasiswa, peneliti, atau perusahaan pembenihan udang. Tetapi dalam jangka panjang usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik.
11. DAFTAR PUSTAKA

a. Anonimuos. 1993 Skeletonema Bebas Parasit. Dalam Techner. Volume 07. Tahun II.
b. Anonimous. 1994. Ulat Hongkong untuk Ikan Hias. Techner. Volume 15. Tahun III.
c. Djariah, A.B. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Jakarta.
d. Isnansetya, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit Kanisius.
e. Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS; Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas