Selasa, 12 Januari 2010

BUDIDAYA IKAN BANDENG TRADISIONAL

1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Salah satu sumber hayati perairan bernilai ekonomis penting dan telah dibudidayakan komersial adalah ikan bandeng. Di Indonesia budidaya ikan bandeng telah lama dilakukan para petani tambak baik secara tradisional maupun intensif. Meningkatnya konsumsi masyarakan akan bandeng menjadikan usaha budidaya ikan bandeng tahap demi tahap terus menunjukkan peningkatan. Perkembangan yang pesat dari usaha budidaya bandeng di tambak harus pula diimbangi dengan penyediaan benih (nener) secara berkesinambungan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas prima. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan bandeng sepanjang tahun pada tingkat produksi maksimal dan berkesinambungan.
Ikan bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat dan termasuk ikan penghasil protein hewani yang tinggi. Ikan bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Dari aspek konsumsi, ikan bandeng tergolong sumber protein hewani, yang tidak mengandung kolesterol (Prahasta dan Hasanawi, 2009).
Menurut Mudjiman (1991), ikan bandeng merupakan salah satu komoditas yang bernilai ekonomis tinggi karena sangat bearti dalam pemenuhan gizi pangan masyarakat serta dapat meningkatkan taraf hidup. Di samping itu prospek pengembangan budidaya ikan bandeng yang cukup cerah kini telah memacu kegiatan budidaya bandeng pada perairan laut dan payau sedangkan menurut Anonymousc (2001), bandeng merupakan komoditas yang dapat diandalkan dalam mencukupi kebutuhan permintaan yang terus meningkat tersebut. Budidaya bandeng telah lama dilakukan masyarakat meskipun umumnya masih secara tradisional. Produksi ikan nasional didominasi ikan bandeng dengan produksi sebesar 40,1% dari total produksi sebesar 404.313 ton pada tahun 1997 (Anonymousf, 1999). Ikan bandeng banyak dipelihara karena beberapa hal:
• Cukup digemari masyarakat sebagai bahan pangan bergizi tinggi
• Memiliki nilai jual tinggi
• Mudah beradaptasi dan bertoleransi tinggi terhadap salinitas
• Tahan terhadap penyakit
Menurut Prahasta dan Hasanawi (2009), jenis ikan bandeng yang dibudidayakan oleh masyarakat termasuk dalam genus Chanos. Ikan bandeng, jika dilihat secara ilmiah, dengan taksonomi hewan atau sistermatika hewan, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Gonorynchiformes
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Species : Chanos chanos

Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Bandeng (Chanos chanos) atau bahasa Inggris milkfish adalah sebuah ikan yang merupakan makanan penting di Asia Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam familia Chanidae (kurang lebih tujuh spesies punah dalam lima genus tambahan dilaporkan pernah ada). Mereka hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 - 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak. Ikan muda ini dikumpulkan dari sungai-sungai disebut nener (Anonymousa, 2009)
Di Indonesia ada waktu tertentu dimana produksi bibit ikan bandeng sangat melimpah tetapi dari segi kualitas, kesehatan dan ukuran sangat bervariasi. Untuk itu perlu usaha penampungan bibit ikan tersebut yang sekaligus dapat menjamin usaha budidaya yang berkesinambungan melalui usaha pembantuan sebelum dibudidayakan di tambak (Bombeo dan Tuburan, 1988).
Bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat. Bandeng merupakan hasil tambak, dimana budidaya hewan ini mula-mula merupakan pekerjaan sampingan bagi nelayan yang tidak dapat pergi melaut. Itulah sebabnya secara tradisional tambak terletak di tepi pantai. Bandeng merupakan hewan air yang bertoleransi terhadap salinitas yang luas, artinya bandeng dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Jika dikelola dengan sistem yang lebih intensif produktivitas bandeng dapat ditingkatkan hingga 3 kali lipatnya. Dari aspek konsumsi bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Bandeng presto, bandeng asap, otak-otak adalah beberapa produk bandeng olahan yang dapat dijumpai dengan mudah di supermarket. Selama sepuluh tahun terakhir permintaan bandeng meningkat dengan 6,33% rata-rata per tahun, tetapi produksi hanya meningkat dengan 3,82% (Fitrohsyawali, 2009).
Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan teknologi budidaya bandeng di tambak dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediaan dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun (Anonymouse, 1994).
Bandeng konsumsi dihasilkan dari tambak pembesaran. Bibit tambak pembesaran adalah glondongan yang dihasilkan dari tambak pendederan. Tambak pendederan memelihara nener yang dihasilkan oleh pembenihan. Teknologi pemeliharaan bandeng dapat dilakukan secara tradisional, semi intensif dan intensif. Sementara pola pemeliharaannya bisa monokultur dan polikultur. Terkait dengan tahap budidaya, teknologi yang digunakan dan pola pemeliharaannya maka terdapat berbagai variasi budidaya yang dapat dipilih. Pola pemeliharaan tradisional umumnya dilakukan secara monokultur dan polikultur untuk berbagai tahap pemeliharaan. Pola pemeliharaan secara intensif dan semi intensif pada umumnya dilakukan secara monokultur, tetapi dijumpai juga pengelolaan secara polikultur. Pola polikultur semi intensif umumnya tidak dilakukan dengan sesama ikan melainkan dengan hewan lain misalnya ayam (Anonymousb, 2009).
Pertumbuhan bandeng dapat dilihat pada gambar 2 menurut Anonymousd (1982), A telur bandeng, B larva, C larva berumur 1 hari, D larva berumur 1 minggu. E gelondongan bandeng dan F bandeng dewasa.

Gambar 2. Pertumbuhan Bandeng
Menurut Fitrohsyawali (2009), dalam hal teknologi yang digunakan, sampai saat ini sebagian besar tambak bandeng masih menggunakan teknologi sederhana. Dengan sistem tradisional produktivitas tambak bandeng hanya 50-100 kg per ha setiap musim tebar. Dengan sistem intensif produktivitas tambak bandeng dapat ditingkatkan hingga mencapai 150 - 200 kg per ha per musim tebar. Perbedaan pengeloaan intensif dan tradisional terletak pada aspek bibit, pengelolaan tambak, sistem pengairan dan makanan. Secara rinci perbedaan pengelolaan tambak intensif dan tradisional dapat dilihat pada Tabel a. Pengelolaan semi intensif merupakan sistem pengelolaan yang sudah tidak tradisional tetapi belum intensif penuh, sehingga pola semi intensif bervariasi, yang terletak antara pola tradisional dan intensif. Sebuah contoh pengelolaan tambak semi intensif adalah pengairan diatur secara sederhana, dilakukan pemberian pupuk dan makanan tambahan pada saat menjelang panen dengan kepadatan tebar 10.000 ekor per ha.
Tabel a. Perbedaan Perlakuan dalam Budidaya Bandeng
Kriteria Tradisional Intensif
Spesifikasi tambak Sederhana Mengikuti aturan tertentu
Bibit (nener) Penangkapan tanpa seleksi sehingga ukuran tidak seragam Dari hatchery dan terseleksi sehingga ukuran seragam
Kepadatan penebaran (ekor/Ha) Rendah,
5.000 ekor Tinggi,
50.000 ekor
Makanan Alami, apa yang tersedia di tambak Dipupuk dan diberi makanan tambahan
Pengairan Bergantung pada pasang surut air laut Diatur dengan bantuan peralatan
Menurut Anonymousc (2001), berdasarkan tingkat teknologi, budidaya bandeng di Indonesia terbagi menjadi tiga metode, yaitu:
• Tambak tradisional/ekstensif. Tambak tradisional tidak menggunakan kincir karena kepadatan sebar berkisar 0,5-1 ekor/m2 luas lahan. Pakan yang diberikan sebagian besar berasal dari sumber alami;
• Tambak semi intensif. Padat penebaran pada tambak semi intensif berkisar antara 2-3 ekor/m2. Peralatan kincir dipergunakan untuk teknologi ini sebanyak 1-2 kincir per petak lahan (0,5 ha). Pakan yang diberikan berupa pellet dengan kualitas yang baik.
• Tambak intensif. Padat penebaran bibit pada tambak intensif sekitar 5 ekor/m2 dilengkapi kincir 3 buah untuk setiap petak (0,5 ha). Pakan yang digunakan berupa pellet yang telah teruji.
Pengembangan agribisnis ikan bandeng bertujuan untuk menghasilkan ikan bandeng yang mudah didapat di pasar dan terjangkau oleh daya beli masyarakat banyak. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat lebih banyak makan ikan sebagai sumber protein hewani. Hal tersebut karena ikan bandeng merupakan sumber protein yang bermutu tinggi. Protein hewani sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, serta mengembangkan daya pikir dan tingkat kecerdasan anak. Karena itu, seharusnya masyarakat beramai-ramai memelihara ikan bandeng di tambak-tambak. Ikan bandeng dikonsumsi oleh semua golongan masyarakat. Dengan mengkonsumsi ikan bandeng yang tinggi, tingkat konsumsi protein masyarakat dapat ditingkatkan. Tingkat konsumsi protein awal tahun 2000-an adalah sekitar 11 gram per kapita per hari, sementara standar minimal yang seharusnya terpenuhi sebesar 15 gram per kapita per hari (Prahasta dan Hasanawi, 2009).
Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) kecamatan Bangil memiliki daerah pertambakan yang cukup luas yaitu sekitar 12 hektar dimana terdapat berbagai komoditi budidaya air payau dan salah satunya adalah pembesaran ikan bandeng dan sampai saat ini berbagai kegiatan budidaya masih aktif dan dalam tahap perkembangan.
Pada Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) ini ada berbagai macam cara dalam pembesaran ikan bandeng diantaranya adalah dengan cara tradisional dalam proses pembesarannya dan dengan cara polikultur dengan udang vanammei.

1.2 Tujuan
Tujuan umum dari praktek kerja lapang ini adalah salah satu prasyarat yang harus dipenuhi dalam menempuh jenjang strata satu. Sedangkan tujuan khusus untuk menambah wawasan mahasiswa dan ketrampilan tentang teknik-teknik pembesaran ikan bandeng (Chanos chanos) beserta faktor-faktor yang menunjang keberhasilan dan kegagalan yang dihadapi di Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) Desa Kalianyar Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur.
1.3 Kegunaan
Manfaat dari penyusunan dan pelaksanaan kegiatan praktek kerja lapang ini diantaranya adalah sebagai berikut:
• Bagi mahasiswa dapat memadukan teori yang didapat saat perkuliahan dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan, serta untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa di lapang dan memahami permasalahan yang timbul dalam teknik pembesaran ikan bandeng. Hasil dari laporan ini diharapkan dapat menambah informasi, pengetahuan serta keterampilan khususnya tentang teknik pembesaran ikan bandeng .
• Bagi instansi terkait dengan adanya para mahasiswa yang melaksanakan kegiatan praktek kerja lapang maka dapat saling bertukar pikiran maupun diskusi tentang sistem budidaya ikan bandeng. Selain itu dengan adanya para mahasiswa maka dapat membantu pelaksanaan kegiatan diinstansi tersebut.
• Bagi masyarakat maka dengan dilakukannya kegiatan praktek kerja lapang ini mahasiswa dapat memberi suatu informasi maupun data-data yang dibutuhkan dalam proses kegiatan budidaya ikan bandeng pada suatu kelompok-kelompok petani ikan bandeng.
• Bagi fakultas maka dengan pelaksanaan kegiatan praktek kerja lapang ini telah memberi kesempatan kepada mahasiswa dalam mencari pengalaman kerja selain kegiatan pelajaran di dalam kampus.

1.4 Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Lapang ini akan dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) Desa Kalianyar Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Dan waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapang yaitu pada bulan Agustus 2009.

2. METODE DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA


2.1 Metode Pengambilan Data
Praktek kerja lapang ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Suryabrata (1994), metode deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan keadaan atau kejadian-kejadian pada suatu daerah tertentu. Dalam metode ini pengambilan data dilakukan tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tapi meliputi analisis dan pembahasan tentang data tersebut. Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara umum, sistematis, aktual dan valid mengenai fakta dan sifat-sifat populasi daerah tersebut.

2.2 Teknik Pengambilan Data
2.2.1 Data Primer
Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda atau kegiatan, dan hasil pengujian (Indriantoro dan Supomo, 2002). Data primer tersebut dapat diperoleh dengan cara-cara observasi, wawancara, dan partisipasi langsung.
a. Observasi
Observasi adalah pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa pertolongan alat standar lain untuk kegiatan tertentu (Natzir, 1999). Sedangkan menurut Arikunto (2002), observasi dapat disebut juga pengamatan, yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan alat indera yaitu melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap.

b. Wawancara
Wawancara merupakan pengumpulan data dalam metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002). Sedangkan menurut Natzir (1983), wawancara adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka dengan responden, dengan menggunakan panduan wawancara.
c. Partisipasi aktif
Partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang dilakukan secara langsung di lapang (Natzir, 1983). Pada kegiatan pembesaran bandeng, kegiatan yang diikuti meliputi persiapan tambak pembesaran, pemupukan dan pengapuran, penebaran benih, pengelolaan kualitas air serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan praktek kerja lapang yang dilakukan.

2.2.2 Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan peneliti terdahulu. Data sekunder disebut juga data tersedia (Hasan, 2002).










3. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG


3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang
Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) ini terletak di Desa Kalianyar Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, yang berlokasi di sebelah utara dari kota Bangil yang berjarak lebih kurang 4 km dari pusat kota Bangil dan dengan jarak lebih kurang 10 km dari pantai. Lokasi pertambakan UPTPBAP Bangil berada diantara rumah pemukiman penduduk dan diantara tambak-tambak penduduk.

3.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lokasi
Pertama kali berdiri pada tahun 1977 dengan nama Unit Pembinaan Budidaya Air Payau (UPBAP) berdasarkan SK Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan pada tahun 1987 mengalami perubangan SK menjadi SK Gubenur Jawa Timur no.23 tahun 1987 berisi tentang susunan organisasi dan tata kerja. Pada tahun 2000 terjadi perubahan nama menjadi Unit Pengembangan Budidaya Air Payau (UPBAP) berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur no.36 tahun 2000 dan pada tahun 2002 mengalami perubahan nama dan fungsi menjadi Balai Pengembangan Budidaya Air Payau (BPBAP) dan pada tahun 2009 mengalami perubahan dan fungsi kembali menjadi Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) dan tetap sampai sekarang.
Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) Bangil ini merupakan unit pelaksana yang mempunyai tugas membantu sebagian dari tugas Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur dalam bidang teknis tertentu diantaranya pelayanan, pembinaan dan pengujian lapang sesuai dengan tugas yang telah ditentukan.

3.1.2 Letak Geografis dan Topografi
Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) Bangil ini terletak 4 km dari Utara kota Bangil dan berjarak 12 km dari kota pasuruan. UPTPBAP Bangil berbatasan dengan wilayah:
a. Sebelah Utara : Kabupaten Sidoarjo
b. Sebelah Selatan: Kelurahan Kalirejo
c. Sebelah Barat : Desa Masangan
d. Sebelah Timur : Desa Tambakan
Dilihat dari segi topografi lokasi UPTPBAP Bangil memiliki ketinggian 9 m di atas permukaan air laut. Tekstur tanah di UPTPBAP Bangil adalah liat & bergelombang, Wilayah Desa Kalianyar mempunyai Luas 11.806.150 m2, terbagi atas 15 RT dan 6 RW. Jarak bibir pantai dengan UPTPBAP Bangil berjarak 10 km, dimana air payau bersumber dari sungai yang melintasi Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) Bangil.

3.1.3 Struktur Organisasi dan Ketenaga Kerjaan
Struktur organisasi dan ketenagakerjaan di Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) Bangil terdiri atas :
• Kepala UPT
• Sub Bagian Tata Usaha
• Seksi Pembenihan
• Seksi Budidaya
• Seksi Pelatihan dan Keterampilan
• Seksi Pengendalian Mutu
Sub Bagian dan masing-masing seksi dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala UPTPBAP. Adapun tugas dari Kepala, Sub Bagian dan Seksi-seksi adalah sebagai berikut
1. Kepala UPT
- Memimpin, mengkoordinasikan, mengarahkan, mengawasi dan mengendalikan tugas-tugas unit
2. Sub Bagian Tata Usaha
- Melaksanakan pengelolaan surat menyurat urusan rumah tangga dan kearsipan
- Melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian
- Melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan
- Melaksanakan pengelolaan perlengkapan dan peralatan kantor
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPT
3. Seksi Pembenihan
- Merencanakan kegiatan oprasional pembenihan, kebutuhan sarana dan peralatan kerja serta tenaga kerja
- Melaksanakan operasional pembenihan dan distribusi/pemasaran benih sesuai standar mutu
- Melaksanakan kegiatan kaji terap teknologi pembenihan
- Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan operasional pembenihan
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPT
4. Seksi Budidaya
- Merencanakan kegiatan operasional budidaya, kebutuhan sarana dan peralatan kerja serta tenaga kerja
- Melaksanakan operasional budidaya dan distribusi/pemasaran hasil
- Melaksanakan pengembangan produktivitas usaha budidaya ikan air payau melalui kaji terap teknologi
- Melakukan monitoring dan evaluasi peningkatan produktivitas budidaya ikan air payau
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPT
5. Seksi Pelatihan dan Keterampilan
- Menyusun rencana program pelatihan dan keterampilan budidaya air payau
- Menyusun kurikulum, silabi dan jadwal pelaksanaan pelatihan dan keterampilan budidaya air payau
- Menyusun dan menyiapkan materi serta penugasan instruktur sesuai dengan program pelatihan
- Melakukan administrasi pelatihan keterampilan dan penyelenggaraan pelatihan budidaya air payau
- Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pelatihan dan keterampilan budidaya air payau
- Menyusun laporan pelaksanaan pelatihan dan keterampilan budidaya air payau
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPT
6. Seksi Pengendalian Mutu
- Mengumpulkan data dan bahan pengkajian dalam rangka pengendalian mutu
- Menetapkan sistem jaminan mutu yang diacu
- Melaksanakan dan memverifikasi pekerjaan yang berkaitan/mempengaruhi mutu produk
- Mengidentifikasikan dan mencatat setiap masalah yang berkaitan dengan mutu produk
- Membuat rekomendasi pemanfaatan teknologi untuk pelaksanaan pelatihan
- Melakukan kegiatan uji laboratorium untuk kualitas air, hama dan penyakit budidaya air payau untuk memenuhi standar mutu
- Menyusun tolak ukur dan pedoman standar pengembangan budidaya air payau
- Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pengujian budidaya ikan air payau
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPT

Gambar 3. Struktur Organisasi UPTPBAP Bangil

3.2 Sarana dan Prasarana
3.2.1 Sarana
Pada Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air Payau (UPTPBAP) ini memiliki luas total wilayah tambak sebesar 125.780 m2 terbagi menjadi 2 unit yaitu unit 1 seluas 60.020 m2 dan unit 2 seluas 65.760 m2 tetapi hanya 1 unit yang produktif yaitu pada unit 1. Pada unit 1 terdapat 11 tambak diantaranya adalah 5 tambak tradisional dan 6 tambak semi beton. Dan pada tambak 1, 2, 3, 7 merupakan tambak tradisional bandeng, pada tambak 4, 6, 8, 9 dan 10 merupakan tambak udang vannamei, pada tambak 5 terdapat keramba jarring apung kepiting bakau dan pada tambak 11 terdapat tambak nila air payau. Selain tambak terdapat juga sarana utama yaitu kantor yang befungsi sebagai tempat kegiatan non teknis selain itu terdapat ruang pertemuan yang digunakan sebagai sarana kegiatan rapat maupun kegiatan penyuluhan dan pelatihan.

3.2.1.1 Sistem Penyediaan Listrik
Sistem pengadaan listrik besumber dari PLN yang berpusat di Kabupaten Pasuruan dengan tegangan sebesar 9000 VA dan apabila terjadi pemadaman lampu maka listrik bersumber dari genset yang diletakkan di dalam gudang tambak dan terdapat pula genset pada kolam pembenihan ini digunakan sebagai pengganti sumber energi listrik dari PLN sehingga dapat digunakan untuk menyalakan aerasi pada saat pemadaman listrik oleh PLN terjadi sehingga tidak terjadi kematian ikan yang terdapat pada kolam-kolam pembenihan.

(a) (b)
Gambar 4. (a) Sumber Listrik dan (b) Diesel

3.2.1.2 Sistem Penyediaan Air Payau
Sumber air payau bersumber dari air laut yang berada di Utara UPTPBAP Bangil. Air laut akan masuk melalui sungai dan masuk ke tambak melalui pintu kanal (gambar 5.a) menuju kanal (gambar 5.b) kemudian disalurkan ke tambak melaui inlet atau laban.

(a) (b)
Gambar 5. (a) Pintu Kanal dan (b) Kanal
Menurut Kordi dan Andi (2007) ditinjau dari segi letak tambak terhadap laut dan muara sungai, tambak dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu tambak layah, tambak biasa, dan tambak darat. Tambak layah terletak dekat sekali dengan laut, di tepi pantai atau muara sungai. Di daerah pantai dengan perbedaaan tinggi air pasang surut yang besar, air laut dapat menggenangi daerah tambak ini sampai sejauh 1,5 – 2 km dari garis pantai ke arah daratan tanpa mengalami perubahan salinitas yang mencolok. Salinitas pada tambak layah sama dengan air di pantai. Tambak biasa terletak di belakang tambak layah. Tambak ini selalu terisi oleh campuran antara lain air tawar dan sungai dan air asin dari laut. Bercampurnya kedua air tersebut dikenal sebagai air payau. Sedangkan tambak darat terletak jauh sekali dari pantai. Karena letaknya cukup jauh dari garis pantai, tambak ini biasanya hanya terisi oleh air tawar, sedangkan air laut seringkali tidak mampu mencapainya. Walaupun beberapa tempat, air laut mampu mencapainya, tetapi karena perjalanan air laut cukup jauh, salinitasnya menjadi sangat rendah. Dengan demikian UPTPBAP Bangil merupakan tambak darat karena letaknya yang cukup jauh dari pantai sehingga memiliki kadar salinitas yang rendah.

3.2.1.3 Sistem Penyediaan Air Tawar
Air tawar merupakan sumber air yang digunakan untuk menurunkan kadar garam yang terlarut atau salinitas sehingga sesuai dengan yang diinginkan dalam proses budidaya. Air yang digunakan pada UPTPBAP Bangil ini berasal dari sumur bor yang dibuat berdekatan pada tambak sehingga mempermudah dalam penyaluran ke tambak.

Gambar 6. Sumber Air Tawar

3.2.1.4 Kontruksi Tambak
Dalam tambak pembesaran kontruksi tambak yang digunakan di UPTPBAP Bangil ini terdapat 2 tipe yaitu tambak tanah dan tambak semi beton. Terdapat 5 tambak yang berkontruksi dinding dan berdasar tanah dan terdapat 6 tambak berdinding beton tetapi menggunakan dasar tanah. Untuk kontruksi tanah digunakan dalam pembesaran bandeng ini dikarenakan akan mempermudah menumbuhkan pakan alami selain itu bandeng memiliki tingkah laku mencari makanan diantara lumpur serta ikan bandeng lebih suka mencari makanan di dasar maupun di dinding tambak sehingga UPTPBAP Bangil menggunakan kontruksi tanah.

(a) (b)
Gambar 7. (a) Tambak Semi Beton dan (b) Tambak Tanah
Menurut Prahasta dan Hasanawi (2009) pada tanah di dasar tambak dibuat saluran dasar yang disebut kamalir dan sumur tambak atau kubangan tambak yang dibuat di dasar tambak untuk berkumpulnya ikan pada saat panen. Kamalir dan kubangan berguna untuk memudahkan penangkapan ikan bandeng dipanen. Untuk dasar tambak, tanah di dasar tambak harus miring atau tumpah kearah pembuangan air.
Untuk pembesaran bandeng UPTPBAP Bangil lebih sering menggunakan tambak tanah ini dikarenakan untuk mendukung proses pertumbuhan pakan alami. Selain itu bandeng lebih suka pada wilayah yang berlumpur dikarenakan bandeng memiliki sifat ikan yang mencari makanannya di dasar lumpur ataupun dasar tanah. Untuk penyediaan air ke tambak-tambak disediakan kanal atau serupa dengan sungai kecil yang memiliki kelebaran 2 meter, dengan menggunakan kanal maka sumber air payau yang berasal dari sungai akan masuk melaui kanal dan dari kanal akan menuju ke pintu-pintu masuk tambak. Dengan demikian, masuknya air ke tambak ini mengandalkan air pasang dari laut yang melewati sungai.

3.2.2 Prasarana
Prasarana merupakan salah saru sarana pendukung dalam proses kegiatan di UPTPBAP Bangil. Selain sarana utama terdapat prasaranan yang terdapat di UPTPBAP Bangil ini diantaranya adalah trasportasi, laboratorium, asrama, mushola, rumah dinas maupun komunikasi.

3.2.2.1 Jalan dan Transportasi
Untuk menuju lokasi UPTPBAP Bangil ini telah didukung dengan jalan yang bisa dilewati oleh kendaraan apapun. UPTPBAP Bangil ini dilewati oleh angkutan kota sehingga mempermudah transportasi bagi para pegawai dan mempermudah dalam pendistribusian hasil panen.
Alat transportasi merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam kegiatan budidaya di UPTPBAP Bangil. Alat transportasi yang dimiliki oleh UPTPBAP Bangil ini diantaranya adalah 2 kendaraan roda empat dan 5 kendaraan bermotor roda dua.
Tabel b. Prasarana Transportasi
No. Jenis Kendaraan No. Polisi Penanggug Jawab
1. Mobil VW Combi N 9347 VB Kepala UPTPBAP
2. Mobil Kijang L 9383 CO Kepala UPTPBAP
3. Honda GL-MAX L 9916 U Kepala seksi budidaya
4. Honda Win L 2152 Q Kepala seksi pembenihan
5. Honda Supra X L 2143 QP Kepala seksi pengendalian mutu
6. Honda Supra X L 2153 QP Kepala bagian tata usaha
7. Fukuda FK 100ZH L 2876 P Kepala bagian tata usaha
Prasarana kendaraan roda empat ini digunakan oleh Kepala UPTPBAP Bangil dalam kegiatan diluar kota selain itu kendaraan roda empat ini digunakan untuk mengambil nener maupun gelondongan bandeng yang berasal dari Gresik maupun Banyuwangi. Sedangkan kendaraan roda dua biasanya digunakan untuk kegiatan sehari-hari untuk ke kantor dan digunakan untuk kegiatan di tambak.

Gambar 8. Mobil Dinas

3.2.2.2 Laboratorium
Laboratorium merupakan prasanan yang digunakan untuk meneliti dan menganalisa tentang penyakit bandeng maupun kualitas air tambak. Di UPTPBAP Bangil terdapat 2 laboratorium yang digunakan yaitu laboratorium basah dan laboratorium kering.
Laboratorium basah merupakan laboratorium sebagai tempat ikan sampel dimana di dalamnya terdapat akuarium-akuarium yang berisi ikan-ikan sampel yang diuji. Biasanya ikan yang akan diuji terlebih dahulu dimasukkan ke dalam akuarium di laboratorium basah dan ikan akan dikontrol tingkah lakunya. Sedangkan pada laboratorium kering merupakan laboratorium untuk mengukur kualitas air dan sebagai laboratorium uji penyakit. Sebelum ikan diuji penyakitnya ikan akan diletakkan di laboratorium basah kemudian diambil dan diuji di laboratorium kering.

Gambar 9. Laboratorium Penyakit Ikan dan Lingkungan

3.2.2.3 Asrama
Dalam kegiatan di UPTPBAP Bangil diantaranya yaitu pelatihan dan terdapatnya para mahasiswa maupun para siswa SMK yang melaksanakan kegiatan praktek kerja lapang atau kegiatan magang maka terdapat gedung prasarana yang mendukung yaitu asrama, sehingga para peserta pelatihan dan para mahasiswa maupun para siswa SMK yang melaksanakan kegiatan praktek kerja lapang atau kegiatan magang dapat lebih mudah untuk mencari tempat tinggal sehingga tidak perlu mencari tempat kos di luar daerah UPTPBAP Bangil.

Gambar 10. Asrama

3.2.2.4 Mushola
Kegiatan di UPTPBAP Bangil yang dilakukan mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB ini merupakan kegiatan yang cukup panjang sehingga perlu adanya mushola untuk kegiatan beribadah bagi para pegawai dan para peserta pelatihan maupun para mahasiswa maupun para siswa SMK yang melaksanakan kegiatan praktek kerja lapangan maupun kegiatan magang sehingga mempermudah untuk melaksanakan kegiatan ibadahnya.

Gambar 11. Mushola

3.2.2.5 Rumah Dinas
UPTPBAP Bangil juga menyediakan rumah dinas yang diperuntukkan bagi pegawai yang belum memiliki rumah pribadi atau jarak rumah jauh dari UPTPBAP Bangil sehingga mempermudah pegawai dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya di UPTPBAP Bangil. Terdapat 5 rumah dinas dintaranya 4 rumah dinas bagi para pegawai dan 1 rumah dinas utama yang digunakan oleh Kepala UPTPBAP Bangil.

Gambar 12. Rumah Dinas

3.2.2.6 Komunikasi
Alat komunikasi sangat berperan penting dalam menunjang kesuksesan kegiatan budidaya, karena dengan adanya alat komunikasi dapat mempermudah kegiatan di kantor maupun kegiatan di lapang. Alat komunikasi yang dimiliki UPTPBAP Bangil antara lain 1 unit telepon, 1 faximile, dan 1 radio komunikasi atau orari.

3.3 Teknik Pembesaran Ikan Bandeng
Dalam kegiatan budidaya terutama kegiatan pembesaran ikan bandeng terdapat berbagai macam cara diantaranya adalah dengan cara tradisional, semi intensif dan intensif. Menurut Anonymousc (2001) berdasarkan tingkat teknologi, budidaya bandeng di Indonesia terbagi menjadi tiga metode, yaitu:
• Tambak tradisional/ekstensif. Tambak tradisional tidak menggunakan kincir karena kepadatan sebar berkisar 0,5-1 ekor/m2 luas lahan. Pakan yang diberikan sebagian besar berasal dari sumber alami;
• Tambak semi intensif. Padat penebaran pada tambak semi intensif berkisar antara 2-3 ekor/m2. Peralatan kincir dipergunakan untuk teknologi ini sebanyak 1-2 kincir per petak lahan (0,5 ha). Pakan yang diberikan berupa pellet dengan kualitas yang baik;
• Tambak intensif. Padat penebaran bibit pada tambak intensif sekitar 5 ekor/m2 dilengkapi kincir 3 buah untuk setiap petak (0,5 ha). Pakan yang digunakan berupa pellet yang telah teruji.
Pada UPTPBAP Bangil terdapat dua sistem budidaya yaitu polikultur dan monokultur. polikultur adalah sistem budidaya dalam 1 kolam terdapat lebih dari 1 jenis ikan yang dibudidayakan sedangkan monokultur adalah sistem budidaya dalam 1 kolam hanya terdapat satu jenis ikan saja. Di UPTPBAP Bangil dalam proses kegiatan pembesaran ikan bandeng menggunakan tambak tradisional dan menggunkan metode monokultur sehingga dalam proses pembesarannya dalam 1 tambak hanya menggunakan 1 jenis ikan saja yaitu ikan bandeng dan sumber pakan berasal dari pakan alami dan tidak menggunakan pakan tambahan.

3.3.1 Persiapan Tambak Pembesaran
Dalam pembesaran bandeng hal pertama yang perlu diperhatikan adalah persiapan lahan atau tambak. Tambak merupakan sarana utama dalam kegiatan pembesaran bandeng sehingga perlu diperhatikan secara baik-baik dalam persiapan tambak tersebut untuk mendukung keberhasilan pembesaran bandeng. Lahan tambak bekas dari pemanenan sebelumnya dilakukan pengontrolan maupun perbaikan pematang dan caren, ini berfungsi agar tidak ada pematang yang rusak sehingga ikan tidak lolos keluar menuju kanal. Sedangkan caren berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ikan apabila tambak dalam kondisi dikeringkan selain itu caren berfungsi sebagai pengarah aliran air yang baru masuk. Caren terletak di bagian tengah tambak, dibuat dari masuknya air kanal atau inlet menuju ke outlet, selain itu caren dibuat mengelilingi tambak dan dibuat sedalam 30-40 cm dengan lebar antara1-1,5 meter.









Gambar 13. Caren Tambak Pembesaran
Setelah dilakukan perbaikan pematang dan caren kemudian dilakukan pengeringan tambak selama 15 – 30 hari atau sampai tambak tersebut kering ini tergantung dari kondisi cuaca apabila dalam kondisi cuaca baik maka proses pengeringan tambak juga akan lebih cepat. Fungsi pengeringan ini yaitu untuk mengembalikan kondisi kesuburan tanah tambak. Selain itu, pengeringan berfungsi sebagai penghilangan gas-gas beracun yang terdapat di dalam tanah tambak. Setelah dilakukan pengeringan dilanjutkan dengan pembalikan tanah tambak dengan cara dicangkul ini bertujuan untuk mengangkat tanah yang berada di balik tanah yang lama sehingga tanah yang lama akan berada di bawah dan tanah yang baru akan berada di permukaan. Hal ini dikarenakan tanah yang baru banyak mengandung bahan organik yang tersimpan yaitu sumber N dan P berfungsi sebagai sumber nutrisi pakan alami untuk tumbuh dan berkembang. Setelah dilakukan pembalikan tanah, kemudian dilakukan pengapuran yang berfungsi untuk menetralkan kondisi pH tanah. Dalam setiap ha tambak membutuhkan 400 kg kapur dan kebutuhan kapur ini disesuaikan dengan keadaan tanah di tambak apabila dalam kondisi yang sangat basa atau pH < 5 maka kebutuhan kapur juga tinggi. Tambak UPTPBAP Bangil rata-rata memiliki pH tanah yang netral sehingga hanya membutuhkan kapur sebanyak 250 kg/ha. Setelah dilakukan pengapuran maka tahap selanjutnya yaitu pencucian tambak.

Gambar 14. Pengeringan Tambak
Menurut Anonymousf (1999), kunci utama keberhasilan budidaya bandeng di tambak adalah mempersiapkan tambak dengan sebaik-baiknya sebelum tambak ditebari benih. Di samping itu, perlakuan-perlakuan yang diterapkan dalam kegiatan persiapan tambak harus mampu menciptakan kondisi lingkungan tambak yang sedemikian rupa. Sehingga produktivitas tambak yang dihasilkan dapat dipertahankan secara kesinambungan. Ada 6 (enam) tujuan pokok dalam persiapan tambak diantaranya adalah:
1. Menguraikan bahan organik atau sisa-sisa pakan yang menumpuk pada dasar tambak.
2. Mengoksidasi asam belerang (H2S) yang ada di dasar tambak.
3. Memberantas hama, baik hama pemangsa maupun hama penyaing.
4. Meningkatkan derajat keasaman tanah atau pH tambak.
5. Meningkatkan kesuburan tambak atau pertumbuhan ganggang dengan melakukan pemupukan.
6. Mengairi tambak sehingga siap untuk penebaran benih.
Setelah dilakukan pencucian tambak maka dilakukan pemupukan, proses pemupukan yaitu pemberian kandungan N dan P dalam tambak sehingga memberikan sumber nutrisi untuk tumbuhnya pakan alami. Di UPTPBAP Bangil, setiap ha tambak pembesaran bandeng membutuhkan pupuk urea sebanyak 20 kg dan TSP sebanyak 20 kg. Penebaran pupuk ditambak dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia yaitu dengan cara ditebar langsung merata ke seluruh bagian tambak. Setelah dilakukan pemupukan, kemudian dilakukan pengisian air melalui saluran inlet. Pada saluran masuknya air perlu diletakkan kasa penyaring kotoran maupun ikan-ikan kecil sehingga tidak masuk ke dalam tambak. Di UPTPBAP Bangil, pemasukan air dilakukan pada kondisi air pasang dikarenakan pada kondisi tersebut air laut di sungai akan tinggi dan masuk melalui kanal yang kemudian masuk ke dalam tambak melaui saluran inlet. Kondisi air pasang biasanya pada waktu pagi sampai siang hari kemudian sore harinya air akan surut kembali. Pemasukan air pertama dikondisikan dengan kedalaman 40 – 50 cm. Hal ini bertujuan agar kondisi tanah benar-benar merata dalam kondisi becek. Kemudian dibiarkan selama 1 minggu dan ditambah kedalaman air menjadi 60 – 80 cm kemudian dibiarkan sampai sumber pakan alami bagi benih bandeng tumbuh. Setelah pakan alami tumbuh di tambak maka dilakukan proses penebaran benih bandeng. Menurut Prahasta dan Hasanawi (2009) pengolahan lahan dilakukan habis panen atau menjelang masa tebar berikutnya. Pengeringan yang dilakukan bergantung pada kondisi lahan. Jika lahan dalam kondisi buruk, pengeringan bisa dilakukan sampai tanah dasar menjadi pecah-pecah. Jika kondisi lahan normal, pengeringan dilakukan sampai tanah terbenam 1 cm jika diinjak. Setelah pengeringan dilakukan pembalikan tanah. Ada beberapa tujuan pengolahan lahan diantaranya adalah:
• Menghilangkan lumpur yang berlebihan, terutama di daerah caren yang merupakan arena pengendapan lumpur.
• Menghilangkan bahan organik yang merugikan.
• Menutup lubang-lubang yang biasanya ada di sisi tambak yang bisa menjadi jalan masuk binatang pemangsa dan menjadi jalan keluar bandeng.
• Memacu pertumbuhan bahan makanan alami bandeng. Untuk itu yang dilakukan adalah pengeringan tambak dan pembalikan lahan.
Hal utama sebelum penebaran benih yaitu pemupukan tanah dasar tambak hal ini perlu diperhatikan karena pemupukan merupakan penyedia sumber N dan P yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang dengan demikian akan menjadi sumber pakan alami pada tambak tradisional di UPTPBAP Bangil.
Dalam persiapan pengolahan lahan merupakan hal pertama dan terpenting dalam budidaya bandeng salah satunya adalah pemupukan yang berfungsi untuk perbaikan kondisi tanah. N dan P berasal dari pupuk yang dimanfaatkan oleh plankton sebagai sumber nutrisi untuk tumbuh dan berkembang. Munurut Purwohadiyanto dkk (2006), jika petani ingin berhasil dalam menyelenggarakan pemupukan tambak haruslah diadakan perbaikan-perbaikan pada tanah dasar. Tanah dasar perlu dibuat rata dan agak keras sebab dasar tambak yang rata akan lebih memudahkan dalam pengairannya. Air di dalam petak dapat merata kedalamannya. Dasar tambak harus rata sedemikian rupa sehingga air di dalam petak itu kedalamannya sekurang-kurangnya 60 cm tetapi harus diukur agar dasar tambak itu tetap lebih tinggi dari garis pasang terendah, supaya dapat dikeringkan secara total apabila air surut tiba (tanpa menggunakan pompa).

3.3.2 Penebaran benih
Benih dalam kegiatan pembesaran bandeng memiliki peran penting sehingga dalam pemilihan benih perlu diperhatikan kualitas dan kuantitasnya. Dalam pembelian benih biasanya UPTPBAP Bangil melakukan penyeleksian benih dengan cara mencari benih bandeng yang memiliki kualitas unggul ini biasanya dilihat dari asal-usul indukan bandeng tersebut. Selain itu, dilakukan uji penyakit apakah benih tersebut membawa bibit penyakit. Hal ini biasanya dilakukan pengambilan sampel dan dilakukan uji penyakit di laboratorium parasit dan penyakit. Untuk pembelian benih dilakukan melalui 2 proses, yaitu pembelian benih bandeng dengan ukuran 1 – 2 cm yang biasanya disebut nener dan yang kedua dengan cara pembelian benih bandeng dengan ukuran 4 – 7 cm biasa disebut dengan gelondongan. Ukuran gelondongan sepanjang 7 cm memiliki berat sebesar 20 gram (gambar 15).
Perkembangan dan pertumbuhan bandeng sangat dipengaruhi oleh kedaan kondisi pakan alami yang tersedia, ini dikarenakan pakan alami merupakan faktor utama dalam proses kegiatan budidaya secara tardisional. Cepat lambatnya pertumbuhan benih bandeng juga dipengaruhi oleh kualitas dari benih tersebut. Dalam pertumbuhan benih bandeng sangat perlu diperhatikan jumlah dari pakan alami yang tersedia di tambak, seperti tumbuhnya kelekap sebagai pakan utama bandeng di tambak tradisional. Ada beberapa istilah pada bandeng dengan ukuran tertentu menurut Cholik dkk (2005) produk yang dihasilkan dari pembudidayaan bandeng dapat berupa telur, benih (nener), gelondongan, bandeng umpan, bandeng konsumsi dan bandeng ukuran induk. Perbandingan panjang dan berat dapat dilihat pada tabel c.
Tabel c. Perbandingan Panjang dan Berat
Produk Panjang (cm) Berat (gram)
1. Telur
2. Nener/benih
3. Gelondongan
4. Bandeng umpan
5. Bandeng konsumsi
6. Calon induk
7. Induk 0,006
0,1 – 1,15
5 – 10
10 – 15
15 – 30
50 – 60
>60 -
0,05
1 – 50
100 – 150
>200
>4000
>5000
Pada UPTPBAP Bangil dilakukan pembelian dan penebaran gelondongan bandeng karena dalam kondisi gelondongan bandeng akan lebih tahan terhadap kondisi tambak bila dibandingkan dengan nener yang rebih rentan terhadap kondisi cuaca dalam tambak. Untuk pembelian nener bandeng berasal dari daerah Banyuwangi sedangkan gelondongan bandeng berasal dari daerah Gresik dan Lamongan. Pembelian gelondongan bandeng di luar daerah Pasuruan disebabkan daerah Pasuruan tidak memiliki tempat pembenihan bandeng. Di UPTBAP Bangil untuk penebaran benih gelondongan bandeng sebanyak 10.000 / ha jadi dengan jumlah kepadatan sebanyak 1 ekor / m2 pada sistem budidaya tradisional.

Gambar 15. Gelondongan Bandeng
Penebaran gelondongan dilakukan pada saat tambak telah tumbuh pakan alami alami sehingga gelondongan bandeng dapat dengan mudah mencari pakan alami dalam tambak. Selain itu kebutuhan pakan alami selama masa pemeliharaan dan pertumbuhan gelondongan akan selalu tercukupi dan gelondongan tidak akan kekurangan pakan alami dalam tambak.

3.3.3 Pakan Alami
Pakan alami merupakan bagian penting dalam proses pembesaran ikan bandeng secara tradisional. Bandeng merupakan ikan yang membutuhkan pakan berserat yang berfungsi untuk menjaga pencernaan dengan baik.
Dalam proses kegiatan pembesaran bandeng secara tradisional di UPTPBAP Bangil sumber pakan bagi benih bandeng berasal dari pakan alami yang tumbuh di dalam tambak. Apabila dalam tambak tumbuh pakan alami yang sedikit maka dilakukan pemupukan tambahan. Pada tambak yang mengalami pengurangan pertumbuhan pakan alami ini biasanya dikarenakan sumber N dan P telah berkurang dalam dasar tambak sehingga dibutuhkan pemberian pupuk tambahan. Pada tambak di UPTPBAP Bangil pemberian pupuk tambahan sebanyak 5 kg urea/ha dan 5 kg TSP/ha. Pemberian pupuk tambahan ini dilakukan pada 1,5 – 2 bulan setelah penebaran benih. Bandeng merupakan ikan pemakan segala tetapi bandeng lebih menyukai ganggang, lumut dan kelekap yang berada dalam tambak selain itu bandeng suka mencari makanan diantara lumpur yang berada di dasar tanah tambak. Dalam proses pembesaran bandeng di UPTPBAP Bangil dilakukan secara tradisional atau tanpa menggunakan pakan tamabahan karena bandeng lebih menguntungkan apabila dilakukan dengan cara tradisional sehingga dengan cara minimal/sederhana tetapi akan memperoleh hasil yang maksimal. Menurut Prahasta dan Hasanawi (2009) pakan alami ikan bandeng adalah rotifera atau Branchioaus plicatilis, dengan chlorella sp sebagai makanan bagi rotifera dan pengurai metabolit. Pada kondisi tambak yang baik akan menumbuhkan kelekap yang nantinya akan dimanfatkan bagi bandeng sebagai sumber pakan alami. Ini dikarenakan makanan utama bandeng di tambak adalah kelekap.




Gambar 16. Pertumbuhan Kelekap
Selain memanfaatkan pakan alami dalam proses pembesaran bandeng di UPTPBAP Bangil juga menggunakan probiotik yang berfungsi untuk meningkatkan kesehatan bandeng. Di dalam probiotik biasanya mengandung mikroba-mikroba yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan ikan dan bermanfaat sebagai mikroba untuk memperbaiki kualitas air dalam tambak. UPTPBAP Bangil mendapat kesempatan untuk menggunakan probiotik yang berasal dari PT Petrokimia Kakayu Gresik secara cuma-cuma ini dikarenakan sebagai salah satu probiotik percontohan dan digunakan untuk memasyarakatkan probiotik bagi para petani tambak di daerah UPTPBAP Bangil sehingga para petani juga turut menggunakan probiotik untuk meningkatkan kualitas hasil panen dari kegiatan pembesaran bandeng. Penggunaan probiotik ini dilakukan pada 1 minggu setelah penebaran dengan dosis 3,5 liter/ha tambak pembesaran bandeng. Proses pemberian probiotik ini dilakukan secara langsung yaitu dengan cara penebaran merata ke seluruh bagian tambak.
Manfaat penggunaan probiotik adalah:
• Memperbaiki mikroflora dalam pencernaan bandeng sehingga dapat menyerap makanan secara maksimal
• Memperkaya mikroflora yang bermanfaat pada air sehingga dapat mengurangi bakteri yang merugikan
• Meningkatkan pertumbuhan plankton sehingga menambah pakan alami
• Meningkatkan proses dekomposisi pakan dan bahan organik lainnya yang merugikan
• Meningkatkan laju pertumbuhan bandeng

(a) (b)
Gambar 17. (a) Probiotik dan (b) Pupuk NPK
Dalam probiotik yang digunakan di UPTPBAP Bangil terkandung jenis-jenis mikroba yang bermanfaat bagi ikan serta lingkungan, sayangnya spesifikasi dari mikroba tersebut tidak dicantumkan, sedangkan kandungan N sebesar 0,13%, Fa = 45,88 ppm, Co = 0,1 ppm, P2O5 = 0,05%, B = 1 ppm, Zn = 2,55 ppm, K2O = 0,65%, Mo < 1 ppm, Cu = 0,49 ppm dan Mn = 6,22 ppm. Dan pada probiotik tersebut tidak mengandung Escherichia coli dan Salmonella sp. Menurut Andayani (2005), sudah banyak probiotik dan enzim beredar dan diperdagangkan di lapangan. Namun sangat disayangkan bahwa produk-produk tersebut tidak disertai dengan deskripsi yang jelas tentang apa sebenarnya isi dari probiotik tersebut (nama bakteri/enzim yang terkandung di dalamnya), dengan alasan rahasia perusahaan. Ini merupakan kesalahan besar sebab hanya menyebutkan nama mikroba/enzim, tidak berarti rahasia perusahaannya terbongkar. Karena di samping nama (isi produk) yang jelas, masih banyak lika-liku dalam proses penghasilan produk probiotik dan enzim tersebut, ini boleh disebut rahasia perusahaan.



3.3.4 Pengelolaan Kualitas Air
Kualitas air memiliki peranan penting dalam proses kegiatan budidaya. Pada saat penebaran benih perlu dilakukan perendaman benih ke dalam tambak agar kondisi suhu air dalam plastik dan tambak tidak terjadi perbedaan suhu yang menyebabkan kematian pada benih bandeng. Di UPTPBAP Bangil pengontrolan kualitas air dilakukan 2 kali dalam 1 minggu dengan tujuan untuk mengetahui kualitas air di tambak sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan apabila terjadi penurunan kualitas air. Di UPTPBAP Bangil selama kegiatan pembesaran bandeng tidak mengalami penurunan kualitas air, ini dikarenakan baiknya kondisi tanah selain itu dengan jumlah padat tebar yang sedikit maka dapat menjaga kualitas air karena feses dari sisa pencernaan sedikit sehingga dapat terurai secara maksimal di dasar tambak. Alat yang digunakan di UPTPBAP Bangil untuk mengukur kualitas air diantaranya adalah thermometer untuk mengukur suhu air, refraktometer digunakan untuk mengukur salinitas air tambak, DO meter untuk mengukur kandungan oksigen terlarut dalam air tambak dan pH meter untuk mengukur kesadahan air tambak

Gambar 18. Alat Ukur Kualitas Air
Kisaran kualitas air pada tambak tradisional pembesaran bandeng di UPTPBAP Bangil adalah sebagai berikut:
• pH tanah 4,8 – 6,8
• salinitas 5 – 11 ppt
• DO 3,3 – 4,6 ml/L
• Suhu 25 – 300C
• pH air 7,5 – 8,8
• NH3 (amonia) 0,05 – 0,22 ppm
• H2S (asam belerang) 0,024 – 0,05 ppm
• Fe 0,04 – 0,63 ppm
Warna air pada tambak pembesaran bandeng secara tradisional di UPTPBAP Bangil yaitu berwarna coklat kehijauan ini menunjukkan adanya kelekap dan fitoplakton yang tumbuh dalam tambak. Menurut Kordi dan Andi (2007), kualitas yang optimal untuk budidaya bandeng yaitu dengan kisaran pH 7 – 9, suhu 23 – 320, DO 4 – 7 ppm, dan salinitas 0 – 35 ppt. Untuk tumbuh optimal, biota budidaya membutuhkan lingkungan hidup yang optimal pula. Kualitas air dan pengaruhnya terhadap biota budidaya sangat penting diketahui oleh pembudidaya. Kualitas air dapat diketahui dari beberapa parameternya. Sebagai parameter untuk budidaya biota air adalah karakter fisik dan kimia.

3.3.5 Pemanenan
Panen bandeng pada tambak tradisional dI UPTPBAP Bangil dilakukan pda bandeng berumur 6 – 7 bulan pada umur sekian bandeng telah cukup pada ukuran konsumsi. Pada ukuran panen dalam setiap kilogramnya berjumlah 4 – 5 ekor bandeng. Pada kegiatan pemanenan di UPTPBAP Bangil dilakukan pada pagi hari dilakukan untuk menghindari panas teriknya matahari selain itu dilakukan pada saat kondisi air surut sehingga mempermudah dalam proses pengurangan air dalam tambak.
Menurut Cahyono (2007), ikan bandeng dengan berat awal atau berat saat penebaran benih pertama dengan berat 40 gram dengan lama pemeliharaan 4 – 6 bulan akan mengalami peningkatan berat tubuh sebesar 250 gram. Sedangkan di UPTPBAP Bangil menbutuhkan waktu antara 6 – 7 bulan untuk mencapai berat tubuh 250 gram. Hal ini dikarenakan dalam pembesarannya, UPTPBAP Bangil menggunakan metode tradisional sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, dalam kegiatan budidaya secara tradisional tidak mengunakan pakan tambahan melainkan hanya mengandalkan pakan alami yang tumbuh dalam tambak.
Untuk menghitung pertumbuhan yaitu pertambahan berat per hari dapat menggunakan rumus menurut Anggadiredja (2006) bahwa laju pertumbuhan dihitung berdasarkan model eksponensial pertambahan berat per hari yaitu: Wt = Wo x Bt yang disederhanakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
B = Konstanta, B = G + 1
G = Laju pertumbuhan dalam persen per hari.
Wo = Berat tubuh awal rata-rata ikan.
Wt = Berat tubuh akhir rata-rata ikan sesudah t hari.
t = Lama pemeliharaan (hari).
Pada UPTPBAP Bangil jika diketahui berat benih saat pertama kali penebaran adalah sebesar 20 gram dan lama pemeliharaan adalah sebesar 210 hari maka dapat diketahui berat pertumbuhan per hari adalah sebesar:
= {(250 gram/20 gram)1/210 – 1} x 100%
= {1250,0048 – 1} x 100%
= {1,023 – 1} x 100%
= 0,023 x 100%
= 2,3 %
Jadi laju pertumbuhan bandeng di UPTBAP Bangil dengan mengunakan metode budidaya secara tradisional adalah sebesar 2,3%.
Untuk melakukan pemanenan bandeng sangat mudah yaitu dengan cara membuka outlet air atau pintu keluar air kemudian dilakukan pemasangan jaring yang berfungsi untuk mencegah keluarnya ikan selain itu berfungsi untuk tempat terkumpulnya ikan bandeng. Pada saat air dalam tambak mulai berkurang maka bandeng-bandeng akan berkumpul di dalam caren kemudian diambil menggunakan jaring. Untuk Survival Rate (SR) dalam proses pembesaran bandeng tradisional di UPTPBAP Bangil ini cukup tinggi yaitu sebesar 90%. Sehingga dalam proses pembesaran hanya mengalami tingkat kematian sebesar 10%. Untuk pemasarannya biasanya para tengkulak akan berkumpul di sekitar wilayah tambak yang akan dipanen mulai sejak awal pengeringan tambak sampai ikan diangkat. Ini akan mempermudah dalam proses pemasaran hasil panen selain itu UPTPBAP Bangil memiliki penampung hasil panen bandeng yang biasa menjadi pelanggan hasil panen bandeng. Untuk proses pemanenan bandeng UPTPBAP Bangil hanya menggunakan sarana yaitu jaring penampung, jaring penangkap dan juga timbangan gantung.

(a) (b)
Gambar 19. (a) Jaring dan (b) Timbangan Alat Panen

3.4 Pengendalian Hama dan Penyakit
Dalam proses kegiatan pembesaran bandeng secara tradisional di UPTPBAP Bangil ada 1 kendala yang dihadapi berupa hama yaitu kepiting lumpur (Scylla serrata), kepiting ini merugikan karena kepiting merupakan perusak pematang tambak sehingga menyebabkan kebocoran-kebocoran pada dinding tambak akibat lubang yang dibuatnya. Dan apabila dalam kondisi kebocoran tidak diketahui dan kebocoran yang terjadi sangat besar maka akan menyebabkan lepasnya bandeng melalui celah tersebut dan bandeng yang dibudidayakan akan lepas menuju kanal-kanal di pinggir tambak.
Sedangkan kematian terbesar biasanya terjadi pada saat penebaran awal gelondongan ke tambak. Bandeng yang mati biasanya karena kurang tahan terhadap kondisi tambak yang baru, selain itu pada bandeng gelondongan yang baru dilepas akan mengalami kelemahan tubuh dan ini biasanya dimanfaatkan oleh kepiting maupun oleh burung-burung pemangsa yang banyak berkeliaran di sekitar tambak.

Gambar 20. Kepiting Lumpur (Scylla serrata)
Penyebab kematian bandeng di UPTPBAP Bangil juga terjadi pada saat pemindahan bandeng dari tambak 1 ke tambak yang lainnya penyebabnya adalah terlepasnya sisik bandeng pada saat pemindahan bandeng menggunakan alat tangkap jaring. Dengan demikian sisik yang terlepas akan menyebabkan infeksi pada kulit bandeng sehingga bibit penyakit tumbuh dan menyerang pada bagian kulit bandeng dan menyebabkan daya tahan tubuh menjadi turun dan pada akhirnya menyebabkan kematian pada bandeng yang mengalami infeksi pada kulit dan sisik.


3.5 Analisis Usaha dan Produksi
Analisis usaha dan produksi di UPTPBAP Bangil adalah sebagai berikut:
Untuk pengolahan lahan dan penyediaan benih/ha pada tambak tradisional
Table d. Biaya Pengeluaran 1 Siklus
Keterangan Jumlah
1. Perawatan awal yaitu perbaikan caren dan pematang
2. Kapur 250 kg (@ Rp. 2.500,-)
3. Pupuk urea 20 kg (@ Rp. 3.000,-)
4. Pupuk TSP 20 kg (@ Rp. 4.000,-)
5. Gelondongan bandeng 10.000 ekor (@ Rp. 150,-)
6. Upah tenaga kerja panen
7. Biaya tak terduga
Jumlah total biaya pengeluaran 1 siklus pemeliharaan bandeng/ha
Rp. 300.000,-
Rp. 625.000,-
Rp. 600.000,-
Rp. 800.000,-

Rp. 1.500.000,-
Rp. 150.000,-
Rp. 300.000,-

Rp. 4.275.000,-
Pendapatan hasil panen
- Tingkat daya hidup bandeng (SR) sebesar 90 %.
10.000 x 90 % = 9.000 ekor yang tersisa
- Pertumbuhan selama 6 – 7 bulan sebesar 250 gr.
9.000 ekor x 250 gr = 2.250.000 gr = 2.250 kg
- Total pendapatan produksi dengan harga jual Rp. 10.000,-/kg
2.250 kg x Rp. 10.000,- = 22.500.000,-
Jadi keuntungan usaha dalam 1 siklus budidaya bandeng/ha adalah sebesar
- Pendapatan – pengeluaran = 22.500.000,- - 4.275.000,- = Rp. 18.225.000,-
1 Analisis Titik Impas Pulang Modal (Break Event Point/BEP)
BEP volume produksi = total biaya produksi : harga jual
= 4.275.000 : 10.000
= 427,5 kg
Jadi pada tingkat penjualan 427,5 kg telah mencapai titik impas pulang modal.
BEP harga produksi = total biaya produksi : total produksi (kg)
= 4.275.000 : 2.250
= Rp. 1.900,-
Jadi harga dasar untuk mencapai titik impas adalah Rp. 1.900,- per kg
2 Analisis kelayakan usaha (Reveneve Cost Ratio/RC ratio)
B/C ratio = total pendapatan : total biaya produksi
= 22.500.000,- : 4.275.000,-
= 5,26
Jadi dari biaya sebesar Rp. 4.275.000,- yang dikelurkan akan memperoleh penerimaan sebesar 5,26 kali lipatnya.
3 Analisis efisiensi pengunaan modal
Efisiensi pengunaan modal = (keuntungan usaha : modal usaha) x 100%
= (18.225.000,- : 4.275.000,-) x 100%
= 426,32 %
Jadi dengan modal Rp. 100,- yang ditanam akan mendapatkan keuntungan Rp. 426,32
Rasio keuntungan terhadap pendapatan
= (keuntungan usaha : pendapatan usaha) x 100%
= (18.225.000,- : 22.500.000,-) x 100%
= 81 %
4. Rentabilitas
Menurut Riyanto (1988), rentabilitas menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasikan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemapuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu, dan dirumuskan sebagai:
Rentabilitas = (L:M) x 100%
Dimana : L = jumlah laba yang diperoleh selama periode tertentu
M = modal atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tertentu
Dan kategori usaha menurut Munawir (1986) dengan batasan % 1-25 dalam kategori buruk; 26-30 = rendah; 31-75 = cukup; 75-100 = baik dan >100 = tinggi.
Rentabilitas = (L:M) x 100%
= (18.225.000 : 4.275.000) x 100%
= 426,32%
Jadi rentabilitas dari kegiatan pembesaran bandeng sebesar 426,32% dengan batas usaha >100% termasuk kategori baik.
4.1.1 Pemasaran
Dalam kegiatan pembesaran bandeng dengan menggunakan metode tradisional membutuhkan waktu 6 – 7 bulan sampai pada waktu pemanenan. Pemasaran ikan bandeng dilakukan pada waktu pemanenan yang berlangsung di tambak. Jadi hasil panen langsung dijual ke tengkulak yang datang langsung ke UPTPBAP Bangil. Para tengkulak ikan bandeng kemudian akan menjual ke pasar-pasar ikan yang terdapat di wilayah Bangil. Selain menjual di pasar-pasar, para tengkulak menjual bandeng di pasar ikan yang terletak di desa Kalianyar.





Gambar 21. Bandeng Ukuran Konsumsi
Jadi dalam penjualan hasil panen ikan bandeng masih berada di wilayah Bangil dan Kabupaten Pasuruan. Selain para tengkulak yang akan datang sendiri dan membeli hasil panen bandeng, ada pula para pelanggan yang membeli hasil panen bendeng. Dengan demikian UPTPBAP Bangil tidak perlu bingung dalam menjual hasil panen ikan bandeng.

Gambar 22. Pasar Ikan Bandeng

3.5.2 Kendala dan Pengembangan Usaha Pembesaran
Kegiatan usaha dalam pembesaran ikan bandeng secara tradisional memiliki beberapa kendala dalam proses kegiatan pembesarannya. Kendala yang mucul di UPTPBAP Bangil yaitu dalam penyediaan air payau. Air payau yang bersumber dari air laut yang mengalir melalui sungai dan mengalir melewati UPTPBAP Bangil dari tahun ke tahun mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas ini dikarenakan sumber air laut yang telah mengalami proses pencemaran di bibir pantai, selain itu sungai yang kecil dan mengalami pendangkalan ini menyebabkan jumlah air pasang yang masuk akan mengalami pengurangan. Sehingga dalam pengisian air tambak ini menunggu pada waktu puncak air pasang yaitu pada bulan purnama ini akan terjadi puncak air pasang maksimal sehingga jumlah air pasang yang masuk ke sungai yang lebih banyak dibandingkan pada hari-hari biasanya. Selain penyediaan air payau, kendala yang terjadi yaitu penurunan kualitas tanah tambak di UPTPBAP sehingga mempengaruhi jumlah pakan alami yang tumbuh di tambak.
Selain itu, ada beberapa faktor kendala yang perlu diperhatikan menurut Cahyono (2001), kendala faktor harus dipelajari dalam budidaya ikan di perairan umum sering berkaitan dengan faktor sosial ekonomi, faktor legalitas dan faktor teknis. Untuk faktor sosial ekonomi dalam pemenfaatan sumber daya alam perairan untuk budidaya ikan harus dapat memacu peningkatan produksi ikan di perairan tersebut. Kegiatan budidaya harus terkendali dengan memperhatikan hubungan timbal balik antara manusia dan sumber daya alam serta lingkungannya sehingga sumber daya alam yang termanfaatkan dapat lestari. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penggalian sumber daya alam harus diusahakan sebaik mungkin agar tidak merusak tata lingkungan hidup. Oleh karena itu pelaksanaannya harus memperhitungkan kepentingan sosial dan masyarakat. Sedangkan faktor legalitas dalam budidaya untuk menjamin kelangsungan uasaha perikanan di perairan umum hendaklah memperhatikan aspek hukum. Faktor ini biasanya muncul dikarenakan salahnya pengunaan lahan dan lokasi konservasi atau daerah perlindungan yang digunakan sebagai lahan budidaya. Penggunaan sumber daya perairan umum untuk budidaya ikan harus mendapat persetujuan dari masyarakat setempat, khususnya para pengguna air, dan harus ada izin dari pihak terkait. Tanpa ada persetujuan dari masyarakat setempat dan tanpa surat izin dari pihak yang berwenang (Pejabat Dinas Pengairan), maka dapat terjadi tuntutan hukum karena pendirian usaha dianggap tidak legal (syah) menurut hukum. Sedangkan pada faktor teknis yang berpengaruh terhadap budidaya ikan diperairan umum meliputi kualitas air, debit air, kedalaman air, ketersediaan air, dan teknik budidayanya.
Untuk mengatasi masalah dan kendala yang ada dalam proses pembesaran bandeng secara tradisional di UPTPBAP Bangil dilakukan upaya peningkatan kualitas tanah dasar tambak yaitu dengan cara pengolahan secara maksimal selain itu penggunaan pupuk-pupuk organik pada tanah dasar tambak yang berfungsi sebagai sumber nutrisi pakan alami. Sedangkan untuk mempelancar jalannya air laut yang masuk melalui sungai pada tahun 2009 ini pemerintah kabupaten telah merencanakan proses pelebaran dan pendalaman sungai dengan demikian proses pengaliran air payau ke tambak-tambak akan lebih mudah.




















4 KESIMPULAN DAN SARAN


4.5 Kesimpulan
Dari hasil Praktek Kerja Lapang tentang teknik pembesaran ikan bandeng (Chanos chanos) secara tradisional di UPTPBAP Bangil dapat disimpulkan hasil sebagai berikut:
• Teknik penbesaran ikan bandeng dilakukan pada tambak tanah dengan menggunakan metode tradisional
• Dalam pembesaran ikan bandeng kegiatan – kegiatan yang dilakukan adalah persiapan lahan, pengolahan lahan, pemupukan lahan, pemilihan benih, penebaran benih, pengontrolan kualitas air, pemupukan tambahan, pemanenan dan pemasaran hasil produksi
• Laju pertumbuhan harian ikan bandeng di UPTPBAP Bangil adalah sebesar 2,3% per hari
• Kisaran kualitas air dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang pada tambak tradisional adalah pH tanah 4,8 – 6,8; salinitas 5 – 11 ppt; DO3,3 – 4,6 ppm; suhu 25 – 300C; pH air 7,5 – 8,8; NH3 (amonia) 0,05 – 0,22 ppm; H2S (asam belerang) 0,024 – 0,05 ppm dan Fe 0,04 – 0,63 ppm
Analisis usaha dan produksi pembesaran bandeng secara tradisional adalah sebagai berikut: analisis titik impas pula modal sebesar 427,5 kg pada volume produksi dan Rp. 1.900,- pada harga produksi; kelayakan usaha sebesar 5,26; efisiensi penggunaan modal sebesar 81% dan rentabilitas 426,32% dengan batas usaha >100% termasuk kategori baik.
• Hambatan yang yang terjadi pada saat Praktek Kerja Lapang yaitu jeleknya kuantitas air ini disebabkan oleh pendangkalan yang terjadi di sungai dan mengakibatkan terganggunya kegiatan pergantian air dalam tambak ikan bandeng
• Kelebihan dan keuntungan budidaya bandeng secara tardisional pemeliharaannya lebih sederhana, tidak membutuhkan pakan tambahan berupa pakan buatan, biaya oprasional dan pemeliharaan lebih murah bila dibandingkan dengan cara budidaya intensif.
• Kegiatan budidaya ikan bandeng secara tradisional di UPTPBAP Bangil merupakan kegiatan budidaya secara sederhana yang menghasilkan keuntungan yang maksimal

4.6 Saran
Adapun saran yang diberikan dalam proses kegiatan pembesaran ikan bandeng secara tradisional di UPTPBAP Bangil adalah:
• Hendaklah UPTPBAP Bangil melaksanakan kegiatan penyuluhan bagi para petani ikan di wilayah Kalianyar sehingga para petani ikan dapat melaksanakan kegiatan budidaya ikan bandeng secara maksimal dan nantinya memperoleh hasil yang maksimal pula.
• Diadakannya penyediaan benih sehingga para petani ikan tidak perlu jauh-jauh mencari benih melainkan berasal dari UPTPBAP Bangil selain mudah maka kualitas maupun kuantitas dari benih ikan dapat dijamin dan terpercaya berasal dari induk-induk unggul.
• Pada proses penjualan hasil panen hendaklah dikontrol dan dikoordinir oleh UPTPBAP Bangil sehingga tidak terjadi penjualan hasil secara bersamaan yang nantinya akan menyebabkan turunnya nilai jual ikan bandeng di pasaran.
• Hendaklah padat penebaran lebih ditingkatkan dimana kesuburan lahan akan pakan alami yang tinggi sehingga bisa dimanfaatkan dan memenuhi kebutuhan makan bandeng dengan jumlah penebaran yang lebih tinggi.


DAFTAR PUSTAKA


Andayani, Sri. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
Anggadiredja, Jana T. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta
Anonymous a. 2009. Bandeng. http://www.wikipedia.com/Â2008/allrightsreserved: diakses tanggal 22 Mei 2009 pukul 14.09 WIB
__________ b. 2009. Proses Budidaya Bandeng. http://www.google.com diakses tanggal 22 Mei 2009 pukul 15.00 WIB
__________ c. 2001. Bandeng. http://www.isi@ipb.ac.id diakses tanggal 22 Mei 2009 pukul 2.15 PM
__________ d. 1982. Economics of the Philippine Milkfish Resource System. The United Nations University. USA.
__________ e. 1994. Pembenihan Bandeng. Direktorat Jendral Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta.
_________ f. 1999. Persiapan Tambak dalam Budidaya Udang Berwawasan Lingkungan. Direktorat Jendral Perikanan dan Direktorat Bina Produksi. Jakarta.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Bombeo dan Tuburan. 1988. The Effects of Stuting On Growth, Survival and Net Production of Milk Fish (Chanos chanos). Aquaculture.
Cahyono, B. 2001. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta. 7 hal.
Cholik, F, Ateng G Jagatraya, R P Poernomo dan Ahmad Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. PT Victoria Kreasi Mandiri. Jakarta.
Fitrohsyawali. 2009. Budidaya Ikan Bandeng. http://www.google.com diakses tanggal 22 Mei 2009 pukul 15.30 WIB
Hasan, I. M. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Indriantoro, N. dan Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis. Edisi Pertama. BPFE- Yogyakarta. Yogyakarta.
Kordi, M.G.H.K. dan Andi Baso Tancung, 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budi Daya PerairanI. Rineka Cipta. Jakarta.
Mujiman. 1991. Teknik Budidaya Bandeng dan Udang di Tambak. Swadaya. Jakarta.
Munawir, S. 1986. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta.
Natzir. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
_____. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Prahasta, A. dan Hasanawi M. 2009. Agribisnis Bandeng. Pustaka Grafika. Bandung.
Purwohadiyanto, Prapti Sunarmi dan Sri Handayani. 2006. Pemupukan dan Kesuburan Perairan Budidaya. Jurusan Budidaya Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
Riyanto, Bambang. 1988. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suryabrata. 1994. Metodologi Penelitian. CV. Rajawali. Jakarta.




















LAMPIRAN



Lampiran 1. Proses Pengeringan


Lampiran 3. Pintu Kanal


Lampiran 5. Diskusi Pegawai Instansi

Lampiran 7. Kanal Inlet/Outlet


Lampiran 9. Ganggang Yang Tumbuh pada Tambak Tradisional

Lampiran 11. Ikan Kiper (Scatophagus argus) dan Baronang Hama Pesaing Ikan Bandeng

Lampiran 13. Tambak Bandeng Tradisional

Lampiran15. Bandeng Pada Umur 4 Bulan dan Panjang 22 cm
Lampiran 2. Kincir Air


Lampiran 4. Sekat Bambu


Lampiran 6. Hama Pesaing Keting (Mystus pittatus) dan Nila (Oreocromis niloticus)


Lampiran 8. Jaring Untuk Pemanenan


Lampiran 10. Pembuatan Jembatan dalam Tambak

Lampiran 12. Bandeng Mendekatai Inlet (menyerang)

Lampiran 14. Bandeng Panjang 15 cm















Lampiran 16. Denah Tata Letak Tambak UPTBAP Bangil























Keterangan gambar:
1. Tambak tradisional a. Rumah pengawas
2. Tambak tradisional b. Ruang jenset
3. Tambak tradisional c. Gudang
4. Tambak semi beton d. Kolam gelondongan
5. Tambak semi beton e. Kolam gelondongan
6. Tambak semi beton i. Bak beton
7. Tambak semi beton ii. Bak beton
8. Tambak tradisional
9. Tambak tradisional
10. Tambak semi beton
11. Tambak semi beton

Tidak ada komentar:

Posting Komentar